Gusur Rumah Sejarah untuk Parkir Mall, Inikah Kebaikan Risma

author surabayapagi.com

- Pewarta

Selasa, 10 Nov 2020 21:47 WIB

Gusur Rumah Sejarah untuk Parkir Mall, Inikah Kebaikan Risma

i

Sorotan Wartawan Muda, Raditya Mohammar Khadafi

 

Sorotan “Kebaikan” Risma yang Diusung Paslon Eri-Armuji (8)

Baca Juga: Jelang Lebaran, Disnakertrans Jatim Buka 54 Posko Pengaduan THR

 

 

“Lebih baik kita hantjoer leboer daripada tidak merdeka…”

(Bung Tomo saat menyongsong serangan sekutu ke Surabaya, 9 November 1945.)

 

 

SURABAYAPAGI.COM, Surabaya - Hari Selasa kemarin, tanggal 10 November 2020. Semua anak bangsa memperingati Hari Pahlawan.

Peringatan ini dapat dijadikan sebagai cermin atau refleksi tentang pengorbanan, keteladanan, dan keteguhan pahlawan Indonesia. Termasuk arek Suroboyo, Bung Tomo.

Peringatan mengenang nilai kepahlawan Bung Tomo, untuk menggapai harapan masa depan. Utamanya bekerja dan bekerja untuk mewujudkan masyarakat adil dan sejahtera sebagai cita-cita perjuangan bangsa.

Nilai kepahlawanan ini mewujudkan Sila Kelima Pancasila. Sekaligus momentum menumbuh kembangkan nilai-nilai persatuan, kepahlawanan, keperintisan, dan kesetiakawanan sosial.

Nah, Kini dengan digusurnya bangunan berserajarah di rumah Jalan Mawar 10-12, Surabaya, arek arek Suroboyo seperti “disihir” agar tidak mengenal tempat Bung Tomo membakar semangat arek-arek Suroboyo.

Ironisnya, proses pembongkaran rumah bersejarah itu lolos, saat wali kota dijabat Risma. Inkah yang dinamakan kabaikan Risma yang akan dilanjutkan paslon Eri-Armuji.

Bayangan saya, bila paslon Eri Cahyadi-Armuji, meneruskan kepemimpinan yang menggusur rumah bersejarah dan telah dijadikan cagar budaya seperti Bu Risma, akan jadi apa peradaban kota Surabaya yang bisa diwariskan atau nikmati generasi milenial sekarang dan akan datang.

Kini di sekeliling lahan seluas 15 x 30 meter itu sudah dipasangi pagar setinggi 2 meter. Rumah tersebut telah dibeli oleh Plaza Jayanata dan akan dibongkar untuk lahan parkiran.

Pertanyaannya, benarkah sebagai wali kota Surabaya, Bu Risma membiarkan praktik transaksi bisnis properti yang mengusur cagar budaya?.

Pertanyaannya, apakah pelaku bisnis properti dan birokrat yang rela membongkar rumah “peninggalan” heroisnya Bung Tomo, masih termasuk warga kota yang memiliki nilai-nilai kepahlawanan yang mendalam?

Menurut logika kewartawanan saya, sebagai kepala daerah yang masih menghargai nilai-nilai kepahlawanan, Wali Kota Surabaya, Bu Risma, mestinya tidak membiarkan pembongkaran rumah yang memiliki nilai sejarah 10 November 1945.

Apalagi, rumah bersejarah di Jalan Mawar No 10-12 Surabaya itu telah ditetapkan sebagai salah satu cagar budaya di Surabaya.

Baca Juga: Mengatasnamakan Media Nasional, Warga Lamongan Diperas Wartawan Gadungan

***

Saya, pada hari Pahlawan seperti kemarin, bertanya apakah sebagai Wali Kota Surabaya, Bu Risma, tidak mendalami makna hari Pahlawan? Apakah Bu Risma, tidak mengenal ketokohan Bung Tomo? Apakah Bu Risma, tidak pernah mendengar cara Bung Tomo, menggelorakan semangat arek-arek Suroboyo?

Pekik kepahlawanan Bung Tomo, disuarakan dari rumah Jl. Mawar No. 10-12 Surabaya? Ada apa sebagai Wali Kota, Bu Risma rela bengunan bersejarah itu digunakan Plasa Jayanata untuk lahan parkir.

Apakah Bu Wali Kota Risma, tidak pernah membaca kisah heroisnya Bung Tomo alias Sutomo?  Sejarah Indonesia mencatat Bung Tomo, dicatat sosok arek Suroboyo yang tahun 1945 sukses membakar semangat arek-arek Suroboyo untuk melawan tentara Inggris dan NICA-Belanda. Penjajah ini saat itu  ingin kembali menduduki Tanah Air setelah kekalahan Jepang.

Bung Tomo. yang saya pelajari dari buku sejarah, dikenal jago orasi. Kemampuan pidatonya telah dia buktikan. Melalui corong Radio Republik Indonesia (RRI) Bong Tomo mendorong gelora perlawanan pejuang di Surabaya. Allahu Akbar! Merdeka! Itulah pekik keramat yang disisipkan Bung Tomo dalam pidatonya.

Tahun 1945, Bung Tomo tak sembarangan memilih Takbir dan kata merdeka dalam pidatonya. Kata demi kata dia pilih dengan sangat cermat untuk memompa semangat para pejuang kala itu. Dia sadar siapa lawan para pejuang. Tentara-tentara Eropa itu jelas-jelas dilengkapi senjata modern era itu. Sehingga, dia berusaha membuat bara dalam jiwa setiap pejuang di Surabaya.

Sebagai jurnalis muda yang tinggal dan lahir di kota pahlawan ini, saya terus belajar dari sejarah Indonesia merdeka. Termasuk nilai-nilai kepahlawanan.

Pertanyaan saya, apakah Bu Wali Kota Risma, tidak menghargai kepahlawanan Bung Tomo? Sekaligus rumah yang tahun 1945 dipakai menggelorakan semangat juang arek-arek Suroboyo.

Jujur, meski usia saya jauh dibawah umur Bu Risma, saya merasakan sejati nilai kepahlawanan tidak akan pernah usang atau lekang dimakan jaman.

Peringatan Hari Pahlawan seperti yang dilakukan di Taman Makam Kalibata dengan Irup Presiden Jokowi, Selasa kemarin, buat saya yang jurnalis muda, selalu menjadi penting.

Baca Juga: Unesa Terima 4.733 Camaba Lewat Jalur SNBP 2024

Antara lain dapat saya gunakan sebagai barometer tentang seberapa kuat keyakinan anak-anak muda seusia saya terhadap nilai-nilai kejuangan dari suatu proses kehidupan berbangsa dan bernegara.

Disamping mengenang  jasa dan pengorbanan para pahlawan dan pejuang untuk mewujudkan kemerdekaan saat penjajahan dulu. Sejarah mencatat para pahlawan yang dimakamkan di semua taman makam pahlawan adalah pahlawan yang menjaga tetap utuhnya negara kesatuan Republik Indonesia.

Jadi, diakui atau tidak oleh pemilik Plasa Jayanata dan Bu Wali Kota Risma, para pahlawan termasuk Bung Tomo adalah pelaku perubahan. Mereka tidak pernah rela mengusung kata perubahan untuk mendapatkan kekuasaan dan bintang jasa. Aura perubahan yang pernah digaungkan oleh Bung Tomo, karena gelora jiwa kepahlawanannya yang setia pada kebenaran, keadilan, dan kesejahteraan orang banyak, serta kasih sayang.

Kini dengan digusurkan rumah Jl. Mawar No 10-12 Surabaya, dimana lagi anak muda bisa napak tilas mengenali tempat-tempat bersejarah di Surabaya.

Selasa (10/11/2020) kemarin, saya sengaja melewati Jalan Mawar Surabaya untuk ‘’mengingatkan’’ pekik perjuangan suara Bung Tomo.

Saya sedih, rumah itu kini telah dibongkar. Padahal tahun 1945 dikenal sebagai  markas radio Pahlawan Nasional, Sutomo atau Bung Tomo.

Malam tadi, setelah sholat Magrib, saya bertanya, apakah Bu Risma sebagai Kepala Daerah Surabaya, layak dianggap lalai menjaga dan melestarikan bangunanan cagar budaya?

Kemudian disusul pertanyaan besarnya apakah kini saat Kota dalam pengelolaan kepemimpinan Bu Risma, brand kota Pahlawan telah tergerus oleh bisnis properti bos-bos berduit.

Bu Risma, tolong dijawab. Paling tidak oleh Mas Eri dan Cak Armuji, yang menganggap ada  kebaikan-kebaikan dari Bu Risma yang perlu diteruskan. Subhanallah. ([email protected])

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU