Home / Peristiwa : Buntut Instruksi Kemenkes

Ikatan Apoteker Setuju Hentikan Obat Sirup Anak

author surabayapagi.com

- Pewarta

Kamis, 20 Okt 2022 20:59 WIB

Ikatan Apoteker Setuju Hentikan Obat Sirup Anak

 

BPOM Sejak Semalam Tarik Lima Obat Sirup yakni Termorex Sirup (Obat Demam), Unibebi Demam Drops dan Unibebi Demam Sirup (Obat Demam), Unibebi Cough Sirup (Obat Batuk) Serta Flurin DMP Sirup (Obat Batuk dan Flu)

Baca Juga: Pasca Wamenkumham, Ada Menteri era Jokowi, Dicokot KPK

 

 

SURABAYAPAGI.COM, Jakarta - Penjual obat di Jakarta dan Surabaya, bingung dengan instruksi Kementerian Kesehatan RI yang mengeluarkan kepada tenaga kesehatan untuk tidak meresepkan obat cair. Instruksi ini juga menyasar fasilitas kesehatan di Indonesia, agar tidak menjual obat bebas dan bebas terbatas dalam bentuk sirup.

Ketua Harian Himpunan Pedagang Farmasi Pasar Pramuka Yoyon mengatakan instruksi ini telah menimbulkan kerugian ke seluruh pedagang obat sirup di Pasar Pramuka sampai daerah-daerah. Untuk pasar Pramuka kerugiannya bisa mencapai ratusan juta.

Sementara kerugian toko obat di Jakarta yang menjual ke seluruh Indonesia, mengalami kerugian puluhan miliaran.

Untuk itu keduanya meminta kejelasan dari Kemenkes terkait aturan larangan tersebut. "Pedagang saya banyak. Kemarin datang berapa karton itu (obat cair). Dampaknya apa? Kerugian, bukan Rp 10-20 juta, tapi ratusan juta hanya untuk Pasar Pramuka. Untuk DKI bisa miliaran, apalagi seluruh Indonesia bisa puluhan miliar," kata Yoyon saat dijumpai di tokonya di Pasar Pramuka, Jakarta Timur, Kamis (20/10/2022).

 

BPOM Tarik Sirup Obat

Kamis (20/10/2022) malam, BPOM telah memerintahkan kepada industri farmasi pemilik izin edar agar menarik kembali sirop obat dari peredaran di seluruh Indonesia dan pemusnahan untuk seluruh bets produk.

Penarikan mencakup seluruh outlet antara lain Pedagang Besar Farmasi, Instalasi Farmasi Pemerintah, Apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Puskesmas, Klinik, Toko Obat, dan praktik mandiri tenaga kesehatan.

Secara nasional, total kumulatif kasus gangguan ginjal akut progresif atipikal di Indonesia mencapai 206 orang di 20 provinsi per Selasa (18/10). Dari ratusan kasus itu, 99 orang di antaranya meninggal dunia.

Sebelumnya, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan terdapat temuan senyawa tertentu atau zat kimia berbahaya dalam riwayat obat yang dikonsumsi pasiengagal ginjal akut progresif atipikal.

Berikut daftar obat yang diduga mengandung cemaran EG dan DEG dan ditarik BPOM yaitu Termorex Sirup (obat demam), produksi PT Konimex dengan nomor izin edar DBL7813003537A1, kemasan dus, botol plastik @60 ml.

Kemudian, Flurin DMP Sirup (obat batuk dan flu), produksi PT Yarindo Farmatama dengan nomor izin edar DTL0332708637A1, kemasan dus, botol plastik @60 ml.

Lalu ada tiga produk keluaran Universal Pharmaceutical Industries (Unipharma) yakni Unibebi Cough Sirup (obat batuk dan flu), dengan nomor izin edar DTL7226303037A1, kemasan Dus, Botol Plastik @ 60 ml. Juga ada Unibebi Demam Sirup (obat demam), dengan nomor izin edar DBL8726301237A1, kemasan Dus, Botol @ 60 ml. Dan terakhir, Unibebi Demam Drops (obat demam), dengan nomor izin edar DBL1926303336A1, kemasan Dus, Botol @ 15 ml.

Kelima produk obat sirup itu diduga memiliki tiga senyawa etilen glikol (EG), dietilen glikol (DEG), dan etilen glikol butil ether (EGBE).

 

Ikatan Apoteker Bereaksi

Sementara Wakil Ketua Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) Prof Keri Lestari menghargai keputusan pemerintah menghentikan sementara penggunaan obat sediaan sirop untuk terapi pada anak.

"Kami menghargai kebijakan pemerintah sebagai bentuk kewaspadaan bagi tenaga kesehatan dan masyarakat dengan menghentikan sementara penggunaan obat sediaan sirop untuk terapi pada anak," kata Keri Lestari yang dikonfirmasi di Jakarta,Kamis (20/10/2022).

 

Pernyataan Menkes

Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan kandungan senyawa etilon glikol dan dietilen glikol juga menyebabkan kematian pasien gagal ginjal akut di sejumlah negara.

Budi menyebut obat-obatan yang mengandung etilon glikolin dan dietilen glikol tersebut diproduksi di Indonesia.

Budi akui, kasus ini terjadi di banyak negara lain, di India, China, segala macem. “Etilon glikol dan dietilen glikol itu menyebabkan kematian banyak di negara (lain). Yang kita lihat obat yang dikonsumsi yang meninggal itu diproduksi di sini," kata Budi di Kota Serang, Banten, Kamis (20/10).

 

Periksa Obat ke Pasien

Budi mengatakan ditemukan sampel darah 99 pasien gagal ginjal akut yang meninggal dunia mengandung etilon glikol dan dietilen glikol. Selain itu, pihaknya juga telah memeriksa obat yang dikonsumsi balita tersebut.

"Tapi intinya memang ada beberapa dari sudah ada 99 balita yang meninggal, terus 99 balita itu kita periksa ada kandungan zat kimia berbahaya di dalamnya, etilon glikol dan dietilen glikol," ujarnya.

 

Baca Juga: Waspada! BPOM Rilis Jamu Tradisional Ilegal: Picu Masalah Kesehatan

Buang Obat Sirup

Selain itu Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengimbau masyarakat yang sudah terlanjur membeli obat sirup jangan mengonsumsi lagi dan bisa membuang obat tersebut.

Seluruh apotek yang beroperasi di Indonesia sudah dilarang menjual obat bebas dalam bentuk sirop kepada masyarakat. Para tenaga kesehatan juga diminta tak lagi memberikan resep obat sirop kepada pasien. Ini karena ditemukan di Obat Dikonsumsi Pasien Gagal Ginjal.

"Jadi obat sirop jangan digunakan apalagi kalau sudah terbuka atau pernah terpakai. Kalau tidak sakit dalam 7-14 hari bisa dibuang saja," tambah Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kemenkes Siti Nadia Tarmizi, Kamis kemarin.

 

Bukan Parasetamol

Di Jogja, seorang pakar farmasi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof Dr Zullies Ikawati menjelaskan untuk membuat suatu formula obat, tidak hanya zat aktifnya saja yang terkandung, melainkan juga senyawa tambahan lain. Parasetamol tidak larut dalam sirup, sehingga memerlukan bahan tambahan lain seperti propilen glikol atau etilen glikol/dietilen glikol untuk menambah kelarutan.

Sebelum Indonesia melaporkan ratusan kasus gangguan ginjal misterius, negara Gambia telah mencatatkan lebih dari 60 kematian anak dengan cedera ginjal, diduga akibat konsumsi obat batuk sirup. Namun Prof Zullies menduga, bukan parasetamol pada obat tersebut yang memicu cedera ginjal, melainkan etilen glikol dan dietilen glikol yang kadarnya mungkin melebihi batas.

"Dalam kadar tinggi, kandungan bahan itu bisa menyebabkan gagal ginjal akut. WHO juga menyatakan zat-zat itu beracun bagi manusia dan bisa berakibat fatal. Efek racunnya dapat mencakup sakit perut, muntah, diare, ketidakmampuan untuk buang air kecil, sakit kepala, perubahan kondisi mental dan cedera ginjal akut yang dapat menyebabkan kematian," terang Prof Zullies dalam keterangan tertulis diterima detikcom, Kamis (13/10).

"Efek berbahaya itu dapat terjadi jika kadarnya berlebihan. Di Indonesia, penggunaan dietilen glikol maupun etilen glikol sebagai zat tambahan sudah diatur batasan kadarnya, sehingga mestinya tidak ada masalah keamanan. Adanya peningkatan kejadian anak-anak yang mengalami gagal ginjal akut di Indonesia yang diberitakan belakangan ini belum bisa dihubungkan dengan penggunaan obat, dan masih perlu diinvestigasi lebih lanjut," pungkasnya.

 

Belum ada Larangan Resmi

Sedangkan, Yoyon, pedagang obat-obatan di Pasar Pramuka, Jakarta Timur mengaku rugi ratusan juta imbas larangan Kemenkes atas obat sirup. Rata-rata dari mereka memilih tetap menjualnya karena belum ada larangan resmi dari pengelola pasar.

Yoyon meragukan jika obat sirup yang menyebabkan munculnya banyak kasus gangguan ginjal akut di Indonesia. Dia menduga munculnya penyakit tersebut karena berasal dari makanan atau penyebab lain.

"Coba diselidiki dulu kenapa, apakah memang benar karena obat-obat sirup atau dari yang lain memang gaya hidup. Jadi nggak buat bingung," ucapnya.

Yoyon meminta pemerintah memberikan penjelasan sejelas-jelasnya agar seluruh pedagang tidak bingung dan pembeli pun memahaminya. "Kita baca di internet katanya ada kandungan pelarut sejenis etilen, di mana fungsi pengawas BPOM? Yang saya tahu kandungan itu untuk membuat fiber atau botol plastik. Otomatis untuk tubuh jadi racun, kenapa diperbolehkan? Kalau ada kandungan itu kenapa di komposisi nggak ditulis ada kandungan itu," bebernya.

Baca Juga: WHO Selidiki COVID Varian 'Eris', Picu Kematian Secara Tiba-Tiba?

 

Tutup saja Produsennya

Yoyon meminta dalam hal ini produsen obat sirup juga ditutup dan menarik seluruh obat-obatnya. "Otomatis kita nggak akan jual kalau ditarik. Kenapa kita jual ya kita nggak mau rugi karena sudah terlanjur beli dan bayar," imbuhnya.

Pedagang obat di Pasar Pramuka bernama Ahmad mengaku rugi puluhan juta jika dilarang menjual obat cair. Terlihat dirinya belum menarik obat-obatan dari etalase karena menunggu edaran resmi dari pengelola.

Sampai Kamis, puluhan pedagang di pusat grosir obat-obatan di Pasar Pramuka, Jakarta Timur masih menjual obat sirup. Rata-rata dari mereka belum melaksanakan imbauan dari Kementerian Kesehatan untuk menghentikan penjualan obat sirup buntut banyaknya kasus gangguan ginjal akut di Indonesia.

Pedagang bernama Rino memilih masih menjual obat sirup karena belum mendapat edaran resmi dari pengelola PD Pasar Jaya maupun Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta. Dirinya juga masih bingung jenis obat-obatan apa saja yang dilarang.

Terlihat masih banyak stok obat sirup di tokonya untuk berbagai penyakit maupun vitamin. Dia mengaku sampai kemarin pun masih ada pembelinya. "Kemarin masih jual kita. Masih ada kok (dari apotek) mungkin mereka tetap jual karena belum ada kejelasan," tuturnya.

Pemilik toko lainnya bernama Ahmad juga terlihat masih menjual obat sirup di etalasenya. Hanya saja dia sudah mulai menghentikan penjualan obat sirup yang mengandung parasetamol.

"Nih masih banyak gini mau diapain coba. Saya juga belum jelas mana yang tidak boleh dijual," tuturnya.

 

Instruksi Kemenkes

Kementerian Kesehatan mengeluarkan instruksi kepada tenaga kesehatan untuk tidak meresepkan obat cair. Selain itu, fasilitas kesehatan di Indonesia juga diminta tidak menjual obat bebas dan bebas terbatas dalam bentuk sirup.

Ketentuan ini tertuang dalam Surat Edaran (SE) Nomor SR.01.05/III/3461/2022 tentang Kewajiban Penyelidikan Epidemiologi dan Pelaporan Kasus Gangguan Ginjal Akut Atipikal (Atypical Progressive Acute Kidney Injury) Pada Anak yang diteken Selasa (18/10).

"Tenaga kesehatan pada fasilitas pelayanan kesehatan untuk sementara tidak meresepkan obat-obatan dalam bentuk sediaan cair/sirop sampai dilakukan pengumuman resmi dari Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," bunyi poin 7 seperti dikutip dari SE tersebut.

Kemenkes juga menginstruksikan seluruh apotek untuk sementara tidak menjual obat-obatan dalam bentuk cair atau sirup obat bebas dan/atau bebas terbatas dalam bentuk sirup kepada masyarakat sampai dilakukan pengumuman resmi dari pemerintah.

"Seluruh apotek untuk sementara tidak menjual obat bebas dan/atau bebas terbatas dalam bentuk sirup kepada masyarakat sampai dilakukan pengumuman resmi dari Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," tulisnya. n erc/jk/pra/cr4/rmc

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU