Jarang Pentaskan Ludruk Saat Pandemi, Regenerasi Jadi Terhambat

author surabayapagi.com

- Pewarta

Minggu, 07 Mar 2021 21:16 WIB

Jarang Pentaskan Ludruk Saat Pandemi,  Regenerasi Jadi Terhambat

i

Caption: Pementasan dari Sanggar Ludruk Marsudi Laras. SP/AHMAD REZA

SURABAYA PAGI, Surabaya - Setahun sudah pandemi melanda Indonesia. Banyak hal yang berubah, adanya pembatasan sosial membuat para seniman dari berbagai sanggar sempat tidak dapat melaksanakan pementasan. 

Seperti halnya yang terjadi pada kesenian tradisional asli Jawa Timur Ludruk, Agung Kasas, seorang seniman Ludruk dari Sanggar Marsudi Laras mengatakan pandemi setahun kebelakang ini membuat aktivitas sanggar dan seniman ludruk sangat terdampak.

Baca Juga: Dispendik Gandeng Dispendukcapil Filter Penduduk Dadakan

“Yang jelas karena dilarangnya kegiatan yang mengundang kerumunan membuat aktivitas sanggar dan seniman ludruk seperti mati suri,” ujar Agung, Minggu (7/3/2021).

Agung mengungkapkan jika dulu pagelaran ludruk selalu bisa dipentaskan di Gedung Balai Pemuda Surabaya. Semenjak adanya PSBB menurutnya, pertunjukan ludruk khususnya di Surabaya sangat menurun drastis. Hampir tidak ada pertunjukan ludruk yang  digelar secara langsung di Surabaya.

“Hal serupa yang dirasakan oleh kelompok sanggar kami, kami saat awal pandemi kesusahan berupaya untuk mencari cara mementaskan ludruk kami,” ungkapnya.

Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 53 Tahun 2020 pasal 6 tentang penerapan protokol kesehatan, mengungkapkan jika melarang adanya kerumunan di area publik ataupun tempat lainnya yang menimbulkan kerumunan massa.

Berawal dari kesusahan tersebut mau tidak mau online menjadi solusi satu satunya untuk menampilkan kesenian ludruk tanpa mengundang kerumunan massa. Agung berpendapat jika sanggar Marsudi Laras lebih baik mencoba pementasan secara daring daripada tidak sama sekali.

Baca Juga: Manfaatkan Aset, Pemkot Surabaya Bangun 8 Lokasi Wisata Rakyat 

“Online masih menjadi solusi paling tepat, meskipun secara esensi pertunjukan ludruk kurang tercapai. Karena ludruk merupakan kesenian rakyat, pertunjukan yang sangat dekat dengan rakyat. Online membuat ludruk semakin berjarak dengan masyarakatnya,” jelas Agung.

74609510_1157478434442697_6922261583943772389_n_(2)74609510_1157478434442697_6922261583943772389_n_(2)

Dampak lainnya dari turunnya pementasan ludruk ini menurut Agung yaitu menghambat adanya regenerasi di kesenian tradisional ini. Agung mengatakan ketika pertunjukan ludruk masih bisa digelar secara langsung banyak penonton yang membawa anak-anak untuk mencari hiburan, dan ketika berlangsung secara online ini jarang ada anak muda yang memang ingin mencari hiburan dengan menonton kesenian tradisional ini.

Baca Juga: Dampingi Siswa Inklusi, Guru di Surabaya Diberi Pembekalan

“Regenerasi ludruk juga terhambat. Karena butuh pendekatan secara persuasif dan intensif untuk mentransfer ludruk pada generasi muda, mungkin yang seharusnya dilakukan dengan membuat ludruk dengan konsep garap dan cerita yang lebih dekat dengan generasi muda,” ujarnya.

Agung mengatakan sebenarnya ada upaya dari Pemkot Surabaya dan Pemprov Jawa Timur untuk mengembalikan lagi gairah berkesenian ludruk ini dengan mengadakan festival-festival kesenian tradisional secara virtual. Seniman Ludruk ini mengatakan memang Pemkot Surabaya melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) mendukung penuh naiknya kembali kesenian drama tradisional ini.

“Harapan kami pemerintah kota tidak hanya memberikan ruang dan anggaran untuk menggelar sebuah pertunjukan, tetapi juga memberikan edukasi tentang ludruk kepada sanggar, seniman, maupun masyarakat agar eksistensi ludruk tetap terjaga dan ludruk mampu bertahan dari gempuran budaya asing yang masuk di masyarakat kita,” pungkasnya. Arb

Editor : Mariana Setiawati

BERITA TERBARU