Home / Hukum dan Kriminal : Vonis Putri Sambo Jadi 20 Tahun Penjara

Hakim Yakin Putri Tahu Rencana Suaminya Bunuh Yosua

author surabayapagi.com

- Pewarta

Senin, 13 Feb 2023 20:46 WIB

Hakim Yakin Putri Tahu Rencana Suaminya Bunuh Yosua

SURABAYAPAGI.COM, Jakarta - Majelis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan berkeyakinan bahwa Putri Candrawathi mengetahui rencana Sambo melakukan pembunuhan terhadap Nopriansyah Yosua Hutabarat di rumah Duren Tiga Nomor 46.

Hal ini ditegaskan dengan vonis hukuman yang dijatuhkan Majelis Hakim, Senin (13/2/2023) malam tadi, dengan hukuman 20 tahun penjara. "Menjatuhkan terdakwa dengan pidana 20 tahun," ujar ketua majelis hakim Wahyu Iman Santoso saat membacakan amar putusan di PN Jakarta Selatan, Senin (13/2/2023).

Baca Juga: Kejanggalan Kematian Tragis Ibu Muda di Gresik Tewas Dirampok, Gelagat Ekspresi Suami Mulai Disorot

Dalam pertimbangan menjatuhkan putusan, hakim menuturkan sejumlah keadaan memberatkan dan meringankan untuk Putri. Hal memberatkan Putri yaitu dianggap tidak berterus terang dan menyulitkan jalannya persidangan.

Selain itu, perbuatan Putri dinilai mencoreng institusi Bhayangkari. Sementara hakim tak menyebutkan ada hal meringankan untuk Putri.

Vonis hukuman majelis hakim, jauh lebih berat dari tuntutan jaksa penuntut umum yang hanya dituntut 8 tahun penjara.

Majelis hakim membeberkan, Putri berkeyakinan rencana Sambo untuk melakukan pembunuhan mantan ajudannya itu.

Apalagi, senjata milik Yosua digunakan Sambo untuk menembak dinding di rumah Duren Tiga. Perbuatan itu dilakukan untuk menunjang skenario pembunuhan Brigadir Yosua.

"Karena faktanya senjata api HS itu diambil oleh saksi Richard Eliezer untuk diserahkan kepada terdakwa dan terdakwa menggunakannya untuk tembak ke atas tangga di rumah Duren Tiga sesuai skenario yang dibuat," katanya.

Bukti lain yang diyakini hakim ialah keberangkatan Kuat Ma'ruf dan Ricky Rizal ke Jakarta. Padahal, keduanya sehari-hari bertugas di Magelang menemani anak Ferdy Sambo.

 

Tak ada Bukti Valid

Hakim menyatakan tidak ada bukti valid istri mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, mengalami pelecehan seksual oleh ajudannya, Brigadir N Yosua Hutabarat. Hakim menyebut kecil kemungkinan Yosua melakukan pelecehan.

Hal itu disampaikan hakim saat membacakan pertimbangan dalam putusan untuk Ferdy Sambo di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (13/2/2023).

Hakim menyatakan tidak ada bukti pendukung mengarah pada kekerasan seksual atau lebih dari itu. "Dari tanggal 7 Juli tidak ada bukti pendukung yang mengarah pada kejadian yang valid adanya pelecehan seksual atau kekerasan seksual atau yang lebih dari itu," kata hakim.

 

Relasi Kuasa

Hakim juga menyinggung soal penjelasan dominasi atau relasi kuasa dalam kasus pelecehan seksual sebagaimana yang diatur dalam Surat Edaran Mahkamah Agung. Hakim menyatakan dalam relasi kuasa, Putri Candrawathi yang berstatus istri Kadiv Propam Polri memiliki posisi dominan atas Yosua.

Menurut hakim, latar belakang Putri sebagai dokter gigi juga lebih dominan dibanding Yosua yang cuma lulusan SMA, berstatus ajudan, serta berpangkat brigadir. Atas dasar itu, hakim menyatakan kecil kemungkinan Yosua melakukan pelecehan terhadap Putri. "Posisi dominan Putri Candrawathi selaku istri terdakwa yang merupakan Kadiv Propam," ujar hakim.

"Dengan adanya ketergantungan relasi kuasa dimaksud sangat kecil kemungkinan korban melakukan pelecehan seksual terhadap Putri Candrawathi," sambung hakim.

Baca Juga: Cemburu, Pelajar di Kediri Diracun, Disetubuhi dan Dirampok

 

Kuatkan Skenario Pembunuhan

Momen istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, berada di lift bersama sopirnya, Kuat Ma'ruf, naik ke lantai 3 rumah Saguling untuk menemui Ferdy Sambo diungkit oleh majelis hakim. Hakim menilai momen itu menguatkan adanya skenario pembunuhan berencana kepada Brigadir Yosua Hutabarat.

Hal itu disampaikan oleh hakim ketua Wahyu Imam Santoso di sidang vonis Ferdy Sambo. Hakim meyakini momen Kuat naik lift ke lantai tiga bersama Putri merupakan bagian dari skenario pembunuhan berencana yang telah disiapkan.

"Keberadaan Kuat Ma'ruf ke lantai tiga itu berdasarkan rekaman CCTV memang kurang lebih dari tiga menit tapi majelis hakim meyakini saksi Kuat Ma'ruf bersama Putri Candrawathi menemui terdakwa di lantai tiga," kata Wahyu.

 

Rekaman Hasil CCTV

Usai pertemuan di lantai tiga itu, Kuat Ma'ruf bersama-sama dengan Richard Eliezer, Ricky Rizal, Yosua Hutabarat, dan Putri Candrawathi menuju rumah Duren Tiga. Hakim meyakini dalam pertemuan di lantai tiga itu telah disepakati rencana dan pembunuhan kepada Yosua.

"Menimbang dari fakta yang terungkap tersebut dikaitkan dengan rekaman hasil CCTV di mana saksi Kuat Ma'ruf diajak Putri Candrawathi naik ke lantai tiga untuk bertemu dengan terdakwa adalah saksi mendengar rencana pembunuhan kepada korban Yosua Hutabarat dan skenario terjadi tembak menembak antara saksi Richard Eliezer dan korban Yosua Hutabarat," ujar Wahyu.

 

Baca Juga: Seblak Dicampur Racun Tikus Tewaskan Montir di Lamongan

Kesaksian Putri

Hakim lalu menyinggung soal momen Kuat menutup pintu dari lantai dua rumah dinas Sambo itu untuk meredam suara tembakan kepada Yosua. Perbuatan itu diyakini hakim sebagai upaya mendukung skenario yang telah disusun Sambo.

"Sehingga kemudian pada saat ia (Kuat Ma'ruf) sampai di rumah di jalan Duren Tiga Nomor 46 dia menutup pintu dari lantai 2 untuk meredam suara tembakan tersebut," tutur Wahyu

Hakim mengatakan kesaksian istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, yang mengaku sebagai korban kekerasan seksual sangat tidak masuk akal. Hakim menyinggung tidak terlihat adanya stres akibat trauma pelecehan yang dialami Putri.

Hakim mengatakan tidak ada gangguan stres pascatrauma terhadap Putri yang mengaku korban kekerasan seksual. Hal itu, kata hakim, juga bertentangan dengan kondisi korban pelecehan.

"Bahwa dari pengertian gangguan stres pascatrauma dan tahapan proses pemulihan korban kekerasan seksual perilaku Putri yang mengaku sebagai korban justru bertentangan dengan profil korban menuju proses pemulihan," kata hakim.

Hakim menyatakan tindakan Putri yang menemui Yosua usai dugaan pelecehan seksual terjadi dinilai terlalu cepat. Biasanya, kata hakim, korban kekerasan seksual membutuhkan waktu yang lama untuk memulihkan dirinya. "Tindakan Putri memanggil dan menemui Yosua di kamarnya terlalu cepat korban kekerasan seksual terhadap pelaku kekerasan seksual," kata hakim.

"Trauma akibat tindak pidana kekerasan seksual membutuhkan waktu yang cukup panjang tidak bisa sekejap mata bahkan tidak jarang ada yang menyerah sehingga korban mengakhiri hidupnya," sambungnya.

Karena itulah, hakim menyatakan Putri yang mengaku sebagai korban kekerasan seksual sangat tidak masuk akal. "Sehingga sangat tidak masuk akal dalih korban kekerasan seksual yang disampaikan Putri," ujar hakim. n erc/jk/cr2/rmc

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU