DPRD: Pasien Non Reaktif, tak Wajib Perawatan

author surabayapagi.com

- Pewarta

Senin, 20 Jul 2020 22:16 WIB

DPRD: Pasien Non Reaktif, tak Wajib Perawatan

i

Sekretaris Komisi D, DPRD Kota Surabaya, dr Akmarawita Kadir (kanan) dan Anggota Dewan Komisi D Tjutjuk Supariono (kiri)

SURABAYAPAGI.COM, Surabaya – Hasil Investigasi Surabaya Pagi pun direspon oleh beberapa anggota dewan baik DPRD kota Surabaya dan DPRD Jawa Timur, Senin (20/7/2020).

Sekretaris Fraksi Partai Golkar, DPRD Kota Surabaya, sekaligus Sekretaris Komisi D, DPRD Kota Surabaya, dr Akmarawita Kadir menjelaskan bila rumah sakit, dokter, dan perawat sebetulnya sudah ada SOP Covid-19 langsung dari Kementrian Kesehatan.

Baca Juga: Pokemon Run 2024 Ramaikan kota di Surabaya

"Betul-betul ketat, kalau misanyalnya ada perubahan maka di SOP ada dasarnya. Maka dalam mendiagnosa covid, maka dasarnya harus disertakan. Bila ada rumah sakit yang tidak ada dasar atau tidak sesuai dengan prosedur SOP Covid, maka itu harus di usut," jelas adik kandung politisi Golkar di Komisi III DPR RI, Adies Kadir ini Senin (20/7/2020).

Politisi Golkar ini turut menegaskan bila pasien yang terkonfirmasi positif maka tidak dibebankan untuk membayar biaya rumah sakit.

Lanjutnya, Akmarawita Kadir juga mengungkapkan bila saat ini masyarakat ketatukan untuk pergi ke rumah sakit. "Takut nanti divonis Covid-19. SOP saat ini ada suspek dan terkonfirmasi, bila suspek ini sudah di lihat dengan foto toraks yang mengarah pada gejala covid. Bila ada rumah sakit yang bermain maka tidak dibenarkan dan diancan pidana karena merubah data pasien. Kita akan kordinasi dengan dinas kesehatan agar dilakukan pengecekan, apakah rumah sakit tersebut melanggar atau tidak," ungkap dr Akmawatiwa.

 

Dewan Siap Advokasi

Senada dengan hal tersebut, Anggota Dewan Komisi D, sekaligus Sekretaris Fraksi PSI, Tjutjuk Supariono mengungkapkan bila pasien yang non reaktif maka mereka berhak untuk tidak melanjutkan perawatan. "Sebetulnya bila ada pasien yang non reaktif maka mereka berhak untuk tidak melanjutkan perawatan yang merujuk pada perawatan covid. Bila ada yang memaksa melanjutkan bisa melapor komisi D atau langsung menghubungi saya,” ungkap bro Tjutjuk.

"Jadi kami akan memberikan masukan kepada dinas kesehatan kota. Kami siap berdiri didepan masyarakat, pihak rumah sakit sempat kita hearing bila mereka cukup kesusahan tapi untuk saat ini jangan untuk meminta pada masyarakat. Intinya saya tidak setuju bila rumah sakit meminta uang atau membebani masyarakat," tambahnya.

Baca Juga: Atasi Banjir dari Saluran Air di Seluruh Kampung

Terpisah, anggota Komisi E DPRD Jatim, Mathur Husyairi memberikan pendapatnya mengenai rumah sakit yang mengakali data pasien Covid-19 demi mendapat anggaran. "Kami sangat menyayangkan jika ada pihak rumah sakit ada yang bertindak seperti itu. Anggaran itu disiapkan untuk hal yang penting, apalagi kalau sampai mengakali untuk Covid-19 seperti ini. Menurut saya pribadi sangat tidak manusiawi," ujar Mathur kepada Surabaya Pagi, Senin (20/7/2020)

Dirinya mengatakan jika terbukti ada laporan mengenai hal tersebut, maka pihak rumah sakit harus siap untuk menjelaskan apa yang diperbuat. Dan jika terbukti bersalah, maka juga harus siap untuk diberi sanksi.

Politisi PBB ini juga menjelaskan bahwa Covid-19 ini tidak seharusnya dijadikan sebagai lahan untuk mendapatkan keuntungan, apalagi dengan menggunakan anggaran negara yang memang telah disiapkan untuk menanggulangi Covid-19 di Indonesia.

 

Ada Etika Rumah Sakit

Baca Juga: Wakil Ketua DPRD Surabaya AH Thony Ajak Warga Budayakan Tidak Buang Sampah di Saluran Air

Sementara, Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Jawa Timur, Sutrisno berpendapat jika isu mengenai rumah sakit yang mengakali data pasien Covid-19 demi mendapat anggaran negara perlu untuk diverifikasi kebenaran informasinya. "Perlu diverifikasi kebenaran informasinya, rumah sakit mana yang dicurigai nanti bisa dilakukan audit oleh Dinas Kesehatan, PERSI dan oleh pihak rumah sakit terkait," ujar Sutrisno kepada Surabaya Pagi, Senin (20/7/2020).

Sutrisno mengatakan jika pihak rumah sakit harus berpikir seribu kali untuk melakukan hal tersebut. Ini dikarenakan pasti ada sanksi jika rumah sakit tersebut terbukti melakukan pelanggaran mengenai data pasien Covid-19 demi mendapat anggaran negara.

"Di rumah sakit itu ada etika rumah sakit, sanksinya lumayan banyak macamnya. Mulai dari teguran, hingga penghentian operasional. Mungkin juga ada aspek pidana juga. Tegurannya sangat keras yang pasti," kata Sutrisno.

Namun dirinya juga menghimbau di tengah suasana seperti ini, semuanya harus kondusif. Masyarakat dan seluruh elemennya harus mendukung apa yang dilakukan pemerintah untuk menanggulangi Covid-19. Dirinya juga berpesan agar masyarakat Jatim harus lebih optimis untuk menghadapi pandemi Covid-19. Hal ini dikarenakan data kesembuha pasien Covid-19 di Jawa Timur beberapa waktu terakhir ini lebih banyak dibandingkan daerah lain di Indonesia. tim

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU