Jagad Hariseno, Pimpin Tim Perlawanan Kalahkan Eri-Armuji

author surabayapagi.com

- Pewarta

Senin, 16 Nov 2020 21:34 WIB

Jagad Hariseno, Pimpin Tim Perlawanan Kalahkan Eri-Armuji

i

Sorotan Wartawan Muda, Raditya Mohammar Khadafi

Sorotan “Kebaikan” Risma yang Diusung Paslon Eri-Armuji (13)

 

Baca Juga: Hakim MK Berpikir Sempit atau Serap Rasa Keadilan

 

SURABAYAPAGI.COM, Surabaya - Pencoblosan tanggal 9 Desember, praktis kurang dari satu bulan. Tapi internal paslon 01, Eri Cahyadi-Armuji (ErJi), mulai “diguncang tsunami”. Ada ombak besar melanda partai pengusung paslon ErJi.

Hari Minggu (15/11/2020), dua hari lalu, ada konsolidasi partai PDIP Surabaya dengan PAC-PAC. Whisnu Sakti Buana (WS), mantan rival Eri Cahyadi, dalam perebutan rekomendasi Ketua DPP PDIP Megawati, dihadirkan. Anak tokoh PDIP Ir. Soetjipto (Alm) didaulat untuk menjadi panglima pemenangan paslon Eri-Armuji. Satu hari setelah pendaulatan Whisnu, Jagad Hariseno, berteriak lantang. Ia menghembuskan suara perlawanan untuk tidak memenangkan paslon Eri- Armuji.

Mas Seno, sapaan Jagad, menyatakan secara tegas akan memberikan perlawanan, sebab, saat ini pernyataan Whisnu dalam posisi tekanan berat. "Dia dipaksa untuk melakukan pemenangan," ungkap dia.

Kekuatan Risma beserta oligarki yang didukung finansial berlebih, dinilai Mas Seno mampu menyadera Sekjen PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto sekalipun dibuat tak berdaya.

"Maka Saya menyerukan kepada Saudara-Saudara seperjuangan PDI Perjuangan Kota Surabaya yang masih setia kepada WS. Kepada sejarah PDI Perjuangan Surabaya untuk melakukan Perlawanan," tegas Seno.

Pria yang kerap mengenakan busana serba hitam ini juga menyerukan kepada seluruh kader struktur untuk mengamankan posisi di internal partai.

Publik terkesima. Terutama kader dan simpatisan partai bergambar banteng moncong putih. Publik bertanya, ada apa sesungguhnya yang terjadi di tubuh PDIP Surabaya.
Saya bersama tim wartawan Surabaya Pagi menyusuri ke beberapa PAC dan temui sejumlah kader PDIP.

Masya Allah, gelombang tsunami, terasa menggulung orang-orang PDIP yang diarahkan untuk memilih Eri-Armuji. Sentuhan feeling saya, ini bukan semata membelotnya tokoh PDIP sepuh keturunan Madura, Mat Mochtar ke paslon MA-Mujiaman.

Beberapa PAC PDIP tak bergairah mengikuti kampanye paslon Eri-Armuji. Diantara mereka menganggap paslon 01, bukan mewakili PDIP tapi kengototan bu Risma, yang ingin membangun dinasti politik di Surabaya. Konsep dinasti politik sekarang, memunculkan birokrat yang loyal pada bu Risma. Dia adalah Eri Cahyadi.

Maklum Fuad, anak bu Risma, belum diakui kekaderan di PDIP, dan apalagi penguasaan terhadap sistem tata kelola pemerintah era Otoda. Konon bu Risma, sementara mematangkan Fuad, untuk cawe-cawe jadi relawan dulu. Modus ini agar tahun 2025, Fuad bisa ikut perhelatan pilkada Surabaya, tidak seperti paslon karbitan lagi.

***

Hasil penyusuran saya ke beberapa kader PDIP Surabaya, sampai PAC, mayoritas tidak mengakui Eri, bukan paslon yang mewakili PDIP. Eri, dianggap kader karbitan yang tidak pernah berjuang untuk kepentingan PDIP di Surabaya.

Indikasi ini dicatat oleh sejumlah kader PDIP, karena Eri, baru mendaftar sebagai anggota PDIP, beberapa hari setelah rekomendasi diterima dari Megawati. Beda dangan WS, selain anak kandung tokoh PDIP, ia juga pernah memimpin PDIP cabang Surabaya.

Saya tak bisa menampik, bila ada sejumlah PAC menetapkan sikap tegak lurus pada WS, ketimbang Eri Cahyadi. Saya agak terkejut saat mendengar pernyataan yang maju dalam pilkada Surabaya tahun 2020 ini bukan kader PDIP. Eri Cahyadi, bahkan disebut kader PDIP karbitan yang digendong Risma.
Potret yang saya peroleh seperti ini, tampaknya sulit Eri-Armuji bisa meraih suara tahun 2010 (38,53%), apalagi suara 86,22% saat Pilkada Surabaya tahun 2015.
Catatan saya, pilkada tahun 2010 ada maskot saat itu yang dijual yaitu pak Bambang DH. Sedangkan tahun 2015 bu Risma masih greng dibantu tokoh madura, Mat Mochtar. Sementara dalam pilkada 2020 ini masih sodorkan sosok bu Risma.

Sementara WS, tokoh muda PDIP yang sudah membentuk jaringan sampai PAC di pinggiran kota. Apalagi kini pencalonan Eri-Armuji, digembosi oleh Mat Mochtar dan kader PDIP non struktural. Menggunakan kendaraan politik “Banteng Ketaton”, Mat Mochtar mendeklarasikan dukungan pada paslon 02, MA-Mujiaman, di Jalan Pandigiling Surabaya, yang sudah dikenal kandang banteng monyong putih di Surabaya.

***

Kemunculan mas Jagad Hariseno, anak sulung Ir. Soetjipto, di depan pers, hari Senin kemarin, makin memberi kegelapan bagi paslon Eri-Armuji, pada pencoblosan tanggal 9 Desember mendatang.

Baca Juga: Gus Muhdlor, Mendadak Sakit, Jumat Kelabu Urung

Dalam keterangan pers Senin kemarin, mas Jagad Hariseno, sampai menyoal ketidakhadiran Panglima Pemenangan Eri-Armuji, Tri Rismaharini. Justru yang diprihatinkan mas Jagad adalah posisi WS, adiknya yang menjadi Wakil Ketua DPD Bidang Organisasi PDI Perjuangan Jawa Timur. WS malah ditunjuk sebagai panglima perang nenghadapi paslon 02, MA-Mujiaman.

Penunjukan WS ini dianggap Jagad sebagai tekanan politik terhadap adiknya. Padahal saat acara Deklarasi Taman Harmoni, Risma, mempublikasikan dirinya Panglima Pemenangan Eri-Armuji.

Tapi saat rapat konsolidasi PAC Se-Surabaya, Risma dianggap Jagad melarikan diri dari tanggung jawabnya sebagai Panglima Perang.

Bahkan posisi Ketua DPC PDI Perjuangan Surabaya Dominikus Adi Sutarwijono, malah mengambil posisi Ketua Tim Pemenangan Relawan.

Mas Jagad, sedih adiknya diperlakukan tidak manusiawi dan tidak beretika. Dan yang memprihatinkannya, Fuad Benardi, Putra Sulung bu Risma, dipilih sebagai koordinator relawan.

Secara naluri manusia, pernyataan mas Jagad semacam itu saya anggap bukan suara mas Jagad Hariseno pribadi. Pernyataan mas Jagad, yang sampai mengungkap strategi perang dan sebutan panglima perang, feeling saya ini adalah sikap anak politisi yang menjaga martabat keluarga tokoh PDIP.

Dari gambaran ini bisa jadi “jabatan” panglima perang untuk kemenangan Eri-Armuji, taktik dari kelompok bu Risma, untuk “mengikat WS” agar tidak menyeberang ke MA.

Ini dibaca keluarga Ir. Soetjipto. Makanya sebagai anak sulung, mas Jagad menabuh perlawanan terhadap strategi bu Risma yang memasang adiknya menjadi panglima perang Eri-Armuji.

Strategi yang saya baca, mas Jagad membulatkan diri memimpin Tim Perlawanan untuk Kalahkan Eri-Cahyadi.

Mari kita ikuti strategi perang antara anak sulung tokoh PDIP Ir. Soetjipto (Alm) dan Salah satu Pengurus DPP PDIP, Tri Rismaharini.

Baca Juga: Amicus Curiae, Terobosan Hukum

Perlawanan ini cermin bahwa politik tidak memperhatikan masalah moralitas, tetapi ada tujuan yang jauh lebih nyata dari tujuan moral.

Maklum kehidupan politik dalam pilkada seperti sekarang bisa tidak mengenal adanya nilai etis. Realitas politiknya seorang wali kota bu Risma dapat melanggar ‘’perjanjian” yang ia buat baik kepada rakyat atau kepada wawali Whisnu, bahwa cawali Surabaya mesti kader PDIP. Ini sejak tahun 2010, saat Bambang DH menjadi walikota.

Wajar dalam bukunya, Machiavelli, memiliki sinisme terhadap moralitas dalam politik. Ini bukan berarti ia hendak menempatkan moral atau etika lebih rendah atau tidak dibutuhkan oleh manusia, Machiavelli justru menempatkan keduanya menjadi independen dan tidak saling bergantung satu sama lain. Insya Allah dengan cara-cara Risma, membangun dinasti politik ke anak buahnya, perempuan pertama wali kota Surabaya, tahu hakikat ini.

Saya, Jurnalis muda yang juga menyantap buku-buku dari Machiavelli, mengerti dalam merebut kekuasaan kadang terjadi  praktik politik  licik dan keji.

Misal Whisnu, yang adalah wawali Risma, sejak tahun 2015, tak pernah diajak kompromi menjadi cawali penerusnya.

Ini bisa terjadi, Wali kota Risma menyorongkan Eri Cahyadi ke Megawai, meski mantan kepala Bappeko kota Surabaya ini bukan kader PDIP seperti Whisnu.

Saya mendengar celutukan seorang politisi muda bahwa praktik semacam ini bisa dianggap  tindakan menghalalkan segala cara.

Eri Cahyadi, berhasil digoalkan bu Risma menjadi paslon mewakili PDIP. Ini realitas politik  dalam  kehidupan politik lokal di Surabaya.

Juga adalah realitas politik, mas Jagad Hariseno, kakak kandung WS memimpin perlawanan untuk mengalahkan Eri Cahyadi-Armuji, dalam pilkada 9 Desember mendatang.

Sekiranya mas Jagad dalam melakukan perlawanan politik bisa benar-benar mengalahkan paslon Eri-Armuji adalah realitas politik yang mesti diterima bu Risma, Hasto dan Eri-Armuji. Termasuk kader PDIP Surabaya yang tegak lurus, baik mereka yang masih membela WS maupun Eri-Armuji. ([email protected])

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU