Indonesia-Singapura Sepakati Perjanjian Esktradisi, KPK Leluasa Kejar Buron Koruptor

author surabayapagi.com

- Pewarta

Selasa, 25 Jan 2022 20:45 WIB

Indonesia-Singapura Sepakati Perjanjian Esktradisi, KPK Leluasa Kejar Buron Koruptor

i

Paulus Tannos yang diduga kuat bersembunyi di Singapura.

SURABAYAPAGI.COM, Jakarta- Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H. Laoly, menandatangani perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura di Bintan, Kepulauan Riau. Perjanjian itu dinilai bermanfaat untuk mencegah dan memberantas tindak pidana yang bersifat lintas batas seperti korupsi, narkotika, dan terorisme.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyambut baik penandatanganan perjanjian ekstradisi ini. Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, berujar perjanjian tersebut akan menjadi akselerasi progresif dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.

Baca Juga: Dalami Korupsi Pembangunan Gedung Pemkab, KPK Periksa Eks Ketua DPRD Lamongan

"Melalui regulasi ini artinya seluruh instrumen yang dimiliki kedua negara akan memberikan dukungan penuh terhadap upaya ekstradisi dalam kerangka penegakan hukum kedua negara, termasuk dalam konteks pemberantasan tindak pidana korupsi," ujar Ghufron melalui keterangan tertulis, Selasa (25/1).

Selain mempermudah proses penangkapan dan pemulangan tersangka korupsi yang melarikan diri atau berdomisili di negara lain, kata dia, perjanjian ekstradisi juga akan berdampak positif terhadap upaya optimalisasi penyelamatan aset.

"Karena tidak dipungkiri bahwa aset pelaku korupsi tidak hanya berada di dalam negeri, tapi juga tersebar di berbagai negara lainnya. Maka, dengan optimalisasi perampasan aset tersebut, kita memberikan sumbangsih terhadap Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)," ucap Ghufron.

"Sehingga, perjanjian ekstradisi ini menjadi sebuah tonggak langkah maju pemberantasan korupsi, tidak hanya bagi Indonesia namun juga bagi pemberantasan korupsi pada skala global," sambungnya.

 

Persembunyian Koruptor

Singapura diketahui kerap menjadi tempat bersembunyi para koruptor. Mulai dari Djoko Tjandra, Gayus Tambunan, Maria Pauline Lumowa hingga Harun Masiku disebut pernah singgah di negara tersebut.

KPK juga akan fokus memproses hukum tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan KTP-elektronik (e-KTP), Paulus Tannos, usai ada penandatanganan perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan Singapura.

Tannos selaku Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra itu diketahui tinggal di Singapura dan tak pernah memenuhi panggilan penyidik KPK meski sudah jadi tersangka.

"PLS (Paulus Tannos) bulan lalu kami sudah melakukan pemanggilan terhadap salah satu anaknya, saksi Pauline Tannos. Yang bersangkutan kemudian kan tidak hadir, bahwa yang bersangkutan memang tinggal di Singapura," ujar Plt. Juru Bicara Penindakan KPK, Ali Fikri, Selasa (25/1).

KPK ingin penanganan perkara bisa dilaksanakan dengan lebih optimal ketika pemerintah menandatangani perjanjian ekstradisi dengan Singapura.

Baca Juga: KPK Nilai Masalah Perizinan Masih Jadi Titik Rawan Korupsi, KAD Jatim dan KOK Gelar FGD

"Bagaimana kemudian penanganan perkara yang sedang kami lakukan penyidikan ini diharapkan bisa selesai, bagaimana kemudian tersangka (PLS) juga bisa dilakukan pemeriksaan ataupun saksi-saksi yang tidak berada di Indonesia juga nanti bisa dikoordinasikan lebih lanjut," terang Ali.

KPK menetapkan Paulus bersama tiga orang lainnya sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek e-KTP pada Agustus 2019. Tiga orang tersebut ialah mantan Direktur Utama Perum Percetakan Negara, Isnu Edhy Wijaya; anggota DPR 2014-2019, Miriam S. Haryani; dan Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan e-KTP, Husni Fahmi.

Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sebelum ini, KPK juga sudah memproses hukum sejumlah orang. Mereka ialah mantan Ketua DPR Setya Novanto, mantan anggota DPR Markus Nari, dua pejabat di Kementerian Dalam Negeri yakni Irman dan Sugiharto.

Kemudian Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudihardjo, pihak swasta Andi Agustinus, Made Oka Masagung, serta keponakan Novanto, Irvanto Hendra Pambudi.

Mayoritas dari mereka telah menjalani hukuman sebagaimana putusan hakim pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Bahkan Irman dan Sugiharto mendapat pengurangan hukuman di tingkat Mahkamah Agung.

Baca Juga: Demo Tuntut KPK Putuskan Status Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

 

Syarat Singapura

Indonesia sebenarnya sempat sepakat soal rencana perjanjian ekstradisi dengan Singapura. Kesepahaman tersebut sekaligus Perjanjian Kerja Sama Pertahanan (DCA) pada April 2007, kala kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan PM Singapura Loong.

Kementerian Luar Negeri RI mengakui negosiasi perjanjian ekstradisi antara Indonesia-Singapura memicu perdebatan di kalangan DPR.

Salah satu isu yang menjadi perdebatan adalah permintaan Singapura yang menginginkan sebagian wilayah perairan dan udara di sekitar Sumatera dan Kepulauan Riau untuk latihan militer. Permintaan ini disampaikan dalam DCA.

Karena hal itu, proses ratifikasi perjanjian ekstradisi danDCA antara Indonesia-Singapura tak kunjung disetujui DPR. jk,05,rc

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU