Home / Hukum dan Kriminal : Mengintip Layanan Kredit di Bank Jatim (2)

Kacab Sidoarjo tak Transparan Jelaskan Penebusan 3 SHM

author surabayapagi.com

- Pewarta

Senin, 15 Mar 2021 21:36 WIB

Kacab Sidoarjo tak Transparan Jelaskan Penebusan 3 SHM

i

Laporan Wartawan Surabaya Pagi, H. Raditya Mohammer Khadaffi

 

SURABAYAPAGI.COM, Surabaya - Pesan moral ini saya kutip untuk masukan pejabat dan karyawan bank, khususnya Bank Jatim yang sudah go public.

Baca Juga: Sengketa Pilpres 2024 Berakhir dengan Dissenting Opinion

Saya melakukan pendampingan tim advokat Suharjono dalam upaya penebusan 3 SHM tanah tegalan di Jombang, karena penanganannya lamban, tidak transparan dan cenderung ada permainan ping-pong. Dan petugas yang menangani masalah ini pegawai bank berusia muda dibawah 50 tahun.

Tim advokat Suharjono, yang ingin melakukan penebusan 3 SHM yang dijaminkan ke Bank Jatim oleh debitur H. Tarwi, kesan lebih tiga bulan usaha menebus dengan pembayaran tunai, tidak pernah direalisasikan oleh Bank Jatim.

Semula permohonan diajukan melalui Kacab Sidoarjo. Semula M. Anwar, Kacab Sidoarjo meminta penyerahan Bego. Dia tidak mau menjelaskan merek Bego, dan jumlahnya. Tentang urusan bego, menjadi panjang dan tidak transparan. Padahal Bank Jatim adalah kreditur. Secara hukum ia memberi gambaran soal bego.

Kepastian Bego, baru terungkap setelah debitur menemui Said, pegawai Bank Jatim Capem Sepanjang.

Tim advokat Suharjono, kuasa debitur dan penjamin datang ke notaris Yatiningsih Madjid, S.H. M.H. yang berkantor di Jl. Comal Surabaya.

Dari data di notaris, diketahui bahwa antara bego dan 3 SHM, diperjanjikan secara terpisah. Hal ini yang membuat advokat Suharjono mulai kecewa atas tidak transparan Kacab Sidoarjo, Anwar.

Bahkan saat ditemui di kantornya, kacab menyebut bego senilai Rp 2 miliar. Tapi dia tidak mau menjelaskan spec bego dan jumlahnya. Dan baru di kantor notaris terungkap jumlah bego ada 4, dan diperjanjikan secara terpisah dengan 3 SHM milik Djafar, penjamin. Temuan ada dua perjanjian setelah permohonan berlangsung lebih satu bulan.

 

Tim advokat Suharjono, diminta Kacab Sidoarjo, menemui Devisi PPK Bank Jatim pusat di Surabaya. Pungky, kepala devisi PPK, enggan menemui. Ia menunjuk Yopie, yang disebut Wakil Kepala Devisi PPK.

Pertemuan dengan Yopie, terjadi awal Februari 2021. Yopie, wakil dari PPK Bank Jatim, secara blak-blakan menyebut prosedur penebusan 3 SHM, harus dilelang dan tak bisa dibawah tangan.

Bahkan Yopie mengaku dokumen 3 SHM sudah dimasukkan ke KPKNL Sidoarjo.

Hal yang mengejutkan setelah tim advokat Suharjono melakukan cek ke KPNKL sidoarjo, ternyata belum pernah ada 3 SHM yang dimasukkan ke KPKNL Sidoarjo dari Bank jatim. Bahkan setelah KPKNL tahu obyek 3 SHM berada di Jombang. Pihak KPKNL menyebut, penjelasan Yopie ini, salah alamat, karena lelang atas obyek di Jombang, bukan di Sidoarjo tetapi di KPKNL Malang.

Tim advokat Suharjono, merasa dibohongi. “Ini pegawai bank masih muda, sudah melakukan pembohongan publik. Akan saya laporkan secara hukum,” janji advokat Suharjono.

Baca Juga: Peran Shin Tae Yong Bangun Team Work

***

Tim advokat Suharjono, makin kecewa, saat menenui Kacab Sidoarjo Anwar, sejak Desember 2020 lalu.

Kacab Anwar setiap pertemuan menanyakan kepastian hukum penebusan, selalu menyerahkan keputusan di pusat. saat itu PPK masih dipegang Haris. Bahkan saat ditanya data-data detail tentang 3 SHM dan cara menebusnya, Kacab Anwar berkilah selalu tidak tahu dan berdalih, yang menghandel Bank Jatim pusat.

Ini ditegaskan hingga Februari 2021. Kacab Anwar selalu berlindung di keputusan pusat.

Anehnya, Yopie saat ditemui di ruang kerjanya akhir Februari 2021 menyatakan keputusan penebusan di Kacab Sidoarjo, sesuai keputusan rapat tim Komite.

Selama pendampingan, saya mencatat pegawai bank Jatim baik Anwar maupun Yopie, seperti melayani menggunakan pendekatan pejabat bank dan bukan banker.

Saya menyebut keduanya memposisikan pejabat bank, karena lebih menggunakan kewenangan.

Baca Juga: Tingkatkan Inklusivitas Keuangan, Bank Jatim Fasilitasi Pembukaan Rekening Untuk Penyandang Disabilitas

Beda cara banker melayani publik terutama debitur selalu menggunakan fungsi SOP yang terukur dan ini terkait dengan prestasi profesi banker.

Salah satu SOP Banker selalu melayani berdasarkan standar transparansi. Ini terkait hubungan hukum antara lembaga bank (kreditur) dan nasabah (debitur). Perikatan ini didasarkan kesepakatan dalam suatu perjanjian.

Dari cara pelayanan semacam ini, ada indikasi pejabat Bank Jatim ini melakukan suatu tindakan wanprestasi yang dapat merugikan debitur.

Hal ini menyangkut permasalahan antara pihak Bank Jatim sebagai kreditur dan Djafar sebagai debitur. Perjanjian antar keduanya menurut hukum perdata, ada sarana perlindungan hukum preventif yaitu pihak debitur harus diberikan kesempatan untuk mengajukan suatu keberatan apabila klausula yang terdapat dalam perjanjian baku tersebut merugikan pihak debitur. Perlindungan hukum terhadap pihak debitur semacam ini juga tercantum dalam Pasal 18 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Termasuk upaya penyelesaian kredit macet yanh dapat ditempuh dengan dua jalan yaitu upaya litigasi dan non-litigasi yaitu upaya negosiasi.

Advokat Suharjono, menilai pejabat bank di kacab Sidoarjo dan PPK Bank Jatim Pusat mempersulit penebusan, tidak ramah dalam menangani keluhan nasabah yang beritikad baik melunasi Hak Tanggungan atas 3 SHM sebesar Rp 912 juta.

“Saya menilai pejabat bank usia muda ini sepertinya tak peduli terhadap kesulitan klien kami yang beritikad baik menebus. Mereka tak menerapkan etika banker dalam melayani nasabah dan kuasa hukumnya,” tegas Suharjono, saat ditemui di kantor KPK Jakarta, melaporkan permainan kredit dan kredit fiktif.

Suharjono mengingatkan bank Jatim ini gunakan uang negara APBD dan publik (IPO). Jadi dugaan korupsi dan KKN harus diusut tuntas sampai Direksi, bukan kacab dan devisi saja. ([email protected], bersambung)

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU