DPR Bingung Cara Pemerintah Kelola Tabung Oksigen

author surabayapagi.com

- Pewarta

Selasa, 06 Jul 2021 21:45 WIB

DPR Bingung Cara Pemerintah Kelola Tabung Oksigen

i

Salah satu warga sedang mengantri mengisi pengisian tabung oksigen di Jalan Gubeng Kertajaya, Surabaya, Selasa (6/7/2021).

Kemarin Ekspor ke India, Sekarang Impor dari Taiwan dan Singapura. Policy Impor ini Ditunggu-tunggu Mafia Impor. Makanya F-PKS Minta Pemerintah tak Terburu-buru Impor dengan Cara Perbanyak Produksi Dalam Negeri

 

Baca Juga: Ditanya Soal Hasil Pilpres, Menkes Ketawain Jokowi

SURABAYAPAGI.COM, Jakarta – Anggota DPR-RI dari fraksi PKS binggung cara pemerintah kelola tabung oksigen. ‘’Kemarin sudah bagus kita mengirim gas oksigen ke India. Masa sekarang kita ingin impor. Padahal bibir kita belum kering benar membahas masalah itu," ujar Mulyanto, Selasa, (6/7/2021).

Menurutnya, Pemerintahan Jokowi saatnya melakukan analisis supply-demand yang akurat dan mengoptimalkan produk domestik. Sebab, opsi tersebut dikhawatirkan memunculkan mafia impor baru. "Jangan belum apa-apa sudah membuka opsi impor. Kebijakan seperti ini memang ditunggu-tunggu mafia impor," tegas politikus PKS itu.

Anggota Komisi VII DPR Fraksi PKS, Mulyanto meminta pemerintah tidak terburu-buru memutuskan impor tabung oksigen menyusul kebutuhan yang tinggi untuk pasien Covid-19. Ketimbang impor, ia menyarankan agar pemerintah menggenjot produksi oksigen dalam negeri. Tabung ekosigen ini di impor dari Taiwan dan Singapura.

Mulyanto berujar, pemerintah bisa mengalokasikan lebih banyak kebutuhan oksigen untuk medis melalui produksi dalam negeri, ketimbang harus membuka keran impor. Ia khawatir dibukanya opsi impor hanya akan memunculkan dan membuat senang para mafia.

 

Jangan Terburu-buru Impor

"Untuk memenuhi kebutuhan tabung oksigen di berbagai rumah sakit, pemerintah sebaiknya mengoptimalkan produksi dalam negeri. Pemerintah jangan terburu-buru membuka opsi impor, sebab penanggulangan Covid-19 sebaiknya disinergikan dengan upaya menggerakan sektor industri dan ekonomi masyarakat," kata Mulyanyo dalam keterangannya, Selasa (6/7/2021).

Bulan Mei-Juni 2021, pemerintah mengirimkan sebanyak 2.000 tabung oksigen ke India. Tabung ini donasi dari Sinar Mas, PT Indofood Sukses Makmur Tbk, Barito Pacific Group, Agung Sedayu Group, First Resources Ltd., dan PT Intisumber Bajasakti.

Donasi ini untuk  melengkapi 1.400 tabung yang telah dikirimkan ke India, tanggal 10 serta 12 Mei lalu. “Pertimbangan kemanusiaan melatarbelakangi bantuan bagi tetangga dan mitra dekat kita, bangsa India yang tengah menghadapi gelombang kedua pandemi. Masa seperti ini adalah momentum antarbangsa membangun solidaritas sekaligus semakin kuat bekerja sama,” kata Managing Director Sinar Mas, Saleh Husin yang menjabat sebagai Menteri Perindustrian di tahun 2014-2016.

 

Impor sejak Januari-April

Plt Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Indrasari Wisnu Wardhana mencatat Indonesia selalu impor oksigen sejak 2016 hingga April 2021. Jumlahnya mencapai lebih dari 3.000 ton pada 2016 dan 2017 lalu.

Rinciannya, jumlah impor oksigen pada 2016 sebanyak 3.631 ton dan 2017 sebanyak 3.886 ton. Kemudian, turun menjadi 2.319 ton pada 2018.

Lalu, angkanya semakin turun pada 2018 dan 2019. Indonesia tercatat hanya mengimpor 1.724 ton oksigen pada 2019 dan 1.258 pada 2020.

Baca Juga: Menkes Tertawa, Jokowi Pilih Ketua Indonesia, Bukan Ketum Golkar

Sementara, Indonesia mengimpor 528 ton oksigen pada Januari sampai April 2021. Angkanya naik dari periode yang sama tahun lalu, yakni 450 ton oksigen.

Menurut Wisnu, Singapura menjadi negara pemasok utama oksigen ke Indonesia pada 2020, yakni 99,5 persen. Kemudian, sisanya dipenuhi dari Amerika Serikat (AS) dan China.

 

Untuk Ruang-ruang Darurat

Sementara, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengaku telah berkoordinasi dengan kementerian terkait untuk impor tabung oksigen 6 meter kubik dan 1 meter kubik.

"Kami sudah berkoordinasi dengan Menteri Perindustrian untuk mengimpor tabung 6 meter kubik dan 1 meter kubik untuk memenuhi ruang-ruang darurat tambahan yang ada di rumah sakit," ungkap Budi dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR, Senin (5/7).

Budi mengatakan proses distribusi oksigen liquid ke rumah sakit dalam volume besar menggunakan tangki tak maksimal dalam memenuhi kebutuhan pasien covid-19. Masalahnya, mayoritas rumah sakit lebih banyak menggunakan tabung oksigen karena tambahan kamar darurat.

"Sehingga kami juga melihat ada isu di distribusi yang tadinya bisa kirim langsung memasukkan ke tangki besar liquid untuk didistribusikan dengan jaringan oksigen, sekarang harus dilakukan dalam bentuk tabung," kata Budi.

Baca Juga: Prabowo, Cek Istana Presiden di IKN yang Akan Dihuni Jokowi, Juli 2024

 

Kita Prioritaskan untuk Kesehatan

Untuk itu, Mulyanto, legislator dapil Banten ini meminta Pemerintah memutakhirkan data produksi domestik yang ada di dalam negeri. Selain itu, perlu juga ditinjau kebijakan alokasi gas oksigen untuk sektor kesehatan dan sektor industri.

Apabila memang sektor kesehatan masih kurang, maka ditingkatkan saja kuotanya menjadi lebih dari 60 persen. Kalau perlu, kata Mulyanto, dinaikkan menjadi 80 persen kuota gas oksigen.

"Sangat logis kalau di tengah pandemi COVID-19 yang memuncak seperti sekarang ini, kuota gas oksigen untuk sektor kesehatan kita tingkatkan dan prioritaskan. Kita semua akan mendukung opsi kebijakan tersebut," katanya.

Terpenting, tambah Mulyanto, adalah aspek pengawasan, baik dalam tahapan produksi maupun jaringan distribusi. Pemerintah melalui aparat pengawasannya, perlu memastikan, bahwa tidak ada penimbunan tabung gas oksigen yang menyebabkan kelangkaan tersebut.

"Jangan sampai ada pihak yang tidak bertanggung-jawab, yang mengambil kesempatan dalam kesempitan. Ini sangat kita khawatirkan. Dan ini bukanlah sesuatu hal yang mustahil terjadi," tandasnya.

Mulyanto tetap meminta pemerintah tidak terburu-buru membuka opsi impor tabung oksigen sebagai upaya memenuhi kebutuhan perawatan bagi pasien COVID-19 di rumah sakit.” Pemerintah sebaiknya mengoptimalkan produksi dalam negeri, agar sinergi dengan upaya menggerakkan sektor industri dan ekonomi masyarakat. Saya menganalogikan impor ibarat “Perceraian” dalam rumah tangga. Tidak diharamkan namun dibenci. Sehingga, opsi ini tidak boleh sembarangan dibuka kecuali darurat dan sangat memaksa,’’ pungkasnya. n jk/erc/rmc

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU