Hukuman Edhy Prabowo Diperingan, dari 9 Tahun Jadi 5 Tahun

author surabayapagi.com

- Pewarta

Rabu, 09 Mar 2022 21:20 WIB

Hukuman Edhy Prabowo Diperingan, dari 9 Tahun Jadi 5 Tahun

i

Edhy Prabowo saat menjalani serentetan sidang beberapa waktu lalu.

SURABAYAPAGI.COM, Jakarta - Hukuman mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, dipotong Mahkamah Agung (MA)  menjadi 5 tahun penjara. Edhy sebelumnya divonis pidana 9 tahun penjara.

"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Edhy Prabowo dengan penjara selama 5 tahun dan pidana denda sebesar Rp 400 juta dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan," ujar Juru Bicara MA, Andi Samsan Nganro kepada wartawan, Rabu (9/3).

Baca Juga: KPK tak Gentar Bupati Sidoarjo, Ajukan Praperadilan

Majelis hakim kasasi juga menghukum pencabutan hak politik Edhy selama 2 tahun. Itu akan terhitung sejak Edhy selesai menjalani masa pidana pokok.

Perkara ini diadili oleh ketua majelis Sofyan Sitompul dengan hakim anggota masing-masing Gazalba Saleh dan Sinintha Yuliansih Sibarani. Putusan diketok pada Senin, 7 Maret 2022.

Majelis hakim kasasi menilai Pengadilan Tinggi DKI Jakarta tidak mempertimbangkan bahwa Edhy telah bekerja baik selama menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan. Edhy, menurut majelis hakim kasasi, memberi harapan besar kepada masyarakat khususnya nelayan.

"Dalam hal ini terdakwa mencabut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor. 56/PERMEN-KP/2016 tanggal 23 Desember 2016 dan menggantinya dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor. 12/PERMEN-KP/2020 dengan tujuan yaitu adanya semangat untuk memanfaatkan benih lobster untuk kesejahteraan masyarakat," ucap Andi.

"Lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor. 12/PERMEN-KP/2020 tersebut eksportir disyaratkan untuk memperoleh Benih Bening Lobster dari nelayan kecil penangkap BBL sehingga jelas perbuatan terdakwa tersebut untuk menyejahterakan masyarakat khususnya nelayan kecil," sambungnya.

Sebelumnya, hukuman Edhy di tingkat banding diperberat menjadi 9 tahun penjara dari semula 5 tahun penjara. Ia dinilai terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama terkait penetapan izin ekspor benih lobster.

Edhy juga dihukum membayar uang pengganti sebesar Rp9.687.447.219 dan US$77.000 dengan memperhitungkan uang yang telah dikembalikan.

Lebih lanjut, majelis tingkat banding juga mencabut hak politik Edhy selama tiga tahun setelah yang bersangkutan selesai menjalani masa pidana pokok atau hukuman 9 tahun penjara.

Baca Juga: Bupati Sidoarjo, Ingin Tempuh Banyak Cara

Edhy dinilai terbukti menerima suap sebesar US$77.000 atau sekitar Rp1,12 miliar dan Rp24,62 miliar terkait proses persetujuan pemberian izin budi daya lobster dan izin ekspor Benih Bening Lobster (BBL) kepada para eksportir.

Indonesia Watch Corruption (ICW) menilai pertimbangan hakim tidak masuk akal. "ICW melihat hal meringankan yang dijadikan alasan Mahkamah Agung untuk mengurangi hukuman Edhy Prabowo benar-benar absurd. Sebab, jika ia sudah baik bekerja dan telah memberi harapan kepada masyarakat ,tentu Edhy tidak diproses hukum oleh KPK," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana kepada wartawan, Rabu (9/3/2022).

Kurnia mengingatkan MA bahwa Edhy merupakan pelaku korupsi. Dia juga mempersoalkan Edhy yang memanfaatkan kekuasaannya sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan.

"Mesti dipahami, bahkan berulang kali oleh Mahkamah Agung, bahwa mantan Menteri Kelautan dan Perikanan itu adalah seorang pelaku tindak pidana korupsi. Ia memanfaatkan jabatannya untuk meraup keuntungan secara melawan hukum. Maka dari itu, Edhy ditangkap dan divonis dengan sejumlah pemidanaan, mulai dari penjara, denda, uang pengganti, dan pencabutan hak politik," katanya.

Selanjutnya, Kurnia menilai majelis hakim juga mengabaikan pasal 52 KUHP tentang pemberatan seseorang yang memanfaatkan kekuasaannya untuk kepentingan pribadi. Menurutnya, Edhy seharusnya dihukum lebih.

Baca Juga: Gus Muhdlor, Seolah Sosok Antikorupsi

"Regulasi itu secara spesifik menyebutkan penambahan hukuman sepertiga, bukan justru dikurangi. Selain itu, bagaimana mungkin hakim mengatakan terdakwa telah memberi harapan kepada masyarakat, sedangkan pada waktu yang sama, Edhy melakukan praktik korupsi di tengah kesengsaraan masyarakat akibat pandemi COVID-19?" katanya.

"Hukuman 5 tahun ini menjadi sangat janggal, sebab, hanya 6 bulan lebih berat jika dibandingkan dengan staf pribadinya Edhy, yakni Amiril Mukminin. Terlebih, dengan kejahatan korupsi yang ia lakukan, Edhy juga melanggar sumpah jabatannya sendiri," tambahnya.

Lebih lanjut, Kurnia menyebut pemotongan vonis oleh MA ini membentuk semangat bagi para pejabat lainnya untuk korupsi. Pasalnya, MA terlihat tak memberikan efek jera dalam penyunatan ini.

"Pemotongan hukuman oleh Mahkamah Agung ini dikhawatirkan menjadi multivitamin sekaligus penyemangat bagi pejabat yang ingin melakukan praktik korupsi. Sebab, mereka melihat secara langsung bagaimana putusan lembaga kekuasaan kehakiman jarang memberikan efek jera," ujarnya. jk,5,er

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU