Gugatan Ditolak MK, MA Legowo

author surabayapagi.com

- Pewarta

Selasa, 16 Feb 2021 21:20 WIB

Gugatan Ditolak MK, MA Legowo

i

Machfud Arifin saat memberikan suaranya pada Pilkada Surabaya 2020 lalu.

 

SURABAYAPAGI.COM, Jakarta - Majelis hakim Mahkamah Konstitusi menolak permohonan sengketa hasil pilkada Surabaya yang diajukan pasangan calon wali kota Surabaya dan wakil wali kota Surabaya nomor urut 2 Machfud Arifin (MA)-Mujiaman.

Baca Juga: MK tak Utak-atik Keabsahan Gibran, Nitizen Koar-koar

Dengan demikian, MK tidak melanjutkan proses sidang sengketa pilkada tersebut. Putusan nomor 88/PHP.KOT-XIX/2021 tersebut disampaikan Ketua Majelis Hakim Anwar Usman dalam sidang putusan sela secara daring, Selasa (16/2/2021).

"Menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima," kata Anwar Usman.

Menanggapi keputusan MK ini, Machfud Arifin dan Mujiaman menyatakan legowo. Keduanya yang didampingi tim kuasa hukum mengaku menghormati proses konstitusional yang telah diputuskan.

”Pada prinsipnya, Kami menghormati proses konstitusional tersebut,” ujar Machfud Arifin dalam keterangan tertulisnya pada Selasa (16/2).

Soal tuntutan dan gugatan sengketa pilkada, Machfud Arifin menegaskan bahwa sejak awal dia tidak melihat menang dan kalah. Namun, sebagai pertanggungjawaban publik kepada pemilih.

”Sebagaimana yang kami sampaikan sejak awal ketika permohonan diajukan ke Mahkamah Konstitusi pada 21 Desember 2020, pengajuan ke MK bukan soal menang dan kalah, tetapi jauh lebih prinsip dari hal tersebut, yaitu sebagai pertanggungjawaban publik pada pemilih kami di Surabaya selama Pilkada 2020. Sekaligus untuk menunjukkan pada publik melalui saluran yang konstitusional bahwa ada persoalan yang cukup mendasar dalam penyelenggaraan Pilkada 2020 di Surabaya,” terang Machfud Arifin.

Mantan Kapolda Jawa Timur itu memaparkan beberapa prinsip yang mendorongnya maju melakukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi. Yaitu atas dugaan kecurangan dan pelanggaran yang bersifat TSM (terstruktur, sistematis, dan masif). Hal itu menyebabkan ketidakadilan dalam penyelenggaraan pilkada.

”Misalnya, keterlibatan Pemerintah Kota Surabaya yang memanfaatkan program, kegiatan, dan kewenangan sehingga dapat menguntungkan pasangan calon tertentu. Juga penggunaan dan alokasi bantuan sosial, berupa Bantuan Sosial Tunai, Bantuan Sosial Beras, dan Program Keluarga Harapan,” ujar Machfud.

Selain itu, penggunaan program pemerintah pembangunan dan perbaikan fasilitas umum, program makan gratis untuk pemilih lanjut usia, program kampung tangguh, dan mobilisasi ASN.

Baca Juga: MK tak Temukan Bukti Empiris Bansos Pengaruhi Secara Paksa Pilihan Pemilih

Ketua tim kuasa hukum, Veri Junaidi memaparkan bahwa sidang pendahuluan di MK telah dilakukan sebanyak tiga kali. Yakni pada 26 Januari, 2 Februari, dan Selasa (16/2) dengan agenda pembacaan putusan atau ketetapan MK bersama sejumlah perkara lainnya.

”Dengan tetap menghormati proses konstitusional tersebut, kami menghargai sikap MK menunda pemberlakuan ambang batas sebagaimana diatur pada pasal 158 UU Pilkada dengan terlebih dahulu melihat beberapa aspek pokok perkara. Akan tetapi, kami memberikan catatan terkait dengan terbatasnya ruang untuk dapat memaparkan bukti-bukti awal dalam persidangan pendahuluan. Sehingga, hal tersebut dapat berakibat ruang untuk menggali kebenaran materil atau substantive justice juga lebih terbatas,” ujar Veri.

Atas putusan tersebut, Veri berharap ada beberapa perubahan dan perbaikan yang dilakukan. Di antaranya, Mahkamah Konstitusi dapat memberikan ruang lebih besar untuk proses pembuktian di tahap pendahuluan. Agar indikasi kecurangan yang TSM dapat lebih dielaborasi untuk menggali kebenaran materi dan substantive justice sehingga bisa meyakinkan mahkamah dalam mengambil keputusan.

”Kami berharap penyelenggara pilkada agar lebih memastikan proses kontestasi politik dilakukan tanpa kecurangan dan pelanggaran agar tidak merugikan hak konstitusional masyarakat sebagai pemilih dan pasangan calon kepala daerah. Kemudian Bawaslu dan Sentra Gakumdu agar secara sungguh-sungguh dan independen menjalankan tugas melakukan pengawasan dan penegakan hukum tanpa khawatir diintervensi atau tanpa berpihak pada kekuasaan,” papar Veri.

Veri juga menyampaikan terima kasih pada seluruh tim yang berjibaku sejak awal memperjuangkan ide dan harapan agar Surabaya benar-benar menjadi kota yang lebih baik dan manusiawi ke depan, dan juga para advokat yang tergabung dalam Tim Advokasi Hukum.

”Kami juga sampaikan penghargaan yang sebesar-besarnya pada masyarakat di Surabaya, terutama para pemilih yang telah dengan yakin datang ke TPS untuk menentukan pemimpin ke depan,” ucap Veri.

Baca Juga: MK tak Temukan Bukti Yakinkan Jokowi Intervensi Syarat Perubahan Usia Cawapres

 

Selisih Jauh

Hakim Anwar Usman dalam sidang putusan sela secara daring, Selasa (16/2/2021) menjelaskan alasan pihaknya menolak permohonan MA-Mujiaman. "Menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima," kata Anwar Usman.

Salah satu pertimbangan majelis hakim, selisih perolehan suara antara pemohon dengan termohon melebihi presentase yang disyaratkan Pasal 158 Ayat 2 huruf d Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah yakni 0,5 persen.

Sementara selisih perolehan suara keduanya 13,89 persen. Perolehan suara Eri Cahyadi-Armuji dari hasil rekapitulasi KPU Surabaya sebanyak 597.540 suara. Sementara Machfud Arifin-Mujiaman sebanyak 451.794 suara. "Selain itu, juga tidak ada bukti yang meyakinkan mahkamah bahwa pelanggaran terstruktur, sistematis dan massif yang didalilkan pemohon berpengaruh pada perolehan suara pasangan calon," terang Anwar.jk/alq

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU