Efendi Gozali Sewot, Dipanggil KPK

author surabayapagi.com

- Pewarta

Selasa, 30 Mar 2021 21:40 WIB

Efendi Gozali Sewot, Dipanggil KPK

i

Pakar komunikasi Universitas Indonesia Effendi Gazali yang dipanggil KPK

 

Dosen Komunikasi UI ini Merekomendasi Satu Vendor untuk Proyek Bansos Saat Mensos Dijabat Juliari Butubara

Baca Juga: 2 Crazy Rich Jakarta dan Surabaya, Ditahan Kejagung

 

 

SURABAYAPAGI.COM, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah memeriksa pakar komunikasi Universitas Indonesia Effendi Gazali. Pemanggilan ini membuat publik figur ini sewot (jengkel, kecewa dan marah).

KPK menegaskan mempunyai bukti terkait dugaan titip perusahaan untuk jadi vendor pengadaan bantuan sosial (bansos) pada 2020 yang dilakukan pakar komunikasi Universitas Indonesia Effendi Gazali.

Lembaga Antikorupsi berjanji bakal ini membeberkan bukti itu dalam persidangan.

"Pada waktunya nanti, pada proses persidangan, silakan Pak Effendi ikuti, karena itu terbuka untuk umum, termasuk soal hasil penyidikan akan kami buka seluruhnya beserta alat bukti yang kami miliki," kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK bidang penindakan Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Selasa kemarin (30/3).

Ali menegaskan pihaknya tidak salah menyebut Effendi diduga titip perusahaan. Namun, saat ini, informasi itu masih harus ditutup rapat-rapat.

"Kami yakin yang bersangkutan (Effendi Gazali) mengetahui soal ini," tambah Ali.

 

Effendi Gozali Merekomendasi

Sebelumnya, Effendi diperiksa KPK pada Kamis (25/3). Effendi diduga merekomendasikan salah satu perusaahaan. "Effendi diduga merekomendasikan salah satu vendor yang diusulkan saksi melalui tersangka AW (pejabat pembuat komitmen Adi Wahyono) untuk mengikuti pengadaan Bansos di wilayah Jabodetabek tahun 2020 di Kemensos," kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK bidang penindakan Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Jumat minggu lalu (26/3). Saat itu Mensos masih dijabat

Juliari Batubara.

Effendi mengaku punya kedekatan dengan Adi. Dia merupakan salah satu mahasiswanya.

Effendi pernah bertemu Adi pada 2020 untuk membahas pengadaan bansos.

Pertemuan itu sudah dibeberkan ke penyidik. Dia ogah membeberkan isi pertemuan Adi. Effendi buru-buru menghindari wartawan.

 

Effendi Gazali Desak KPK

Melalui sebuah surat, Effendi Gazali mendesak agar KPK membuka nama vendor besar penerima jatah pengadaan bansos COVID-19. Hal ini disampaikannya setelah dia diperiksa sebagai saksi beberapa waktu yang lalu.

“Saya sebagai warga negara mengajukan permohonan berdasarkan UU Keterbukaan Informasi Publik. Informasi yang saya minta adalah nama vendor dan kuotanya masing-masing pada tiap tahap pengadaan bansos Kemensos di Jabodetabek Tahun 2020 yaitu bansos reguler tahap 1 sampai tahap 12,” katanya seperti dikutip dari surat tertanggal Senin, 29 Maret.

Baca Juga: Lagi, KPK Periksa Kabag Perencanaan dan Keuangan Setda Lamongan

Dia merasa perlu mendesak KPK, karena pernah diperiksa sebagai saksi berkaitan dengan dugaan pemberian rekomendasi UMKM untuk bansos COVID-19 itu. Apalagi, selama ini hanya ada informasi bila jumlah paket bansos di Jabodetabek adalah 22.800.000 paket dengan sekitar 107 vendor.

“Legal standing saya adalah karena dipanggil sebagai saksi yang didalami atau dianggap merekomendasi sebuah UMKM setelah pemilknya mengadu tersisih oleh dewa-dewa pada Seminar Bansos (yang digelar, red) pada 23 Juli,” tegasnya.

 

Tak Terjadi Pembunuhan Karakter

“Supaya klir juga UMKM tersebut setelah 23 Juli diberi kuota berapa sesungguhnya, apa betul 20 ribu dari total 22.800.000 paket bansos,” imbuh akademisi ini.

Effendi juga menegaskan, permohonan pembukaan informasi publik ini penting agar tidak terjadi hoaks dan pembunuhan karakter di antara warga negara. “Yang kemudian menjadi keliru ketika di muat di media,” ujarnya.

“Saya berharap agar data informasi publik ini dapat dibagikan serta seluruh vendor yang dianggap pemberi rekomendasi dipanggil ke KPK demi keadilan,” tutup Effendi.

Indonesia Corruption Watch (ICW) menyoroti penyidikan KPK dalam kasus dugaan suap bantuan sosial (bansos) COVID-19 Jabodetabek. ICW beranggapan ada upaya dari internal KPK untuk membuat kasus tersebut tertutup dan tak merembet ke sejumlah pihak.

“Sampai saat ini penanganan perkara di tingkat penyidikan masih menuai banyak problematika. ICW beranggapan, ada upaya dari internal KPK yang ingin menutup perkara ini agar tidak merembet ke banyak pihak,” kata peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, dalam keterangannya, Senin (29/3).

 

Baca Juga: Dalami Korupsi Pembangunan Gedung Pemkab, KPK Periksa Eks Ketua DPRD Lamongan

Ketua Komisi III

ICW berpandangan demikian, karena terdapat pihak-pihak yang belum diusut tuntas di perkara tersebut. Salah satunya mengenai munculnya nama Ketua Komisi III DPR, Herman Hery, dari kesaksian eks Plt Direktur Perlindungan Sosial Korban Bencana Sosial Kemensos, Adi Wahyono, di persidangan.

Terdapat perusahaan terafiliasi Herman Hery yang disebut mendapatkan bagian dari kuota bansos sebanyak 1,9 juta paket yang dimiliki eks Mensos Juliari Batubara. Atas keterangan saksi tersebut, ICW mendesak KPK segera memeriksa Herman Hery.

“Memanggil Herman Herry, Ketua Komisi III DPR RI, sebagai saksi. Hal ini penting, sebab, dalam forum persidangan, saksi Adi Wahyono, telah menuturkan bahwa Herman mendapatkan satu juta paket pengadaan sembako,” kata Kurnia.

Selain itu, kata Kurnia, KPK harus segera menggeledah kantor anggota DPR, Ihsan Yunus. Sama seperti Herman Hery, nama Ihsan Yunus turut disebut Adi menerima bagian dari kuota yang dimiliki Juliari Batubara

“Sejauh ini, berkaitan dengan Ihsan Yunus, KPK baru menggeledah kediaman orang tua dari politisi tersebut dan rumah pribadinya. Sedangkan ruangan kerja Ihsan sepertinya belum pernah didatangi oleh penyidik,” kata Kurnia.

Kurnia menyatakan KPK harus segera bertindak atas munculnya 2 nama politikus PDIP tersebut. Sebab waktu penanganan perkara bansos sudah sangat mepet.

Berdasarkan masa penahanan yang tertuang dalam Pasal 24 dan Pasal 25 KUHAP, disebutkan bahwa selama penyidikan dan penuntutan, penegak hukum memiliki waktu 110 hari untuk kemudian melimpahkan berkas perkara ke pengadilan. Adapun Juliari dkk ditahan pada 6 Desember 2020.

“Maka dari itu, jika ditarik mundur, pada awal April mendatang, berkas perkara atas nama tersangka Juliari P Batubara, mantan Menteri Sosial, akan dilimpahkan KPK ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta,” kata Kurnia.

Dalam perkara ini, Juliari diduga menerima suap hingga Rp 17 miliar. Suap itu dari para vendor bansos yang dapat paket supplier dalam bansos corona wilayah Jabodetabek. Suap diduga berasal dari permintaan jatah Rp 10 ribu dari tiap paket bansos yang disalurkan senilai Rp 300 ribu. n erc/jk/cr2/rmc

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU