Home / Kesehatan : Temuan Menkes Budi Gunadi Sadikin

Dokter Spesialis Kalah Bersaing dengan Anak Senior dan Setoran

author surabayapagi.com

- Pewarta

Senin, 30 Jan 2023 20:00 WIB

Dokter Spesialis Kalah Bersaing dengan Anak Senior dan Setoran

SURABAYAPAGI.COM, Jakarta - Seorang pejabat di Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI setuju dengan gagasan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengatasi praktik penghalangan dalam persaingan profesi.

"Perizinan praktik dokter di Malaysia dan Singapura mbok diadopsi. Di dua negara ini izin praktik dokter lebih mudah didapat dibandingkan di Indonesia," kata pejabat Kemenkes yang memiliki gelar dokter spesialis penyakit dalam lulusan UI, kepada Surabaya Pagi di kantor Kemenkes Jakarta, Senin (30/1/2023).

Baca Juga: Tren Covid-19 Naik, Tapi tak Timbulkan Kematian

"Seharusnya IDI lebih melihat anak-anak Indonesia yang sekolah di luar bisa lebih cepat bisa dikaryakan, tidak terjadi penghalangan dalam persaingan profesi," katanya.

Ia akui Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengakui keruwetan izin praktik dokter. Diakui proses izin praktik dokter, sebelum seorang dokter mendapatkan surat izin praktik dari Dinas Kesehatan, dirinya harus mengantongi rekomendasi organisasi profesi. "Tahapan ini beberapa kali menyulitkan dokter. Pak Menteri tahu," tambahnya.

 

Bersaing dengan Anak Senior

"Nomor satu, beberapa teman-teman itu merasa sulit masuk rekomendasi kalau misalnya harus bersaing dengan anaknya dari senior yang memberikan rekomendasi di sana. Itu saya terima laporannya," beber Menkes dalam Forum Komunikasi @IDIWilRiau, Minggu (29/1/2023).

"Nomor dua, ada beberapa spesialis, yang susah mendapatkan rekomendasi masuk ke daerah-daerah tertentu walaupun dokter spesialisnya kurang, karena sangat dijaga di sana," lanjut dia.

 

Perlu 'Setoran" ke Organisasi

Baca Juga: Pj Wali Kota Kediri Zanariah Terima Penghargaan dari Menteri Kesehatan

Hal ketiga yang disinggung Menkes, ada beberapa dokter yang merasa tak nyaman untuk mendapat rekomendasi lantaran perlu 'setoran'. Setoran dana disebutnya masuk ke organisasi profesi.

Sulitnya dapat 'jatah dokter' kemudian juga dilaporkan di beberapa wilayah. Rumah sakit dan Dinas Kesehatan setempat disebut tak bisa terlalu banyak 'turun tangan' imbas perilaku abuse of power lantaran ada ancaman.

Menkes terang-terangan menyebut informasi demikian diakhiri dengan titipan permintaan tolong merahasiakan sumber. Artinya, yang bersangkutan tak ingin pengakuan itu mengancam kariernya ke depan.

"Memang selalu mereka tutup dengan bapak wanti-wanti, bapak jangan ngomong kemana-mana nama saya siapa, jadi pelaku abusive ini memang melibatkan pengancaman sehingga akan sulit kita kalau cari, seperti kentut, bau, tapi nggak ada yang ngaku," terang dia.

 

Baca Juga: RSUD Dr. Soetomo, tak Ditemukan Lakukan Perundungan

Rekomendasi Ada Setoran

"Ada beberapa dokter yang merasa tidak nyaman, karena kalau mau dikasih rekomendasi itu harus ada janji sama orangnya, ke atas, yang masuk ke grup, jadi itu ada beberapa profesi dokter spesialis yang sangat cukup konsisten. Saya merasa kurang nyaman pak, karena kalau saya minta rekomendasi, rekomendasi itu ada kaitannya saya ada setoran tertentu, yang masuk ke atas, nanti didistribusikan ke kelompok organisasi profesi tersebut," sebutnya.

Tidak jelas maksud kucuran dana ke 'atas' yang disebut Menkes. Menkes tidak memberikan penjelasan lebih lanjut. Sementara soal pengancaman yang datang ke Dinkes, Menkes menyebut hal itu tentu menghambat kebutuhan nakes di RS daerah.

"Ada ancaman bahwa kita tidak memberikan rekomendasi for whatever reason kepala dinas kesehatan dan RSUD merasa butuh, mereka keras-kerasan diancam, diboikot, kalau misalnya tetap memasukkan dokter-dokter sesuai kebutuhan RS di daerahnya, itu satu sisi," sambung Menkes. n jk/erc/rmc

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU