Diiming-Imingi Kerja, Pria ini Jadi Tunawisma di Surabaya

author surabayapagi.com

- Pewarta

Jumat, 23 Apr 2021 16:10 WIB

Diiming-Imingi Kerja, Pria ini Jadi Tunawisma di Surabaya

i

Salim, pria yang menjadi Tunawisma setelah diiming-imingi pekerjaan oleh kawan yang baru dikenal 1 bulan. SP/Semmy Mantolas

SURABAYAPAGI.COM, Surabaya - Sang surya hari itu nampaknya tak bersahabat dengan Salim (40). Teriknya yang tak terhalang awan perlahan membakar kulitnya yang hanya dibungkus kameja batik berlengan pendek.

Setiap orang yang datang ke Pelabuhan Tanjung Perak, entah menggunakan mobil ataupun motor didatanginya untuk menawarkan tiket. Bila ada yang menerima tawaran tersebut, sejurus kemudian ia pun mengantar ke agen tiket resmi yang ada di dalam terminal penumpang Gapura Surya Nusantara (GSN).

Baca Juga: DJP Jatim 2 Gandeng Media untuk Tingkatkan Pencapaian Target Pajak

Setiap penumpang yang diantarkan ke agen lalu membeli tiket, maka ia akan mendapat komisi Rp20 ribu dari agen tiket. 

"Lumayan buat makan dan beli rokok," kata Salim kepada saya, Jumat (23/04/2021).

Tak seperti pekerja lainnya, Salim bebas merdeka tak terikat pada satu agen tiket. Ia dapat memilih agen manapun yang dianggapnya menguntungkan.

"Kan tergantung, ada yang ngasih 10 ribu ada yang 20 ribu. Kalau ada yang ngasih banyak ya saya ke situ saja mas," ucapnya.

Pria asal Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB) ini mengaku terpaksa melakoni pekerjaan tersebut. Hari-harinya hanya dihabiskan di Pelabuhan. Kegiatan mandi, cuci, kakus hingga tidur pun di Pelabuhan.

"Kalau tidur cukup bentang kardus di lantai, tutup mata, lalu tidur," katanya sembari terbahak.

Lima bulan sudah Salim menghabiskan waktu di Pelabuhan Tanjung Perak. Awalnya ia adalah pekerja serabutan di Mataram. Namun setelah diajak oleh orang yang baru dikenal sebulan, ia bertekad untuk datang ke Surabaya.

"Saya diajak sama orang Jember, namanya Pendi. Dia bilang kalau sudah di Surabaya, saya akan diajak kerja. Bayarannya lebih gede dari Mataram," kisahnya

Ajakan Pendi awalnya ditolak oleh Salim. Kepadanya, Salim menjelaskan bahwa ia tak punya modal untuk berangkat. Namun Pendi mencoba meyakinkannya dan berjanji akan menanggung biaya perjalanannya.

"Akhirnya saya putuskan berangkat. Sampai di sini, dia bilang ke saya untuk tunggu karena dia mau laporan ke bos dulu. Dia kasih saya sangu Rp 50 ribu, katanya buat makan. Setelah dia berangkat ketemu bos," katanya.

Baca Juga: Pemkot Surabaya Rencana Tambah 2 Rumah Anak Prestasi

Sehari menunggu, Pendi tak kunjung datang. Seminggu berlalu kabar Pendi pun tak terdengar. Sementara uang Rp 50 ribu yang diberikan telah habis. Saban hari, ia hanya minta makan ke para pekerja hingga warung yang ada di pelabuhan. Hingga akhirnya ada temannya bernama Freddy menawarkannya untuk mencari penumpang.

"Akhirnya dari situlah saya sekarang hanya penumpang. Kalau gak ada ya artinya gak makan," ucapnya.

Sementara itu, Fredy menjelaskan, ia merasa empati terhadap Salim sehingga akhirnya membantunya. "Saya kasihan setelah beliau cerita, akhirnya saya ajaklah untuk ikut kerja," kata Fredy.

Di mata Fredy, Salim adalah orang bertanggung jawab dan pekerja keras. Usahanya mencari penumpang dua kali lebih giat dibandingkan dengan pekerja lainnya di pelabuhan.

"Semua dia datangi mas, motor, mobil dia datang tanyai, sudah punya tiket," pungkasnya

Lucunya lagi, berkas dokumen Salim serta gawainya diminta oleh Pendi dengan alasan sebagai syarat mendaftar pekerjaan. "Tapi sekarang sudah 5 bulan orangnya gak datang, ya mau gimana lagi, saya terima saja. Mungkin ini sudah jadi takdir saya," keluhnya.

Baca Juga: Jelang Lebaran, Disnakertrans Jatim Buka 54 Posko Pengaduan THR

Dari upah yang diberikan oleh para agen tiket, sebagian ia sisihkan untuk modalnya membeli tiket kapal tujuan Lombok. "Di sini mau ngapain mas, kalau di sana saya bisa sama keluarga. Susah gak apa yang penting sama keluarga," ucapnya.

Salim kini telah memiliki putra yang duduk di kelas 6 SD. Selama 5 bulan di Surabaya, ia belum berkomunikasi dengan keluarganya di Mataram.

"Gak ada HP mas mau hubungi gimana. Nomor istri saya juga saya gak tahu," terangnya.

Pernah sekali di bulan Februari lalu, ada temannya yang kembali ke Mataram. Tanpa nunggu komando, ia menitipkan salam ke keluarganya di Mataram melalui temannya.

"Saya bilang ke kawan saya, salam buat istri dan anak saya ya. Bilang ke mereka kalau ayah di sini baik-baik saja dan sudah dapat kerja yang layak. Kalau uang sudah terkumpul, ayah akan pulang," katanya menunduk sembari meneteskan air mata. sem

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU