Kadin Jatim hingga DPR Sepakat Tolak Revisi PP 109/2012

author surabayapagi.com

- Pewarta

Kamis, 23 Feb 2023 10:58 WIB

Kadin Jatim hingga DPR Sepakat Tolak Revisi PP 109/2012

i

Ketua Kadin Jatim Adik Dwi Putranto Foto: Kadin Jatim.

SURABAYAPAGI.COM, Surabaya - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur, industri hasil tembakau, petani tembakau, puluhan asosiasi terdampak, akademisi, perwakilan PBNU hingga DPRD Jatim dan DPR RI sepakat menolak revisi PP 109/2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan.

Penolakan diwujudkan dengan adanya penandatangan pakta penolakan yang dibentangkan di lokasi Sarasehan Nasional Pertembakauan, Hall Graha Kadin Jatim, Surabaya, Rabu (22/2/2023). Jika suara mereka tidak didengar pemerintah, maka semua pihak sepakat turun ke jalan untuk meneriakkan keadilan.

Baca Juga: Pemkab Lumajang Dorong Pengembangan Komoditas Tembakau dan Kopi

"Kalau dengan baik-baik tidak bisa, maka harus dipaksakan dengan politik. Kita tunjukkan kekuatan politik kita. Ada berapa ratus ribu tenaga kerja, petani, industri, kita demo," kata Anggota Komisi XI DPR RI Muhammad Misbakhun, Rabu (22/2/2023)

Misbakhun mengatakan, sejauh ini ada ketidakadilan nyata yang dilakukan pemerintah terhadap pelaku pertembakauan di Indonesia.

"Sepanjang perjalanan masa bakti saya di DPR RI, saya mengikuti. Untuk agenda kepentingan asing, petani tembakau dikorbankan, kepentingan negara diintervensi," ujarnya.

Ia menilai bahwa langkah pemerintah ini adalah akibat adanya tekanan internasional terkait Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) yang kemudian dimasukkan ke dalam agenda regulasi nasional.

Maka dari itu, Misbakhun meminta Pemerintah untuk bersikap bijak dan objektif dengan melindungi industri hasil tembakau.

“Ketika mengambil keputusan terkait industri hasil tembakau, hendaknya tidak dilihat terbatas pada satu aspek kesehatan saja, namun juga aspek lainnya, mulai dari penyerapan hasil pertanian tembakau, kelangsungan lapangan kerja, potensi produk ilegal, hingga potensi penerimaan negara,” jelasnya.

Selain itu, Misbahkun juga menekankan perlunya koordinasi dan kerja sama semua pihak yang ada di dalam mata rantai industri hasil tembakau untuk memastikan bahwa tidak ada upaya intervensi yang dilakukan pihak manapun, khususnya pihak asing dalam pembuatan regulasi nasional terkait tembakau.

“Industri hasil tembakau Indonesia memiliki potensi besar dalam menghidupkan ekonomi tanah air, baik yang industri besar maupun industri kecil. Oleh karenanya, diperlukan sebuah kekompakan dan kekuatan yang solid dalam memastikan industri ini tetap terjaga dan berkesinambungan,” tutupnya.

Sementara itu, Ketua Umum Kadin Jatim Adik Dwi Putranto mengungkapkan bahwa wacana revisi PP 109/2012 merupakan topik yang tengah menjadi pembahasan pelik di pemangku kepentingan pertembakauan.

Dalam sambutannya, Adik menyampaikam bahwa Industri Hasil Tembakau (IHT) menjadi sektor vital dalam perekonomian nasional dengan menjadi salah satu penyumbang terbesar penerimaan negara melalui cukai.

"Dalam menghadapi kondisi ekonomi dan politik dunia yang tidak menentu, hasil tembakau sebagai industri resmi juga sepatutnya diperlakukan secara adil dan diberi perlindungan yang sama dengan lainnya," ujar Adik.

Dorongan untuk kembali melakukan revisi atas peraturan ini kembali dikoarkan setelah dikeluarkannya Keputusan Presiden Nomor 25 Tahun 2022 tentang Program Penyusunan Peraturan Pemerintah Tahun 2023 pada 23 Desember 2022 lalu.

Poin revisi yang diharapkan meliputi 7 hal utama, diantaranya pembesaran gambar peringatan kesehatan di bungkus rokok, ditargetkan menjadi 90 persen luas kemasan. Kemudian, pelarangan iklan, promosi, dan sponsorship produk tembakau di berbagai jenis media, serta penerapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR).

“Amandemen peraturan ini bertujuan untuk menurunkan prevalensi merokok anak dari 9,1% menjadi 8,7% pada tahun 2024 serta mendorong hidup sehat. Tetapi faktanya data terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2023 menunjukan penurunan prevalensi merokok anak usia dibawah 18 tahun secara signifikan dari 9,65% pada tahun 2022 menjadi 3,44%,” terangnya.

Ia menyebut, hal ini menjadi sebuah pertimbangan apa perlu melakukan PP 109/2012 jika tujuannya sudah tercapai. Padahal, hingga saat ini terdapat lebih dari 446 regulasi yang diterbitkan oleh berbagai kementerian/lembaga yang isinya menekan sisi produksi dan sisi konsumsi produk rokok legal.

Baca Juga: KADIN Jatim Bakal Permudah Perijinan UMKM

Dampak ini mengakibatkan turunnya volume produksi IHT dari 346,3 miliar batang pada tahun 2014 menjadi 322 miliar batang pada tahun 2020.

"Jika revisi PP 109/2012 diterapkan, apakah dapat menimbulkan dampak baik atau justru menimbulkan dampak lain seperti rokok ilegal yang justru akan kontraproduktif dengan tujuan pemerintah. Maka dengan ini, Kadin Jatim menolak keras rencana revisi tersebut," tegasnya.

Di samping itu, Ketua Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) AA LaNyalla Mahmud Mattalitti yang juga hadir dalam kesempatan tersebut menyatakan, rencana revisi tersebut dimaksudkan untuk semakin menurunkan angka prevalensi perokok, khususnya perokok anak, dengan mempersempit ruang gerak dan akses bagi perokok, terutama perokok anak.

Namun di sisi lain, lanjutnya, para pemangku pertembakauan di semua lini beranggapan bahwa PP 109/2012 masih dipandang tidak cukup efektif untuk membatasi dan menurunkan angka prevalensi perokok.

Menurutnya, perbedaan data yang digunakan oleh para pemangku kepentingan bidang kesehatan, bidang keuangan dan bidang pertembakauan telah menimbulkan kerancuan dan perbedaan sikap.

"Ini tentu dua kutub yang diametral dari sisi sudut pandang dan kepentingan. Tentu saya harus melihat secara jernih dari sudut pandang stakeholder di daerah. Termasuk masyarakat dan pemangku kepentingan pertembakauan di Jawa Timur," ujar LaNyalla.

Maka dari itu, menurut pria yang pernah menjabat sebagai Ketua Umum Kadin Jawa Timur 2009 – 2019 tersebut mencoba membedah persoalan ini dari berbagai perspektif, agar menemukan jalan keluar yang terbaik dan saling menguntungkan. Baik dari sisi Pemerintah, dimana Kementerian Kesehatan sebagai leading sector, dengan para pemangku kepentingan pertembakauan.

"Saya berharap para pemangku kepentingan bisa menyatukan cara pandang dalam mengambil data sehingga informasi dan komunikasi yang disampaikan kepada pemerintah pusat bisa satu perspektif dan masukan yang disampaikan menjadi lebih konstruktif," harapnya.

Baca Juga: Harga Tembakau di Probolinggo Tembus Rp45 Ribu per Kg

Selanjutnya, Ketua Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) Henry Najoan menyampaikan, tujuan dari agenda revisi PP 109/2012 sejatinya adalah untuk menekan prevalensi perokok anak. Hal tersebut sejalan dengan mandat dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2020-2024 (RPJMN 2020-2024).

Kendati demikian, revisi tersebut bukanlah cara yang tepat dan langkah solutif untuk tujuan yang ingin dicapai. Untuk itu, pihaknya menolak dengan tegas adanya revisi PP 109/2012.

Ia menambahkan, jika tetap dilakukan, revisi ini akan lebih banyak membawa kehancuran bagi industri hasil tembakau legal di Tanah Air, dikarenakan aturannya yang semakin restriktif dan menutup ruang untuk berusaha.

“Secara berkelanjutan, industri hasil tembakau ditempa oleh berbagai peraturan yang sangat menekan, dari mulai pengenaan tarif cukai yang semakin tinggi, pembatasan promosi, penjualan, dan lain sebagainya,” ujar Henry.

Dalam penerapannya selama ini, menurut dia, PP 109/2012 sebenarnya sudah ideal, mengatur dengan baik kegiatan pemasaran produk tembakau sebagaimana mestinya.

"Akan tetapi, hal ini belum diikuti dengan kegiatan edukasi serta pengawasan yang tepat. Inilah yang semestinya yang didorong oleh pemerintah, dan bukan malah merevisi peraturan yang sudah baik menjadi restriktif sehingga berdampak pada jutaan orang yang menopangkan hidupnya pada industri tembakau” paparnya.

Senada dengan Henry dan Misbakhun, Sekjen DPN Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Mahmud, juga menjadi pihak yang menentang adanya revisi PP 109/2012.

Ia mengharapkan pemerintah dapat mendengarkan keresahan para petani, karena revisi ini akan memberi dampak besar pada penghidupan mereka. sb

Editor : Redaksi

BERITA TERBARU