Gaji Memang Pas-pasan, tapi soal Pergaulan Bebas......

author surabayapagi.com

- Pewarta

Jumat, 09 Okt 2020 22:20 WIB

Gaji Memang Pas-pasan, tapi soal Pergaulan Bebas......

i

Aksi demo buruh menolak UU Cipta Kerja di Surabaya, Kamis (8/10/2020).

 

‘Mengintip’ Kehidupan Buruh di Surabaya

Baca Juga: Gibran Absen di Otoda 2024 Surabaya, Mendagri Tito Bocorkan Alasannya

 

SURABAYAPAGI.COM, Surabaya - Unjuk rasa besar-besaran  menolak disahkannya UU Cipta Kerja mencerminkan kerasnya niat dan usaha para buruh untuk memperbaik kualitas hidup. Hal yang sangat wajar jika UU ditolak, karena para buruh menganggap nasib mereka bakal lebih sengsara. Lalu, bagaimana sebenarnya kehidupan para buruh di Surabaya? Berikut ini penelusuran tim Surabayapagi;

Secara umum, dari hasil penelusuran wartawan, kehidupan buruh di kota Surabaya  kurang mencukupi. Di kawasan Rungkut industri, Jumat (9/10/2020) tepat jam makan siang, terlihat segerombolan buruh yang beristirahat makan sembari bergurau dengan rekan-rekannya.

Tidak sedikit di antara mereka yang lebih memilih untuk membawa bekal dari rumah dari pada membeli di warung. Rata-rata,  mereka adalah buruh di salah satu perusahaan di kawasaan Rungkut industri.

Salah satu buruh bernama Sunyoto mengatakan,  dirinya  bekerja sebagai buruh bongkar muat di perusahaan distributor minyak goreng. Dia  indekost di sekitar kawasan tersebut tinggal bersama istri dan kedua anaknya. Tempat tinggal itu, ia sewa dengan harga murah.

"Saya sudah berumah tangga dan punya anak dua anak yang masih kecil, dengan gaji yang pas-pasan terpaksa saya harus cari tempat kost yang murah," ujarnya.

Dari hasil pantauan Surabaya pagi, kost di kawasan Rungkut industri tersebut mayoritas dihuni oleh kalangan buruh. Kehidupan yang sangat sederhana tampak terlihat jelas.

Tidak hanya Sunyoto, ada juga Fitria (29). Warga asli Kudus, Jawa Tengah ini menceritakan jika dirinya harus tinggal di tempat yang dihuni berdua dengan rekannya.

Dengan alasan yang sama, dirinya terpaksa tinggal bersama rekannya karena karena penghasilan yang ia terima terbilang kecil. Yang mengagetkan,  dalam keseharian,  Fitria beranggapan jika  pergaulan bebas adalah hal yang  wajar baginya.

Baca Juga: SK Kwarda Jatim Terbit, Semangat Baru Bagi Pramuka Jawa Timur

"Pergaulan bebas seperti apa dulu nih mas, kalau main pulang malam sih sudah biasa. Kalau free sex sih lihat dulu orangnya, manis gak, berduit gak," terangnya sambil tertawa.

Fitria juga menambahkan, seks bebas yang ia lakukan ada batasannya, ia hanya mau melakukan hal itu dengan kekasihnya. "Gak semua pria saya mau mas, kayak wanita murahan aja. Kalau mau sudah banyak yang ajakin dari dulu, meskipun ajaknya dengan kode-kode atau mancing pembicaraan menjurus kesitu," ucapnya.

Rungkut adalah salah satu pilihan bagi mayoritas buruh, karena lokasi yang strategis dan jarak tempuh yang dekat menjadi alasan tersendiri bagi kaum buruh.

 Hal itu ditegaskan lagi oleh Agus Hartono, pegawai Pabrik Roti di kawasan Waru, Sidoarjo. "Selain lokasinya deket dari pabrik, cari makan juga gampang mas di sini (Rungkut). Ya meskipun harga kos nya agak mahal," ungkap Agus yang tinggal di kos keluarga dengan kedua orang tua dan satu kakak.

Agus mengaku h sangat gusar dengan UU  Cipta Kerja. "Jangankan UMK ditiadakan, pas ada UMK aja masih ngirit ngirit mas. Harus biayain orang tua, bayar cicilan dan kebutuhan lainnya," tambah Agus.

Baca Juga: Hari Kamis, Presiden Jokowi Dijadwalkan ke Surabaya

Tingginya nilai UMK di Surabaya dan Sidoarjo membuat mereka memilih bekerja di kawasan itu.

Beberapa buruh dari luar kota yang tinggal di Medokan Asri Surabaya juga mengeluhkan UU Omnibus Law tersebut. "Saya tiap bulan harus ngirim uang ke ibu saya mas buat memenuhi kehidupannya. Kalau bukan saya ya gak ada lagi," Rijal, buruh yang lain.

Kehidupan kaum buruh terbilang dalam klasifikasi menengah kebawah. Atap dan pangan menjadi prioritas bagi kaum buruh. Tidak sempat untuk menghamburkan uang, memenuhi kebutuhan primer  saja masih terbilang berat.

"Istri saya satu, anak saya dua. Satunya masih kecil, satunya sudah sekolah. Kalau ada potongan gaji, apa bisa saya menghidupi mereka mas ?," kata Rijal memelas.

Rijal memang sudah lama menetap di Surabaya. Dia sudah terbiasa dengan gaji UMK yang diterimanya. Ketika potongan gaji diputuskan, Rijal merasa hak-nya telah direduksi. Rijal juga tergabung dalam aksi yang berlangsung pada tanggal 6-8 Oktober di Surabaya. Hal itu dilakukan hanya karena Rijal ingin mempertahankan perekonomiannya.tyn/emb

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU