Home / Opini : Catatan Jurnalistik (3)

Irjen Teddy, Seharusnya Memutus Rantai Peredaran Narkotika, Tapi...

author surabayapagi.com

- Pewarta

Selasa, 18 Okt 2022 20:20 WIB

Irjen Teddy, Seharusnya Memutus Rantai Peredaran Narkotika, Tapi...

i

Raditya Mohammer Khadaffi

SURABAYAPAGI.COM, Surabaya - Sebelum Irjen Teddy Minahasa tercekal kasus peredaran narkoba, sudah pernah ada tiga oknum polisi divonis mati. Ketiganya bertugas di Polres Tanjungbalai dan mendapat vonis mati hakim Pengadilan Negeri Tanjungbalai, pada hari Kamis 10 Februari 2022 lalu.

Majelis hakim PN Tanjungbalai yang diketuai Salomo Ginting memberikan vonis mati lantaran ketiganya terbukti secara sah dan meyakinkan menggelapkan barang bukti narkoba jenis sabu seberat 19 kilogram.

Baca Juga: Mengapa Gibran dan Bapaknya Diusik Terus

Penggelapan barang bukti sabu tersebut hasil penangkapan di perairan Sei Lunang, Kecamatan Sungai Kepayang Timur, Kabupaten Asahan.

Diketahui, jumlah barang bukti sabu yang sebenarnya 76 kilogram, dipangkas oleh 11 orang oknum polisi di Tanjungbalai. Mereka hanya melaporkan 57 kilogram sabu.

Ketiga polisi yang mendapat vonis mati tersebut terdiri Kanit I Satres Narkoba Polres Tanjungbalai Aiptu Wariono, Komandan Kapal Polair Polres Tanjungbalai Brigpol Tuharno, dan Bripka Agung Sugiarto Putra.

Juru Bicara PN Tanjungbalai Joshua Joseph Eliazer Sumanti menjelaskan pertimbangan hakim menjatuhkan vonis mati karena tiga oknum polisi melakukan tindak pidana secara bersama-sama.

Fakta persidangan terungkap dalang atau otak dari penyisihan 19 kilogram barang bukti sabu tersebut yakni Komandan Kapal Polair Polres Tanjungbalai Brigpol Tuharno.

Dalam sidang terungkap terdakwa Brigpol Tuharno yang berinisiatif untuk melakukan penyisihan barang bukti dari kapal kaluk di Sei Lunang.

Pengadilan menyesalkan, ketiga anggota Polri ini aparat hukum. Tugasnya seharusnya menjadi pelindung dan memutus rantai peredaran narkotika, bukan malah terlibat di dalamnya.

Para terdakwa malah menjual barang bukti sabu yang digelapkan tersebut ke bandar narkoba yang masuk dalam daftar pencarian orang (DPO).

Dan dalam fakta persidangan, Kanit I Satres Narkoba Polres Tanjungbalai Aiptu Wariono, beserta Bripka Agung Sugiarto Putra malah melakukan komunikasi langsung dengan bede narkotika yang bernama Boyot dan Tele.

 

***

 

Saya memunculkan hukuman terhadap tiga anggota Polri ini terkait kasus Irjen Teddy Minahasa.

Sebagai Kapolda Sumber, Teddy pasti tahu Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Dalam UU ini antara lain bertujuan untuk mencegah, melindungi, dan menyelamatkan bangsa Indonesia dari penyalahgunaan narkotika, dan memberantas peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika.

Meski ada UU ini ternyata masih tidak menyurutkan peredaran dan penyalahgunaan narkoba di Indonesia. Padahal dalam Undang-Undang tersebut ancaman sanksi terhadap penyalahguna narkotika cukup berat, yaitu pidana penjara maksimal 1 tahun bagi pemakai narkotika golongan III, maksimal 2 tahun bagi pemakai narkotika golongan II, dan maksimal 4 tahun bagi pemakai narkotika golongan I.

Sementara bagi pengedar, ancaman sanksi pidananya lebih berat lagi yaitu paling singkat 4 tahun.

Mengapa sudah ada ancaman pidana masib tidak menyurutkan perilaku penyalahgunaan narkoba di Indonesia.

Baca Juga: Kompromi dengan Pemudik

Saya saja sebagai jurnalis muda tahu bahwa praktik penyalahgunaan Narkotika di Indonesia sudah mencapai pada tahap yang sangat mengkhawatirkan. Narkotika tidak lagi mengenal batas usia, orang tua, muda, remaja bahkan anak-anak ada yang menjadi pengguna dan pengedar gelap Narkotika.

Peredaran Narkotika di Indonesia tidak kalah mengkhawatirkannya. Akal sehat saya mengatakan Irjen Teddy Minahasa pasti lebih tahu dan paham pencegahannya dari pada saya yang hanya jurnalis. Maklum Teddy adalah perwira tinggi kepolisian yang punya beberapa penghargaan.

Ini karena kepolisian memiliki kewenangan didalam menegakan hukum terhadap tindak pidana narkotika di seluruh Indonesia.

Saya percaya sebagai seorang Kapolda apalagi pernah menjadi ajudan Wapres JK, Irjen Teddy Minahasa tahu keseriusan negara untuk menangani permasalahan narkotika yang semakin merebak sampai ke pelosok negeri, maka aturan yang telah ada sebelumnya yakni UU No. 7 tahun 1997 diperbaharui dengan dibuat dan disahkannya UU No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika.

Pengesahan UU ini, menurut informasi yang saya miliki, dilandasi karena tindak pidana narkotika dianggap telah bersifat trans-nasional. Dan dilakukan dengan modus operandi yang tinggi, teknologi canggih, didukung jaringan yang kuat dengan jumlah nilai uang yang fantastis, dan banyak menjerat kalangan muda, generasi millenial.

Saat ini dalam penegakan hukum, pengedar Narkotika, terdapat beberapa penyebutan sesuai dengan perannya masing-masing.

Ada tersangka yang memproduksi Narkotika secara melawan hukum (Pasal 1 angka 3 jo Pasal 113);

Ada pihak yang Meng Impor Narkotika secara Melawan Hukum (Pasal 1 angka 4 jo Pasal 113);

Juga dicantumkan pihak yang meng Ekspor Narkotika scara melawan hukum (Pasal 1 angka 5 jo Pasal 113);

Termasuk orang orang yang melakukan Pengangkutan atau Transito Narkotika secara melawan hukum (Pasal 1 angka 9, 12 jo Pasal 115);

Baca Juga: Waspadai! Sindrom Pasca Liburan, Post Holiday

Disamping orang yang melakukan Peredaran Gelap Narkotika dan Preskusor Narkotika (Pasal 1 angka 6 jo 111,112, 129).

Sampai kini belum terungkap apa peran Irjen Teddy dalam menggelapkan barang bukti sabu. Hasil gelar perkara Irjen Teddy disebut pengendali. Belum ada keterangan resmi starusnya sebagai turut mengedarkan 5 kg sabu.

Dari data di Mabes Polri, peredaran narkotika saat ini sudah sangat pesat. Dan ini menjadi masalah besar bagi Indonesia karena akan merusak generasi penerus bangsa. Ditemukan, pada setiap tahunnya kasus penyalahgunaan narkotika di Indonesia terus meningkat.

Berdasarkan hasil survei BNN dan PMB-LIPI tahun 2019, angka prevalensi penyalahgunaan narkoba tingkat nasional setahun terakhir 2019-2022 berada pada angka 1,80% dari seluruh penduduk Indonesia berumur 15 sampai dengan 64 tahun. Data setara dari angka prevalensi itu mencerminkan bahwa penyalahguna narkoba sebanyak 3.419.188 orang dari 186.616.874 orang penduduk Indonesia berumur 15 sampai 64 tahun. Dengan kata lain, rasio penyalahgunaan narkoba di Indonesia menunjukan 1:55 atau dari setiap 55 orang penduduk Indonesia berusia 15 sampai 64 tahun. Diantara usia itu terdapat satu orang yang menyalahgunakan narkoba.

Irjen Teddy Minahasa, pasti tahu bahayanya peredaran narkotika di Indonesia. Tapi kenapa ia sendiri malah ikut mengedarkan 5 kg sabu barang bukti ke bandar narkoba?

Apakah Irjen Teddy menjual sabu ke masyarakat. Apa ia lupa bahwa penyalahgunaan narkoba sudah sedemikian gawat dan rumit. ? Atau Teddy dipengaruhi jaringan narkoba untuk makin mempersulit operasional Polri dalam penanggulangan pemberantasan narkoba. Walahualam.

Tak salah kini presiden Jokowi memerintahkan kepada Kapolri untuk berantas tuntas narkoba dan judi onlime.

Berantas dan tanggulangi secara terencana, sistematis dan terprogram.

Dengan masuknya Jenderal Polisi cerdas (prestasi dalam skala nasional) selevel Irjen Teddy Minahasa, saya khawatir penyalahgunaan narkoba nasional, bisa makin marak. Termasuk ada kecanggihan modus operandi penyelundupan. Sekaligus bisa meluaskan jangkauan wilayah persebaran. Untung Polda Metro Jaya menggagalkan jaringan peredaran 5 kg sabu dari barang bukti yang dicolong Irjen Teddy Minahasa dan anak buahnya. Tak salah penangkapan komplotan empat anggota Polri oleh sesama anggota Polri disebut Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil, sebagai kabar baik sekaligus buruk. ([email protected])

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU