HNTI: Regulasi Kelautan Dirasa Justru Miskinkan Nelayan Tradisional

author surabayapagi.com

- Pewarta

Minggu, 17 Jul 2022 16:05 WIB

HNTI: Regulasi Kelautan Dirasa Justru Miskinkan Nelayan Tradisional

i

Ketua Himpunan Nelayan Tradisional Indonesia (HNTI) Kabupaten Lamongan, Muchlisin Amar. SP/MUHAJIRIN KASRUN

Nelayan Lamongan Minta Kewenangan Kelautan Diserahkan Kembali ke Daerah

 

Baca Juga: Kurang Konsentrasi, Truk Tabrak Tronton

SURABAYAPAGI.COM, Lamongan - Regulasi baik undang-undang maupun Keputusan Menteri (Kepmen) soal pengaturan kelautan berpotensi memiskinkan nelayan tradisional. Sebab selama ini aturannya tidak menguntungkan bagi nelayan, karena nelayan sudah dijauhkan dari pelayanan daerah, dan urusan kelautan diambil alih oleh Pemerintah Provinsi sesuai UU.

Hal itu disampaikan oleh Ketua Himpunan Nelayan Tradisional Indonesia (HNTI) Kabupaten Lamongan, Muchlisin Amar, Minggu (17/7/2022), menanggapi berbagai problem yang dihadapi nelayan tradisional selama ini, khususnya nelayan yang ada di wilayah Pantai Utara (Pantura) Paciran dan Brondong.

Ia menyampaikan soal Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, disadari atau tidak adanya UU ini justru sangat berdampak negatif bagi nelayan, karena kewenangan Pemerintah Kabupaten untuk urusan kelautan dan perikanan sekarang telah diambil alih oleh Pemerintah Provinsi.

"UU ini sudah lama diundangkan, tapi punya konsekuensi yang rumit dalam pelaksanaan di daerah, salah satunya tentang perubahan kewenangan pengelolaan laut provinsi yang semula 4—12 mil menjadi 0—12 mil," terangnya.

Karena itu lanjut Muchlisin, sangat berdampak pada lemahnya bimbingan dan pengawasan, serta rumitnya pelayanan publik. Bahkan, tegasnya, nelayan telah dijauhkan dari jangkauan pelayanan Pemerintah Kabupaten. 

Muchlisin lalu membeberkan dalam UU itu, dalam Pasal 27 Ayat 3 yang  berbunyi bahwa kewenangan daerah provinsi untuk mengelola sumber daya alam di laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling jauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan.

Muchlisin juga menyampaikan bahwa UU ini lambat laun akan berdampak serius terhadap hajat hidup masyarakat nelayan, utamanya pada sektor pelayanan. Diperparah dengan terbitnya Permen KP Nomor 18 Tahun 2021 yang dianggap belum berpihak terhadap nelayan tradisional.

Baca Juga: Bocah di Lamongan Tewas Tenggelam di Telaga

Apalagi, hingga saat ini tak ada kejelasan terkait dengan wewenang dan kelembagaannya. Apalagi pengelolaan TPI Brondong sudah diambil alih juga oleh Pemerintah Provinsi dalam hal ini Dinas Kelautan dan Perikanan.

"Kewenangan Pemerintah Kabupaten menjadi terbatas dan tidak bisa membantu nelayan, utamanya nelayan tangkap karena tidak punya kewenangan apapun dalam pengelolaan laut, baik eksplorasi, eksploitasi, konservasi, pengaturan administrasi, pengawasan tata ruang, seperti yang tertuang dalam ayat lain di pasal 27 UU tersebut," jelentrehnya.

Persoalan lain yang tak kalah serius, sebut Muchlisin, adalah soal efektifitas penanganan apabila terjadi laka laut hingga banjir bandang yang kerap terjadi tiap tahunnya di kawasan pesisir Lamongan. 

"Kerugian yang disebabkan oleh laka laut dan banjir bandang selama ini cukup banyak, baik kerugian material maupun jiwa nelayan. Sehingga penanganan darurat yang dilakukan pun harus cepat. Di sinilah diperlukannya peran cepat dari Pemerintah Daerah, tanpa harus terhalangi oleh kewenangan yang hilang akibat diambil alih Provinsi," paparnya. 

Baca Juga: Kupatan Tanjung Kodok, Lestarikan Tradisi dan Promosi Wisata Lamongan

Lebih lanjut Muchlisin menambahkan, dengan zero kewenangan pemerintah daerah ini maka kewajiban penganggaran menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi, sehingga dikhawatirkan akan sangat menyulitkan masyarakat nelayan yang membutuhkan bantuan keuangan.

"Bantuan untuk nelayan ini bakal sulit, baik bantuan pembangunan fisik maupun bantuan yang bersifat darurat seperti bantuan untuk laka laut, banjir bandang atau rob, dan lain-lain. Sebab Pemerintah Kabupaten tak memiliki postur anggaran dan tak lagi memiliki kewenangan pengelolaan laut," bebernya.

Karena itu, ia meminta dan mengusulkan agar UU 23/2014 tersebut dicabut, dan mengembalikan kewenangan pengelolaan laut kepada kabupaten, termasuk pengelolaan TPI.

 "Pemerintah Kabupaten harus diberi wewenang dalam pengelolaan wilayah pesisir. Agar bisa membantu nelayan lebih cepat, dan tidak harus ribet ngurus ke Pemerintah Provinsi, jangan sampai dengan regulasi pemerintah justru bisa berpotensi memiskinkan para nelayan," pungkasnya. jir

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU