Home / Opini : Catatan Raditya Khadaffi

Jokowi, Sholat Ied di Jogya, bukan di Jakarta, Bau Politik

author surabayapagi.com

- Pewarta

Sabtu, 07 Mei 2022 11:15 WIB

Jokowi, Sholat Ied di Jogya, bukan di Jakarta, Bau Politik

i

Catatan Raditya Khadaffi

Sholat Ied itu Sunah, hampir semua umat muslim tahu. Termasuk Presiden Joko Widodo. Artinya, saat Idul Fitri, seorang muslim boleh menjalankan sholat Ied di tempat terbuka, masjid dan lapangan. Bahkan melalaikannya. Misal sholat I’d di rumah bersama keluarga. Maklum kata sunah, diserap dari bahasa Arab, as-sunnah.

Dalam KBBI, kata sunah bermakna tiga hal. Pertama, kebiasaan; kedua, aturan agama Islam yang didasarkan atas segala apa yang dinukilkan dari Nabi ­Muhammad SAW, baik perbuatan, perkataan, ­sikap, maupun kebiasaan yang tidak pernah ditinggalkan beliau; hadis; dan ketiga, perbuat­an yang apabila dilakukan mendapat pahala dan apabila tidak dikerjakan tidak berdosa.

Baca Juga: Jokowi tak Mau Berkomentar Dituding Intervensi Dibalik Pencalonan Gibran

Makanya, Majelis Ulama Indonesia (MUI) memberi fatwa, shalat Idul Fitri boleh dilakukan di rumah.

Sejumlah ulama ada yang berpendapat, hukum melaksanakan shalat Idul Fitri merupakan sunnah muakkad atau sangat dianjurkan.

Dan mengacu pada situasi pandemi yang sedang berlangsung, MUI telah menerbitkan Fatwa Nomor 28 Tahun 2020 tentang ketentuan shalat Idul Fitri saat pandemi. Fatwa MUI tersebut juga mencantumkan tiga jenis ketentuan dalam pelaksanaan shalat Idul Fitri di kawasan terdampak pandemi virus Covid-19.

Kini, tahun 2022 ini saat pandemi melandai, Presiden Joko Widodo memilih rayakan momen Lebaran di Yogyakarta. Jokowi salat Ied di Istana Kepresidenan Gedung Agung Yogyakarta. Sementara Sri Sultan tetap sholat Ied di Alun-Alun Selatan. Saat sholat Ied di kompleks Gedung Agung, Jokowi melaksanakan salat Id bersama keluarga.

Ada sejumlah masyarakat umum berbondong-bondong ingin ikut bergabung salat Ied di Gedung Agung. Saat salat hendak dimulai, petugas memperbolehkan beberapa warga untuk masuk dan ikut jemaah salat Id di istana. Sementara beberapa masyarakat lain melaksanakan salat Ied di trotoar sekitaran kompleks Gedung Agung.

Akal sehat saya tergelitik, ada apa Jokowi memilih sholat Ied di Jogja, bukan di Istana Bogor, atau Masjid tebesar se Asean, Istiqlal Jakarta atau plataran Jakarta International Stadium (JIS). JIS yang baru diaktifkan oleh Gubernur DKI, Anies Baswedan? Benarkah ini pilihan politik Jokowi?
Jawabannya tergantung sudut pandang kita.

Saya lebih memandang pilihan Jokowi mendadak memilih sholat Ied ke Jogja, bukan di Bogor, Jakarta atau Solo, kota kelahirannya ada perhitungan politisnya. Maka sah -sah saja saya yang sejak Pilpres 2014 mendukung Jokowi, mempertanyakan alasan Jokowi memilih sholat Ied di Yogyakarta ketimbang Jakarta.

Akal sehat saya berkata Jokowi tak pilih JIS atau Istiqlal, bisa terkait menghindari tajamnya polarisasi di masyarakat.

Secara sosial, pantasnya Jokowi melakukan salat Idulfitri di Jakarta. Minimal di Masjid Istiqlal yang baru di ronovasi. Alasan akal sehatnya, wilayah tersebut merupakan ibu kota negara Republik Indonesia.

Apalagi, ternyata, Imam dan khatib salat Ied di Istana Yogyakarta dilakukan oleh pejabat lokal yaitu Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama DIY, Masmin Afif. Beda dengan di Masjid Istiqlal chatibnya Ketua Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) RI Noor Achmad dan khatibnya di JIS adalah Ketua Majelis Ulama Indonesia, KH Cholil Nafis.

Nuansa politisnya sholat Ied Jokowi di Jogjakarta, antara lain peserta sholat dibatasi keluarga dan orang dekatnya. Diantaranya, ada Mayjen TNI Widi Prasetijono, Pangdam IV/Diponegoro. Widi tercatat pernah menjadi ajudan Presiden Joko Widodo 2014-2016. Sri Sultan HB X tidak diundang. Tapi dikunjungi siang harinya, setelah menerima silahturahmi Menhan Prabowo Subianto.

Praktis. hari pertama idul fitri, Jokowi, hanya menerima satu menteri saja. Menteri “terdekatnya” seperti Luhut Binsar Panjaitan dan Erick Thohir saja tak diundang. Bahkan Ketua Umum DPP PDIP Megawati yang 'menugaskannya' jadi presiden, cukup di silahturahmi melalui daring.

Baca Juga: Dugaan Nepotisme Jokowi 'Dijlentrekkan' di Gedung MK

Akal sahat saya mengatakan “ngungsinya” Jokowi sholat Ied di Jogja, pilihan politis yang kompromistis.

***

Misal, jemaah sholat Ied di JIS yang diinisiasi Anies Baswedan ada beberapa tokoh nasional, seperti Ketua Umum Partai Amanat Nasional Zulkifli Hasan dan Politikus Partai Nasdem @Ahmad Sahroni. Selain beberapa tokoh agama. Kesan mencolok sholat Ied di JIS kali ini bisa dimaknai “event” Anies melakukan eksperimen politik jelang Pilpres 2014. Pada pilpres mendatang Anies akan maju.

Seperti saat Pilgub 2017 Anies dituding membawa gerbang politik identitas. Sementara Jokowi dan pendukungnya jauh dari kesan membawa isu politik identitas.

Ramainya Sholat Ied yang dilaksanakan di Jakarta International Stadium (JIS) masih menjadi perbincangan di media sosial. Tokoh agama, Ustadz Hilmi Firdausi menanggapi pro dan kontra seputar sholat Id di JIS yang juga dihadiri sejumlah tokoh nasional.

Ustadz Hilmi Firdausi yang kerap dipanggil sebagai Oppa menyatakan tidak setuju, sholat Ied di JIS dikaitkan dengan politik.

Apalagi jemaah sholat Ied di JIS konon diikuti ribuan masyarakat yang tidak hanya warga DKI Jakarta tetapi juga dari warga sekitar Jakarta. Bahkan ditenggarai ada mobilisasi masa oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Kabarnya mobilisasi jamaah ini dihubungkan dengan rencana Anies Baswedan menjadi calon presiden 2024.

Baca Juga: Rabu Pon Bagi Jokowi dan Orang Muslim

Anies memang dikenal sosok yang cerdas. Juga Jokowi, tidak bisa disepelekan dalam membaca situasi politik di Jakarta, yang tahun 2017 lalu diguncang isu politik identitas.

Menurut akal sahat saya, saat ini politik identitas tidak dapat dihindari di dalam demokrasi di Indonesia. Disadari atau tidak, politik identitas merupakan sebuah fenomena politik yang tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di belahan dunia lainnya.

Potret yang saya jepret, politik identitas di Indonesia sepertinya telah diorganisir secara politis . Acapkali malah sering digunakan untuk penyaluran aspirasi publik. Termasuk untuk memengaruhi, baik kebijakan maupun tujuan kekuasaan.

Kini bahkan saya potret kadang dimanipulasi dengan cara membenturkan identitas lain. Ini yang saya khawatirkan dapat menimbulkan polarisasi di tengah masyarakat. Misalnya penyelanggaraan sholat Ied di Jakarta. Ada apa Anies tidak menggunakan masjid Istiqlal sebagai sholat Ied berjamaah bagi warga Jakarta dan sekitarnya.

Pasca direnovasi, Istiqlal mampu menampung 120 ribu jemaah. Dan kini telah diakui sebagai masjid terbesar di Asia Tenggara. Sementara plataran JIS, menurut Pemprov DKI Jakarta untuk gelaran salat Idul Fitri 1 Syawal hanya bisa menampung hingga 20 ribu jemaah.

Belajar dari suasana “mencekam” tahun 2017 lalu, saya berpendapat jika dikaitkan kondisi masyarakat Indonesia yang sampai kini belum sepenuhnya melek politik dan hukum, dikhawatirkan bisa memunculkan sikap emosional masyarakat yang dapat berakibat timbul konflik vertikal maupun horizontal.

Apalagi media sosial makin garang mewadahi gegap gempitanya pro-kontra politik identitas. Selamat hari raya idul fitri, dari hari yang dalam sebagai jurnalis muda yang sering mengkritisi pemerintahan Jokowi, saya mohon maaf lahir dan bathin. Taqabbalallahu Minna Wa Minkum. ([email protected])

Editor : Raditya Mohammer Khadaffi

BERITA TERBARU