DLHK Sidoarjo Tutup Sementara Pembuangan Limbah PT Gilang Jayaraya

author surabayapagi.com

- Pewarta

Selasa, 15 Feb 2022 20:41 WIB

DLHK Sidoarjo Tutup Sementara Pembuangan Limbah PT Gilang Jayaraya

i

Bahrul Amig

SURABAYAPAGI.COM, Sidoarjo - Setelah mendatangi sendiri bersama timnya ke pabrik terasi PT Gilang Jayaraya di wilayah Kec Taman Sidarjo yang diduga membuang limbah tanpa ijin, pihak Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Pemkab Sidoarjo akhirnya menutup sementara saluran pembuangan limbah yang mencemari sungai. "Tim dan saya mendatangi langsung ke pemilik pabrik terasi PT Gilang Jayaraya, Senin (14/2/2022), kita memang temukan adanya bau kurang sedap dan limbah cair yang dibuang ke sungai," kata Kepala DLHK Pemkab Sidoarjo Dr Bahrul Amig, Selasa (15/2/2022).

Menurut Kepala DLHK Bahrul Amig, dari hasil temuan tim dan dialog dengan pemilik pabrik pabrik terasi, disepakati dilakukan pembenahan internal untuk polusi bau dan IPAL. "Memang yang namanya pabrik terasi itu baunya khas seperti itu, namun tetap kita minta dilakukan treatment darurat untuk menghilangkan polusi bau yang membuat masyarakat tidak nyaman," katanya.

Baca Juga: Dokternya Bisa Bisa Dibidik Halangi Penyidikan

Setelah dilakukan treatment darurat dengan menggunakan formula anti bau, lanjut Bahrul Amig secara perlahan polusi bau sudah berkurang. "Ini merupakan solusi jangka pendek untuk mengurangi polusi bau, dan kita tetap lakukan evaluasi untuk pembenahan secara permanen agar tidak menimbulkan polusi bau," katanya.

Sedang untuk limbah pabrik yang dibuang ke sungai, dari hasil evaluasi tim ditemukan kandungan DO mencapai angka nol. DO (Dissolved Oxygen / Oxygen Demand) adalah kandungan oksigen yang terlarut didalam air sebagai parameter untuk mengukur kualitas air.  Oksigen terlarut atau Dissolved Oxygen (DO) sangatlah berperan penting dalam proses pengolahan air limbah (wastewater treatment). Kadarnya haruslah dipantau (dimonitoring) setiap kurun waktu tertentu. Hal ini karena jika kadar oksigen terlarut terlalu rendah, maka air limbah tidak terolah secara maksimal. Lebih dari itu, jika limbah dibuang dengan keadaan yang tidak terolah sempurna maka limbah tersebut akan menjadi ancaman bagi kehidupan akuatik dan ekosistem sekitar. "Pengaruh dari DO yang terdapat pada suatu air limbah akan mempengaruhi kualitas air tersebut, sehingga kita bisa menentukan baik atau tidaknya air yang akan kita gunakan, karena DO nya rendah, maka untuk sementara pembuangan limbah ke sungai kita tutup karena membahayakan ekosistem disana," katanya. Jika nilai DO pada air semakin tinggi maka kualitas air akan semakin baik, dan pada umumnya pada suhu 20°C tingkat DO maksimal adalah 9ppm (part per million) atau setara mg/L.

Oleh karena itu, tegas Bahrul Amig, pihaknya mewajibkan PT Gilang Jayaraya untuk memperbaiki IPAL secara sempurna sebelum limbah dibuang ke sungai. "Kita tidak bisa menutup pabrik karena disana 100 pekerja yang butuh nafkah dari perusahaan yang berdiri sejak tahun 1986 tersebut, yang jelas pihak pemilik pabrik sangat kooperatif untuk melakukan pembenahan internal dan pembuangan limbahnya tidak mencemari lingkungan," tegasnya.

Salah satu pabrik terasi di Sidoarjo, PT. Gilang Jayaraya diduga tidak memiliki izin pengelolaan limbah B3 dan melakukan dumping (pembuangan) limbah ke sungai. Dugaan ini muncul ketika, PT. Kereta Api Indonesia (KAI) melakukan pemasangan selokan di persis di belakang pabrik terasi berdiri.

Salah satu petugas pengukuran pemasangan selokan PT. KAI, Purnama menjelaskan, ketika penggalian selokan dilakukan, pihaknya menemukan pipa sebesar pelukan 1 orang dewasa tertanam dalam tanah dengan kedalaman sekitar 1,5 hingga 2 meter. Karena pipa tersebut menghalangi pemasangan jalur selokan, pihak PT. KAI pun melakukan penghancuran dan memutus pipa yang mengarah ke sungai Gilang. "Karena pipa ini ada di lahan PT. KAI dan menghalangi kami untuk melakukan pemasangan selokan, akhirnya pipanya kita hancurkan. Tebal pipanya sekitar 2 atau 3 cm. Saat kita hancurkan, air warna hitam langsung keluar dari pipa," kata Purnama kepada Surabaya Pagi, Jumat (11/02/2021).

"Aroma airnya bau sekali, ikan-ikan di sini pada mati semua. Ya ikan gabus sama ikan betok," katanya lagi.

Dari pantauan Surabaya Pagi di lapangan, aroma tak sedap langsung menusuk hidung setiap orang yang datang. Bahkan, dengan masker jenis 3 lapis pun aroma bau dari air di sekitar pabrik terasi masih tercium.  

Tak hanya itu, air di sekitar pabrik pun nampak hitam dan keruh. Di atasnya ada busa putih yang melayang sepanjang aliran air dekat pabrik.

 "Ini sudah agak kurang mas. Dua hari atau tiga hari yang lalu, itu sampai ada ikan yang mati. Dan baunya itu juga lebih parah dari ini. Bahkan pekerja saya sampai ada yang muntah karena gak kuat dengan baunya," katanya.

 Anehnya, ketika pipa pembuangan limbah terasi (B3) dihancurkan oleh pihak PT. KAI dari perusahaan Gilang Jayaraya tidak ada satu orangpun yang melakukan koordinasi dengan PT. KAI.

 Bahkan ketika bak kontrol pembuangan limbah ditutup oleh PT. KAI, lagi-lagi dari pihak perusahaan terasi PT. Gilang Jayaraya tak ada reaksi apapun.

Baca Juga: Warga Sidoarjo Minta KPK Segera Tahan Gus Muhdlor

"Ini aneh mas. Sudah kita hancurkan pipanya, bak kontrol kita tutup tapi dari perusahaan diam saja. Ada apa? Sementara dari perusahaan lain, seperti Aneka Gas itu perwakilannya ke sini. Karena memang untuk pipa PGN sudah izin ke KAI. Dan dari kantor juga sudah infokan bahwa di koordinat ini ada pipa PGN. Tapi kalau yg pipa limbah terasi ini gak info sama sekali," aku Purnama.

Surabaya Pagi pun mencoba menghubungi pihak perusahaan untuk mengklarifikasi terkait dugaan tidak berizinnya pengelolaan tersebut. Namun hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan dari pihak perusahaan.

Kendati begitu, Ketua RT 17 Gilang Raya, Purnomo saat ditemui di rumahnya mengaku, selama ini pembuangan limbah pabrik langsung diarahkan ke sungai yang tak jauh dari lokasi pabrik atau sungai Gilang.

Perlu diketahui, RT 17 merupakan wilayah dimana pabrik pengolahan terasi dari PT. Gilang Jayaraya berdiri. Adapun lokasi pabrik berada di jalan Raya Gilang nomor 170 Sidoarjo. "Saya dulu kerja di perusahaan itu. Memang benar ada pipa di situ, karena dulu saya sendiri yang pasang. Pipanya itu langsung di arahkan ke sungai," kata Purnomo kepada Surabaya Pagi.

 Selama ini kata Purnomo, tidak ada komplain dari warga terkait aroma tak sedap yang dihasilkan oleh perusahaan terasi. Hal ini karena pihak perusahaan memberikan kompensasi kepada warga RT 17 berupa minyak dan sembako.

"Ya semua warga RT 17 itu setiap bulan selalu dikasih beras 5 kilo. Ada juga minyak goreng dan bahan sembako yang lain. Kalau untuk baunya memang sudah lama, tapi warga di sini sudah terbiasa," katanya.

Baca Juga: H-2 Lebaran, Volume Sampah di TPA Jabon Naik Hampir 100 %

Sebagai informasi, pemerintah Indonesia sejak tahun 2009 telah mengeluarkan aturan terkait larangan pembuangan limbah ke sungai. Aturan tersebut termaktub dalam, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Setidaknya ada 2 pasal dalam UU 32/2009 yang melarang membuang limbah ke sungai. Pertama adalah pasal 60 dan berikutnya adalah Pasal 104.

Secara verbatim, pasal 60 menyebutkan, setiap orang dilarang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin.

Sementara pasal 104 menyebutkan, "setiap orang yang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam pasal 60, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

 Perlu diketahui, dumping adalah kegiatan membuang, menempatkan, dan/atau memasukkan limbah dan/atau bahan dalam jumlah, konsentrasi, waktu, dan lokasi tertentu dengan persyaratan tertentu ke media lingkungan hidup tertentu, salah satunya adalah sungai.

 Dengan kata lain, tindakan yang dilakukan oleh PT. Gilang Jayaraya masuk dalam kategori dumping limbah ke sungai dan berpotensi terjerat pasal 104 UU 32/2009 dengan ancaman pidana 3 tahun dan denda sebesar Rp 3 miliar. sg

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU