SURABAYA PAGI, Sumenep - Ketua Dewan Perwakilan daerah Indonesia Lanyalla Center (ILC) Kabupaten Sumenep, RB. Faisol Sadamih mengatakan, sangat menolak Presidential Threshold (PT) sebesar 20% itu, karena sangat merugikan demokrasi di Indonesia.
Menurut Faisol, untuk saat ini, semakin bergejolak tentang argumentasi yang mengatakan bahwa UU Pemilu tidak mungkin diubah karena tahapan pemilu sudah jalan, dan tidak memiliki alasan yang kuat.
Baca Juga: Bupati Sumenep Himbau Agar Produk Lokal Dipertahankan
" Setidaknya, kebijakan pemerintah lebih mengarah kepada perbaikan bangsa Indonesia, tidak hanya berpikir kepada kepentingan kekuasaan semata," katanya kepada Surabaya pagi Rabu (29/12).
Namun, kata dia, karena desakan rakyat agar PT menjadi 0 % dinilai sangat berpengaruh kepada jalannya demokrasi bangsa Indonesia. Masyarakat dan bangsa Indonesia pada umumnya,89 bisa menentukan banyak pilihan.
"Mengingat soal parpol atau gabungan parpol yang bakal mengusung capres 2024 nantinya, cukup memiliki peluang dan bersaing secara demokrasi," jelasnya.
Baca Juga: Lalin dari Bangkalan Menuju Sampang dan Sumenep Tersendat Banjir
Tentu saja, sambungnya, pemerintah harus mempertimbangkan agar nalar demokrasi tetap berjalan, mengingat partai memiliki hak untuk mengusung calon presiden, jika PT 20% tetap diberlakukan maka pembiaran kebodohan bagi rakyat indonesia
Maka,kata Faisol, ILC DPD Kabupaten Sumenep akan berkirim surat kepada Presiden RI, DPR-RI atas dasar suara dari rakyat bawah Indonesia untuk bangsa. ‘’Bahwa ILC Kabupaten Sumenep Madura dengan tegas, menolak PT 20% menjadi 0% , ’’tegasnya.
Baca Juga: Oleng, Bus Tabrak Pohon dan Rumah Warga di Sumenep
Faisol menjelaskan, jika pemerintah memberlakukan 0% maka menambah jumlah pasangan calon presiden dan wakil presiden, karena semua partai politik peserta pemilu dapat mengajukan pasangan capres-cawapres.
Dan rakyat Indonesia akan memiliki banyak pilihan dalam menentukan siapa calon pemimpin terbaiknya. ‘’Bukan malah membiarkan PT 20% yang membenarkan praktik oligarki,’’ pungkasnya. (ar)
Editor : Mariana Setiawati