Kajati Dituntut Adil Tangani Surat Ijo

author surabayapagi.com

- Pewarta

Selasa, 16 Nov 2021 20:45 WIB

Kajati Dituntut Adil Tangani Surat Ijo

i

Aksi FASIS saat memblokade Kejati Jatim, kemarin. Sp/Bayu

Warga Ingatkan Berdasarkan Hukum Pertanahan Surat IPT (Izin Pemakaian Tanah) adalah Tanah Negara, bukan Aset Pemkot Surabaya

 

Baca Juga: Mengatasnamakan Media Nasional, Warga Lamongan Diperas Wartawan Gadungan

 

SURABAYAPAGI.COM, Surabaya- Aksi blokade pintu masuk Kejaksaan Tinggi Jawa Timur ini dilakukan oleh puluhan warga pemilik Surat Ijo yang tergabung dalam Forum Auditor Surat Ijo Surabaya atau FASIS, Selasa (16/11/2021).

Dengan membawa sejumlah poster tuntutan warga terus berorasi mendesak Kejaksaan Tinggi Jawa Timur berlaku adil dan bisa memperjuangkan hak mereka atas tanah yang kini diklaim sebagai aset Pemkot Surabaya.

Warga menyayangkan ada ketakutan dari pihak Kejaksaan yang diduga telah terjadi intervensi dari Pemerintah Surabaya atas perkara tanah Surat Ijo.

Warga pemegang Izin Pemakaian Tanah (IPT) surat ijo  mengaku dari bukti surat Kanwil BPN Jatim, tanah surat ijo merupakan milik negara namun melalui Surat Keputusan (SK) Hak Pengelolaan (HPL) justru memasukkan tanah IPT sebagai aset Pemkot.

Karena Berdasarkan UU PA Nomor 5 tahun 1960 dan pemulihan aset menyebutkan tanah IPT adalah negara yang dikembalikan ke warga bukan dimasukkan ke dalam Sistem Informasi Management Barang Daerah (Simbada) atau jadi aset Pemkot Surabaya.

“Yang pada dasarnya surat IPT itu adalah tanah negara yang telah disampaikan juga oleh Kanwil BPN 1 itu di dalam suratnya, dia menyatakan bahwa tanah IPT itu tanah negara. Kalau sudah dinyatakan tanah negara itu seharusnya (kembali ke warga). Kami mempunyai dugaan bahwa SK HPL memasukkan aset IPT ke dalam Simbada. Perda-perda yang ada adalah cacat hukum,” kata Viktor Harnanto, salah satu perwakilan warga.

Melalui aksi tersebut warga Surat Ijo berharap ada keadilan dalam proses sengketa surat ijo yang selama ini sudah diperjuangkan oleh warga hingga proses persidangan.

Saat dikonfirmasi Kejati Jatim memilih tak banyak komentar. “Info dari mana (ada demo), nihil (tak ada), mas,”KAT  Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Jatim, Fathur Rohman pada Surabayapagi, Selasa (16/11/2021).

 

Didukung Mahasiswa

Sebelumnya, perjuangan 46.811 warga Surabaya pemilik IPT Surat Ijo yang tersebar di 23 kecamatan, juga mendapat dukungan dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-Surabaya.

Ahmad Yusuf Alakim koordinator Aliansi BEM se-Surabaya menyampaikan, dukungan tersebut diberikan lantaran persoalan tanah surat ijo tak kunjung tuntasnya, sehingga berlarut-larut dan telah meresahkan warga.

Dalam keterangan resminya, Aliansi BEM se-Surabaya yang beranggotakan 30 perguruan tinggi Surabaya ini, menuntut Pemkot Surabaya agar melakukan pembaharuan peraturan Perda nomor 16 tahun 2014 tentang pelepasan tanah aset pemkot Surabaya.

Selain pembaharuan Perda 16, ia juga mendesak Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi agar dapat mengeluarkan Surat Keputusan (SK) sebagai landasan hukum yang pasti, terkait pelepasan aset tanah di Surabaya.

Baca Juga: Unesa Terima 4.733 Camaba Lewat Jalur SNBP 2024

“Karenanya kami mendesak Walikota Eri Cahyadi untuk segera menyelesaikan persoalan ini dengan melimpahkan surat ijo ke ranah pemerintahan pusat dalam hal ini pihak Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri)," kata Ahmad Yusuf Alikim dalam keterangannya yang diterima Surabaya Pagi, Rabu (27/10/2021).

Dukungan serta desakan mahasiswa ini bukanlah isapan jempol belaka. Ahmad secara tegas menyebutkan, pihaknya akan melakukan aksi massa apabila tuntutan tersebut tidak ditanggapi oleh pihak pemkot Surabaya.

Tindakan aksi masa yang akan dilakukan BEM se-Surabaya kata Ahmad, juga merupakan bagian dari upaya menagih janji Wakil Wali Kota Surabaya Armuji melalui komunikasi webinar dengan Komunitas Pejuang Surat Ijo Surabaya (KPSIS) pada beberapa waktu yang lalu. Dalam keterangannya saat itu, Armuji menyampaikan, pemkot Surabaya tidak keberatan menyelesaikan sengketa surat ijo, untuk dijadikan SHM yang diberikan kepada masyarakat Surabaya.

Hingga saat ini, surat tuntutan terkait penyelesaian surat ijo telah dikirim ke Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi, namun belum ada tanggapan.

 

Bukan Hal yang Susah

Secara terpisah, Pakar Hukum Agraria dan Pertanahan Fakultas Hukum Universitas Airlangga (Unair) Agus Sekarmadji menyampaikan, terkait persoalan tanah surat ijo di Surabaya sebetulnya bukan persoalan yang sulit.

Menurutnya, pengaturan tanah surat ijo telah diatur dalam Perda nomor 16 tahun 2014 tentang pelepasan tanah aset pemkot Surabaya. Pasal 1 ayat 7 Perda tersebut secara verbatim menyebutkan, pelepasan tanah adalah suatu kegiatan pemindahtanganan barang milik daerah berupa tanah aset pemerintah daerah kepada pemegang izin pemakaian tanah melalui pemberian kompensasi dalam bentuk sejumlah uang.

Baca Juga: Kantor DPD PSI Surabaya Didemo Ratusan Simpatisan

"Karena tanah itu merupakan barang milik daerah maka tunduk pada peraturan mengenai pengelolaan barang milik daerah. Berdasarkan peraturan tersebut disebutkan bahwa apabila barang milik daerah dimanfaatkan maka tidak boleh merugikan daerah. Oleh karena itu tidak mungkin pelepasan gratis. Harus ada ganti kerugian. Karena itu hukumnya," kata Agus Sekarmaji saat dihubungi Surabaya Pagi, Rabu (27/10/2021).

"Otomatis (ganti rugi) harus berupa uang dan besarnya sesuai dengan appraisal atau penilai pertanahan," tegasnya lagi.

Oleh karenanya Agus menilai, tindakan pemkot Surabaya dalam mengelola aset pemerintah sudah sesuai dengan koridor hukum yang ada. Selain Perda 16, ada pula aturan lain yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat.

Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia nomor 27 tahun 2014 sebagaimana diubah menjadi PP 28 tahun 2020 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah maupun Permendagri Nomor 19 tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah, merupakan rujukan hukum lainnya dalam pengelolaan aset negara ataupun daerah.

Ditambah lagi, setiap ketentuan hukum yang ada selalu berisikan frasa yang pada prinsipnya tidak boleh merugikan keuangan daerah.

"Kalau itu merupakan aset pemerintah maka tunduk pada pengelolaan barang milik daerah. Artinya kan sudah ada aturan hukumnya. Kalau mau punya hak milik, maka harus ganti kerugian ke pemerintah daerah," ucapnya.

Terkait frasa kerugian negara, pada pasal 1 ayat 15 undang-undang nomor 15 tahun 2006 tentang badan pemeriksa keuangan, disebutkan bahwa; kerugian negara/daerah adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai.

Sanksi dari kerugian negara pun kata Agus, juga diatur dalam PP nomor 27 tahun 2014 sebagaimana diubah dengan PP 28 tahun 2020. pasal 99 PP menyebutkan, setiap pihak yang mengakibatkan kerugian negara/daerah dapat dikenakan sanksi administratif dan/atau sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan. yu,sem,ana

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU