DPR Desak Pemerintah Prioritaskan Vaksin Buatan Indonesia

author surabayapagi.com

- Pewarta

Minggu, 28 Mar 2021 21:47 WIB

DPR Desak Pemerintah Prioritaskan Vaksin Buatan Indonesia

i

Saleh Partaonan Daulay (kanan). Lucy Kurniasari (kiri).

 

SURABAYAPAGI.COM, Jakarta - Beberapa negara saat ini diketahui menerapkan embargo atau larangan ekspor vaksin COVID-19. Uni Eropa dan India sebagai salah satu produsen vaksin disebut ingin memprioritaskan suplai vaksin untuk memenuhi kebutuhan lokal terlebih dahulu.

Baca Juga: CEPI dan Bio Farma Berkolaborasi untuk Dorong Percepatan Produksi Vaksin

Hal ini kemudian berdampak pada suplai vaksin COVID-19 global, termasuk Indonesia. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyebut rencana kedatangan sekitar 10 juta dosis vaksin AstraZeneca di bulan Maret-April dari COVAX tertunda sehingga laju vaksinasi di Indonesia diprediksi akan melambat.

"Kita masih ada Sinovac tapi ya jadi lebih pelan aja penyuntikannya... Kita mencoba melobi GAVI untuk memastikan ada yang bisa dapet enggak sedikit saja di bulan April," kata Menkes Budi dalam konferensi pers daring dan ditulis Minggu (28/3/2021).

"Bulan Maret kebetulan stok Sinovac-nya masih cukup banyak, tapi saya mau lapor ke Kakak Adik Gubernur ini, bulan April Sinovac-nya cuma 7 juta. Jadi saya hanya punya 7 juta stok dari Sinovac, " imbuh Budi.

Semula, Budi memperkirakan Indonesia bisa mendapatkan 7,5 juta dosis vaksin AstraZeneca sehingga total yang dimiliki 15 juta. Namun embargo di India itu berdampak pada terganggunya suplai vaksin. Di sisi lain, Budi menuturkan, saat ini penyuntikan vaksin di Indonesia sudah mencapai 10 juta dosis.

Menyikapi embargo vaksin ini, DPR mengingatkan pemerintah kalau Indonesia mampu bikin vaksin sendiri.

Menurut Anggota Komisi IX DPR RI Saleh Partaonan Daulay, dua vaksin lokal Vaksin Merah Putih dan Vaksin Nusantara dinilai tidak kalah dengan vaksin impor. Bahkan menurut para penelitinya, untuk hal-hal tertentu, Vaksin Nusantara lebih baik dari vaksin impor. Namun anehnya, Vaksin Nusantara sampai hari ini belum mendapat izin untuk melanjutkan uji klinis tahap kedua. Padahal, jika diberi izin, diperkirakan sudah bisa produksi pada bulan Juli yang akan datang.

"Kalau produk dalam negeri, Vaksin Nusantara lebih maju dari Vaksin Merah Putih lainnya. Sebab, sudah memasuki uji klinis tahap kedua. Sementara, Vaksin Merah Putih lainnya diperkirakan baru bisa uji klinis pada akhir tahun 2022. Tidak salah, jika kemudian banyak masyarakat yang berharap pada Vaksin Nusantara,” tegas Ketua Fraksi PAN itu, Minggu (28/3/2021).

Saleh meminta pemerintah segera memikirkan alternatif pengadaan vaksin bagi kebutuhan nasional. Hal ini perlu disegerakan mengingat adanya rencana embargo vaksin dari beberapa negara produsen. Dengan adanya embargo tersebut, dikhawatirkan akan mengganggu kelanjutan dan kelancaran pelaksanaan vaksinasi Covid-19 di Indonesia.

"Vaksin ini adalah kebutuhan mendesak. Selain penerapan protokol kesehatan, vaksinasi dinilai sebagai salah satu solusi dalam memutus mata rantai penyebaran Covid-19. Karena itu, pemerintah wajib menyediakan vaksin bagi 70 persen masyarakat yang menjadi target sasaran,” tegas Saleh lagi.

Baca Juga: Siti Fadila Supari dan Panglima TNI, Disuntik Vaksin Immunotheraphy Nusantara oleh Terawan Agus Putranto

Saleh memaparkan, dari skema yang ada, Indonesia dinyatakan membutuhkan 420 juta dosis vaksin untuk memenuhi kebutuhan 181,5 juta warga Indonesia. Jumlah yang sangat besar ini tentu tidak cukup jika hanya mengandalkan satu produsen saja. Dalam konteks itu, kata Saleh lagi, pemerintah didesak untuk memprioritaskan pengadaan vaksin buatan dalam negeri.

Dia mendesak, Kementerian Kesehatan, BPOM, peneliti, sponsor, dan pihak-pihak yang terlibat dalam penelitian Vaksin Nusantara  duduk bersama. Harus dicarikan formulasi yang tepat untuk menyamakan perbedaan persepsi dan pandangan terkait penelitian yang dilaksanakan. Dengan begitu, penelitian ini bisa segera dilanjutkan.

"Pemerintah tidak bisa tinggal diam. Di tengah isu embargo saat ini, campur tangan pemerintah menjadi faktor penentu. Jangan biarkan negara lain mendahului kita dalam penelitian vaksin dentritik seperti ini. Indonesia harus mandiri dan berdaulat dalam rangka melindungi kesehatan warga masyarakat,” beber Saleh.

Rekan sejawat Saleh,  Lucy Kurniasari juga menyatakan hal senada. "Kalau itu (embargo) terjadi, maka keperluan 15 juta dosis per bulannya untuk vaksinasi tidak akan dapat dipenuhi. Hal ini tentu akan mengganggu jadwal vaksinasi pada bulan-bulan mendatang," kata Lucy, Minggu (28/3/2021).

Pemerintah, kata dia, harus dapat mengatasi adanya embargo vaksin Covid-19. Segala upaya harus dilakukan pemerintah agar tersedia stok vaksin minimal 15 juta dosis per bulannya.

Baca Juga: Dokter Paru Mereaksi Jokowi Soal Endemi

 

Ada Negara yang Kelebihan

Sementara itu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebut sebetulnya ada negara yang memiliki dosis vaksin lebih dari cukup. Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, mengimbau agar negara dengan suplai vaksin Corona yang cukup mendonasikannya ke COVAX agar kemudian didistribusikan ke dunia.

"Peningkatan permintaan terhadap vaksin COVID-19 berujung pada penundaan jutaan dosis yang ditunggu oleh COVAX," kata Tedros seperti dikutip dari situs resmi WHO.

"Ada banyak negara yang bisa mendonasikan dosis vaksin tanpa mengganggu rencana program vaksinasinya... Mendonasikan dosis vaksin ini memang bisa jadi keputusan politik yang sulit dan pemerintah harus menunjukkan dukungan untuk masyarakatnya," lanjut Tedros. jk/cr2/ril

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU