Home / Hukum dan Kriminal : Sambo Tetap Dihukum Mati

Hakim Banding, Serap Suara Publik

author surabayapagi.com

- Pewarta

Rabu, 12 Apr 2023 21:30 WIB

Hakim Banding, Serap Suara Publik

i

Terlihat, majelis hakim PT saat membacakan vonis banding terhadap Sambo dan Putri.

Dalam Memutus Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi, Bukan Karena Tekanan Publik, Tetapi Serap Suara Publik 

 

Baca Juga: Kejanggalan Kematian Tragis Ibu Muda di Gresik Tewas Dirampok, Gelagat Ekspresi Suami Mulai Disorot

Hakim Banding juga Tak Tanggapi Usikan Sambo, atas Vonis Rendah Elizier. Sedangkan, Hukuman Putri Candrawathi Juga Tetap 20 Tahun

 

SURABAYAPAGI.COM, Jakarta - Majelis hakim banding di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Rabu (12/4/2023) memutuskan menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang menjatuhkan vonis mati terhadap Ferdy Sambo dan hukuman 20 tahun istri Sambo. Putusan banding ini, hakim menilai bukan karena tekanan publik, tetapi justru serap suara publik.

"Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan 796/Pid.B/2022/PN JKT.SEL tertanggal 13 Februari 2023 yang dipintakan banding tersebut," kata hakim ketua Singgih Budi Prakoso saat sidang di Pengadilan Tinggi DKI, Jalan Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Rabu (12/4/2023).

Duduk sebagai ketua majelis Singgih Budi Prakoso dengan anggota Ewit Soetriadi, H Mulyanto, Abdul Fattah, dan Tony Pribadi.

Pada tingkat pertama, Ferdy Sambo divonis hukuman mati. Sambo dinyatakan bersalah melakukan pembunuhan berencana terhadap ajudannya, Brigadir N Yosua Hutabarat.

Ferdy Sambo dinyatakan bersalah melanggar Pasal 340 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Sambo juga dinyatakan bersalah melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Sidang putusan banding Ferdy Sambo tanpa dihadiri Sambo .

"Berkaitan motif yang dilakukan pemohon banding Ferdy Sambo bahwa judex facti berpendapat motif tidak wajib dibuktikan," ujar hakim.

 

Hukum Putri Serap Publik

Sedangkan, Majelis hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta juga memperkuat hukuman istri mantan Kadiv Propam Ferdy Sambo. Artinya, hakim PT DKI Jakarta, setuju atas vonis istri mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi yang diketok hakim PN Jakarta Selatan, yakni 20 tahun penjara.

Hakim Ketua, Ewit Soetriadi mengatakan pasal yang didakwa terhadap Putri dalam kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir N Yosua Hutabarat adalah Pasal 340 KUHP. Ancaman hukuman pidananya ialah penjara maksimal 20 tahun, seumur hidup, bahkan pidana mati.

"Pasal yang didakwakan terhadap terdakwa Putri, primer yang ancaman pidananya mati, seumur hidup, dan maksimal 20 tahun," kata hakim Ewit.

Baca Juga: Cemburu, Pelajar di Kediri Diracun, Disetubuhi dan Dirampok

Majelis Hakim di Pengadilan Tinggi menguatkan putusan PN Jaksel bukan karena desakan publik. Hakim Ewit menyebut hal itu karena majelis hakim telah menyerap pendapat publik dan nilai-nilai kehidupan dalam masyarakat.

"Menimbang bahwa hukuman yang dijatuhkan oleh majelis tingkat pertama tersebut disetujui oleh majelis PT DKI bukan karena desakan publik, akan tetapi karena majelis hakim telah dapat menyerap pendapat publik, nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat, sebagaimana Pasal 5 ayat 1 Undang-Undang Nomor 48 2009 yang karenanya ini menjadi terbukanya kasus ini," ujar hakim Ewit.

 

Sambo Buat Skenario Tembak-menembak

Sambo, membuat skenario baku tembak. Skenario ini merupakan rekayasa dari Ferdy Sambo. Setelahnya, Ferdy Sambo membersihkan tempat kejadian perkara (TKP) dengan menghilangkan sejumlah barang bukti. Salah satunya yakni CCTV.

Penghilangan barang bukti ini melibatkan lebih dari 90 polisi. Tentunya, hal tersebut demi menyempurnakan skenario Sambo.

Kejanggalan mulai tercium satu demi satu. Keluarga Brigadir Yosua hingga publik meminta polisi melakukan penyelidikan lebih dalam.

 

Baca Juga: Seblak Dicampur Racun Tikus Tewaskan Montir di Lamongan

Sambo Usik Vonis Eliezer

Ada hal yang menarik dari memori banding Sambo. Mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo mengusik vonis rendah Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu, yakni 1,5 tahun penjara.

Majelis hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menyatakan tidak berwenang mengulas soal vonis Eliezer.

Mulanya, hakim membacakan memori banding penasihat hukum Sambo berkaitan perbedaan hukuman kasus pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat.

"Berkaitan dengan disparitas pemidanaan," kata hakim ketua Singgih Budi Prakoso.

Singgih mengatakan Ferdy Sambo menganggap vonis Eliezer rendah, yakni 1,5 tahun penjara, padahal Eliezer terbukti menembak Brigadir N Yosua Hutabarat. Vonis itu jauh di bawah tuntutan jaksa, yakni 12 tahun penjara.

"Di mana saksi Richard divonis jauh lebih rendah 1 tahun 6 bulan padahal diancam pasal penyertaan sebagai eksekutor penembakan," kata hakim Singgih.

Hakim Singgih mengatakan majelis tinggi PT DKI tidak berwenang untuk memberikan ulasan terhadap putusan itu. Alasannya, kata Singgih, Eliezer dan jaksa tidak mengajukan banding sehingga tidak diketahui apa yang menjadi pertimbangan putusan hakim atas putusan Eliezer. n jk/erc/rmc

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU