Home / Opini : Catatan Jurnalistik

Jokowi, Isyaratkan Tak Welcome dengan Anies

author surabayapagi.com

- Pewarta

Minggu, 23 Okt 2022 20:48 WIB

Jokowi, Isyaratkan Tak Welcome dengan Anies

i

Raditya Mohammer Khadaffi

 

SURABAYAPAGI.COM, Surabaya - Catatan jurnalistik saya, pada hari Jumat itu Presiden Jokowi, memiliki dua acara. Pertama menghadiri HUT Golkar ke 58. Kedua menerima Anies Baswedan.

Baca Juga: Yusril: Prabowo-Gibran Penuhi Syarat Dilantik Presiden

Usai berpidato di depan undangan perayataan HUT Partai Golkar, ia mengatakan mengadakan pertemuannya empat mata dengan mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan di Istana Negara, Jakarta, pada Jumat sore (21/10/2022).

Jokowi tidak memberi pidato. Instagramnya juga tidak mengunggah isi pertemuan dengan Anies.

Justru staf khusus Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Faldo Maldini yang memberi keterangan.

Faldo mengatakan, pertemuan itu merupakan permintaan dari Anies Baswedan yang ingin berpamitan dengan orang nomor satu di Indonesia.

Berbeda saat hadiri HUT Golkar. Saat di depan ratusan undangan HUT Partai pengguna warna kuning, Jokowi meminta Partai Golkar berhati-hati dalam menentukan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) dalam Pemilu 2014.

“Enggak sembrono dalam penentuan, capres dan cawapresnya, apalagi di usia yang ke-58 Partai Golkar kenyang pengalaman, silakan terjemahkan sendiri,” ujar Jokowi dari atas podium.

Jokowi menganalogikan dirinya seperti pilot. Artinya, memilih pilot dan co-pilot jangan sembarangan, seperti halnya memilih presiden dan wakil presiden pun tidak boleh sembarangan.

Dalam konteks, 'jangan sembrono' dalam memutus siapa capres, tidak diungkap saat Gerindra mendeklarasikan Prabowo Subianto, capres 2024.

Tapi usai NasDem memunculkan Anies, justru Jokowi, tampil di publik bicara kesembronoan.

Jokowi malah menyarankan pemimpin masa depan yang dipilih KIB harus punya jam terbang tinggi.

“Salah satu yang saya lihat andalah Bapak Arilangga Hartarto karena dalam pembangunan negara itu yang penting adalah stabilitas politik dan stabilitas keamanan,” kata Jokowi.

Catatan jurnalistik saya Jokowi menekankan jangan sembrono, pemimpin yang matang dan soal stabilitas politik dan keamanan.

 

***

 

Dalam acara itu, Jokowi bertemu Suryo Paloh. Tapi ada yang janggal. Jokowi hanya salaman. Surya Paloh, tidak dirangkul. Momen ini dibahas di media sosial. Surya Paloh, berkelit. Momen seperti itu bisa terjadi karena banyak politisi.

Kemudian, Surya Paloh, ditulis dalam sebuah berita running text di salah satu TV swasta. Paloh bilang, tak ada yang salah partainya mendeklarasikan Anies Baswedan. Paloh ngaku hanya anies tak disukai.

Saya anggap ini permasalahan politik. Dalam politik memang ada suka dan tidak suka. Juga ada dukung mendukung sampai sikut menyikut.

Isyarat politik Jokowi tak welcome Anies, Jokowi, menunjuk Pj Gubernur DKI Heru Budi Hartono. Saat ini Heru adalah Kepala Sekretariat Presiden.

Heru, diinstruksikan prioritaskan persoalan utama di DKI Jakarta, yaitu macet dan banjir. Dua persoalan laten di DKI ini diminta Jokowi, harus ada progres perkembangan yang signifikan. Heru juga dipesan benahi tata ruang.

Catatan jurnalistik saya, mencatat dua program itu antisipasi banjir yang dijalankan di zaman Jokowi dan Ahok saat menjabat sebagai Gubernur dan Wagub DKI Jakarta yang dinilai cukup berhasil.

Ada yang menemukan dari 2.200 titik banjir yang tersebar di wilayah Jakarta, saat Jokowi masih Gubernur, bisa berkurang dan tinggal 80 titik.

Tapi setelah Gubernur DKI Jakarta dijabat Anies Baswedan, justru merusak program antisipasi banjir tersebut. Ini isyarat ada “Persaingan” antara Anies dan Jokowi.

Dalam suatu wawancara usai dideklarasikan partai NasDem, Anies menyampaikan bahwa pemimpin yang menjabat sampai selesai saja yang layak dinilai. Sementara, pemimpin yang tidak tuntas menyelesaikan masa jabatannya tidak layak dinilai. Narasi ini bisa diisyaratkan Anies menyindir Jokowi.

Kinerja selama memimpin Jakarta yang tidak tuntas ini pernah dipakai Jokowi sebagai modal untuk berlaga di Pilpres.

Program ‘Jokowi’ Widodo saat masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, diubah Anies. Saat itu Jokowi membuat kebijakan bagi Pedangan Kaki Lima (PKL) yang biasa berjualan ‘sembarangan’ di tepi jalan sekitar Tanah Abang, Jakarta Pusat.

Baca Juga: AMIN dan Ganjar, Akui Saksinya Dintimidasi

Jokowi memindahkan mereka ke Pasar Tanah Abang Blok G yang baru diresmikan pada 2014. Sebagai Gubernur Jakarta, tentu Jokowi memprioritaskan PKL pemilik KTP Jakarta.

Ternyata, saat menjadi Gubernur DKI, Anies-Sandiaga malah mengizinkan PKL untuk berjualan di tepi jalan. Bahkan, keduanya membuat kebijakan untuk menutup akses jalan Jatibaru bagi kendaraan bermotor dari pukul 08.00-18.00.

Pada awal kepemimpinannya di DKI, Anies mengizinkan PKL berjualan di jalan Jatibaru dan membuat jalan itu tertutup untuk kendaraan bermotor dari pukul 08.00-18.00 WIB.

Juga di masa kepemimpinan Ahok, Pemprov DKI pernah membuat kebijakan melarang sepeda motor melintas di kawasan MH Thamrin, Jakarta Pusat. Alasan Ahok, angka kecelakaan yang melibatkan sepeda motor sangat tinggi sehingga dirinya mengambil langkah tersebut.

Kebijakan Ahok ini pun dimentahkan Anies Baswedan setelah tiga bulan menjabat sebagai Gubernur. Kebijakan itu dibatalkan Anies karena mereka ingin ada kesetaraan di jalanan Jakarta. “Jakarta bukan cuma punya sebagian orang, Jakarta punya semua,” ujar Anies pada awal 2018.

 

***

 

Bisa jadi, bila Anies Baswedan, akan menganulir program IKN, yang selama ini dikritik PKS dan Partai Demokrat, calon koalisi NasDem.

Padahal IKN sebuah monumen politik Jokowi. Pegangan Jokowi, IKN adalah dasar Indonesia Maju. Publik pun mencatat Jokowi sangat ambisius untuk bisa menyegerakan IKN untuk dibangun dan dilihat fisiknya.

Apalagi semangat Jokowi yang menyatakan, pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) di Kalimantan Timur terus berlanjut meski masa pemerintahannya akan berakhir pada 2024.

Lebih lebih kini, pembangunan IKN telah dijamin oleh Undang-Undang Ibu Kota Negara (UU IKN). UU IKN telah disetujui oleh mayoritas fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Harapan Jokowi, semua calon presiden (capres) yang berpotensi maju pada Pilpres 2024 sangat mungkin melanjutkan program-program Presiden Jokowi, terutama pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) dari Jakarta ke Nusantara.

Catatan jurnalistik saya, ada isyarat sangat besar capres yang maju harus memiliki kesepakatan dengan Jokowi. Nah, apakah Anies Baswedan, mau meneruskan program Jokowi lanjutkan IKN?

Baca Juga: Dugaan Nepotisme Jokowi 'Dijlentrekkan' di Gedung MK

Ini karena ada beberapa pihak yang menilai IKN menjadi beban anggaran negara.

Bisa jadi Anies berpotensi tak mau melanjutkan program IKN menggunakan dalil beban anggaran negara.

Kisah penganuliran program Jokowi, saat masih Gubernur DKI oleh Anies, bisa terjadi di proyek IKN.

Catatan jurnalistik saya, deklarasi Anies dirasa oleh para relawan berlawanan dengan visi dan misi pemerintahan Jokowi.

Bisa saya tebak orang di sekitar Istana ada yang mencatat kecerdikan Anies dalam bernarasi.

Saya pun mencatat Anies selama menjadi Gubernur punya segudang kalimat untuk menangkis serangan seolah dirinya berseberangan dengan Jokowi.

Saya mencatat ada bahasa bersayap dari bakal calon presiden Anies Baswedan .

Salah satunya, pernyataan Anies yang akan melanjutkan program Presiden Joko Widodo atau Jokowi jika memenangi Pilpres 2024.

Tapi Anies tak secara gamblang mengatakan akan melanjutkan atau tidak program IKN.

Anies lebih menyatakan dangan bahasa bersayap yaitu bila terpilih jadi presiden 2024 akan melakukan pembangunan berkelanjutan yang ada. Publik tahu ini ucapan umum setiap calon pemimpin.

Catatan jurnalistik saya saat mengikuti seminar tentang ekonomi pembangunan menemukan ajaran beberlanjutan. Istilah ini biasa dipakai dalam bahasa Indonesia sebagai serapan dari istilah sustainability.

Secara konseptual, beberlanjutan (dalam pembangunan) menjadi sangat penting. Ini dikarenakan dalam pencapaian tingkat kesejahteraan tertentu dibutuhkan usaha yang terus-menerus (kontinu) dengan skala yang berimbang dan proporsional.

Bahkan dalam diksi yang lain, perspektif yang paling tepat digunakan untuk menggambarkan rancangan implementasi pembangunan berkelanjutan seperti IKN adalah perencanaan kebijakan jangka panjang. Ini oleh sejumlah ekonom dianalogikan seperti halnya sebuah perjalanan/petualangan dan peta petunjuk membangun untuk anak bangsa, bukan untuk kelompoknya. ([email protected])

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU