Home / Hukum dan Kriminal : Mafia Tanah

Diduga Ada Cukong yang Bersekongkol dengan Aparat

author surabayapagi.com

- Pewarta

Kamis, 28 Jan 2021 22:03 WIB

Diduga Ada Cukong yang Bersekongkol dengan Aparat

i

Ilustrasi

Praktisi Hukum Surabaya

 

Baca Juga: Pemkot Surabaya Rencana Tambah 2 Rumah Anak Prestasi

 

 

SURABAYAPAGI.COM, Surabaya – Sudah empat tahun, Satgas Anti Mafia Tanah bentukan Polri dan BPN di Jawa Timur masih belum mengungkap kasus mafia besar. Hal ini menjadi perbincangan sejumlah praktisi hukum di Surabaya. Secara teminologi, mafia tanah merujuk pada kelompok rahasia tertentu yang melakukan tindak kejahatan terorganisasi sehingga kegiatan mereka sulit dilacak secara hukum.

Menurut praktisi hukum Agraria Sugianto, SH., MH., MKn, musabab kegiatan terorganisir yang sulit dilacak secara hukum karena adanya persekongkolan atau perselingkuhan yang dilakukan antara para mafia tanah dengan aparat. "Mafia tanah sudah bergerak secara sistematis, ada keterlibatan banyak pihak termasuk aparat," kata Sugianto kepada Surabaya Pagi, Kamis (28/01/2021).

Secara kinerja, sejak satgas anti mafia tanah dibentuk hingga saat ini, ia mengaku belum melihat hasil kerja yang signifikan. Tim satgas mafia tanah sendiri terdiri dari jajaran kepolisian dan jajaran ATR/BPN.  "Memang kita belum melihat hasilnya. Tapi saya belum mengerti kenapa seperti itu. Jangan sampai tidak ada laporan masuk ke satgas," akunya

 

Kerja Satgas Bersifat Administrasi

Pola kerja tim satgas selama ini, menunggu aduan atau laporan dari masyarakat. Tatkala laporan yang masuk jelas dan akurat, maka tim satgas anti mafia pun bergerak.

Berdasarkan pengakuan Gianto, ada beberapa kasus tanah yang disengketakan dan diduga ada permainan mafia tanah ketika ditembuskan ke tim satgas, tidak ada action lebih lanjut. "Mungkin hanya tembusan saja sehingga mereka tidak bertindak. Atau mungkin harus ada laporan khusus kepada satgas," kata pensiunan Kanwil BPN Jatim ini yang kini menjadi seorang advokat.

Kerja satgas yang hanya menunggu aduan atau laporan dari masyarakat menurut Gianto merupakan bentuk kerja yang administratif dan melupakan tujuan awal pembentukan satgas anti mafia.

Bila merujuk pada pernyataan Menteri ATR/Kepala BPN, Sofyan A. Djalil saat membentuk satgas anti mafia secara nasional, adalah untuk mengupas tuntas para mafia tanah yang selama ini meresahkan masyarakat. “Ini sama sekali gak ada actionnya! Ngapain dibentuk Satgas,” tegas Gianto, sapaan Sugianto.

Tim satgas anti mafia lanjutnya, harus bergerak secara independent dan pro aktif. Pro aktif yang dimaksud adalah mencari dan menggali informasi dari media masa dan atau bukan hanya menunggu laporan dari masyarakat. "Bisa saja independen, ambil informasi dari mass media kemudian secara proaktif turun untuk jemput bola," terangnya

 

Bukti Tidak Cukup

Baca Juga: Jelang Lebaran, Disnakertrans Jatim Buka 54 Posko Pengaduan THR

Sementara itu pakar hukum Agraria Universitas Airlangga (Unair) Dr. Agus Sekarmadji, SH, M.Hum mempertanyakan subyek mafia tanah yang dimaksud.

Permasalahan selama ini, aparat ketika menyatakan seseorang sebagai mafia tanah harus memiliki bukti yang cukup. Karena ketika tidak memiliki bukti yang kuat maka orang tersebut tidak bisa ditangkap. "Mungkin ada (mafia tanah) tapi kita tidak bisa memastikan orang A, B atau C itu mafia. jadi dia (satgas mafia tanah) kesulitan dalam mencari alat bukti," kata Agus Sekarmadji, dihubungi Surabaya Pagi, Kamis (28/1/2021).

Celakanya selama ini, mafia tanah selalu bergerak secara sistematis dan mampu memanfaatkan celah hukum. Alih-alih bergerak sistematis, satgas anti mafia justru menunggu dan menanti laporan dari masyarakat tanpa ada tindakan penggalian di lapangan.

"Saya tidak mengatakan (mafia tanah) lebih canggih, tapi namanya orang mau berbuat buruk sudah berjaga-jaga.Tidak akan menunjukan dia sebagai mafia, tetapi akan melakukan tindakan yg seakan-akan benar secara hukum," jelasnya

 

Mafia Lebih Canggih

Senada dengan itu, praktisi hukum Ismail M., SH mengaku cara kerja dari mafia tanah 10 kali lebih bagus dari satgas anti mafia tanah. "Mafia tanah itu selalu 10 kali langkahnya di depan dari satgas," kata Ismail, kepada Surabaya Pagi, Kamis (29/1/2021).

Gerak cepat dari mafia tanah ini disebabkan karena, mereka memiliki data terkait tanah yang dikuasainya. Data yang dimaksudkan adalah surat kepemilikan, asal-usul atau riwayat tanah, pemilik tanah sebelum dan sesudah tanah tersebut dijual. "Saya sebutnya bukan mafia tanah, tapi itu cukong-cukong tengkulak tanah. Jadi memang (mereka) beli tanah, beli surat. Ajukan surat, urus surat baru dapat putusan dari pengadilan baru dia kuasai," katanya

Baca Juga: Mengatasnamakan Media Nasional, Warga Lamongan Diperas Wartawan Gadungan

Saat dikonfirmasi apakah satgas anti mafia tanah tidak memiliki taring dalam memberantas para cukong tanah, Ismail menepis akan hal tersebut.  "Bukan mereka gak punya taring tapi memang bukan keahlihan mereka," tandasnya

Dari pengalamannya selama di lapangan, cara kerja mafia tanah lebih prosedural. Hal inilah yang membuat petugas kesulitan dalam melacak keberadaan mereka. Pembuktian kepemilikan tanah di Indonesia sendiri sangat sederhana. Apabila memiliki bukti surat kepemilikan tanah, maka pihak yang memiliki surat tersebut secara sah adalah pemiliknya. "Kecuali kalau dalam pembuktiannya ada surat yang palsu baru ranahnya pidana. Kena pasal 263 dan 266," ucapnya

 

Satgas Kurang Data

Para mafia tanah sebelum beroperasi, telah mengantongi sejumlah data mulai dari riwayat tanah, pemilik tanah yang lama dan pemilik tanah yang baru, surat kepemilikan dan data pendukung lainnya.

Sementara untuk satgas anti mafia, data yang dimiliki adalah berkas laporan dari warga yang masuk. Sehingga untuk melakukan pengecekan kebenaran akan laporan tersebut, satgas sangat kesulitan untuk memverifikasinya.

"Birokrasi tidak bisa dibenturkan dengan satgas. Misal mau minta data informasi tanah ini bermasalah atau gak, harus mengajukan ke BPN (untuk) ceking SKPT atau surat keterangan. Satgas tidak punya dasar untuk ceking ke BPN. Kalau mafia tanah dia punya. Karena dia punya suratnya," kata Ismail

Oleh karenanya Ismail menghimbau agar satgas anti mafia tanah memperluas sayapnya dengan membentuk layanan satu atap. Layanan satu atap tersebut harus melibatkan dinas tanah, BPN, pemkot, lurah dan masyarakat. Adanya layanan satu atap tersebut mempermudah pendataan tanah dan sewaktu-waktu dapat digunakan tatkala ada sengketa kasus tanah yang melibatkan mafia tanah. sem/cr2/rmc

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU