KBM Daring, Ciptakan Kegelisahan Ortu

author surabayapagi.com

- Pewarta

Selasa, 21 Jul 2020 22:06 WIB

KBM Daring, Ciptakan Kegelisahan Ortu

i

Gambar visual by SP

Guru, Orangtua, Siswa, Pengelola Sekolah, Pengelola Warung Kopi Hingga Pemerhati Pendidikan Sedih, Siswa Belajar lewat Daring dan Ada yang Berkelompok di Warung Kopi yang Abaikan Protokol Kesehatan 

 

Baca Juga: Wali Kota Surabaya Eri Resmikan Gedung Baru PMI

SURABAYA PAGI, Surabaya - Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) secara daring yang serentak ditetapkan pemerintah selama pandemi Covid-19 sejak tanggal 13 Juli 2020 menimbulkan keresahan dari masyarakat bawah. Orang tua dan siswa yang tidak mampu, mau tidak mau harus mencari tambahan untuk membeli kuota internet. Hal ini agar KBM secara daring ini bisa dijalankan oleh mereka. Tak heran, akhir-akhir ini para siswa atau orang tua boyongan ke beberapa warung kopi (warkop) untuk mencari jaringan internet nirkabel (wi-fi) secara cuma-cuma. Terkadang mereka hanya memesan segelas minuman atau snack, dan harus bergumul dengan warga yang nongkrong di warkop. Fenomena KBM daring di warkop ini berbanding terbalik bila Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya yang akan menyiapkan anggaran sebesar Rp 11 Miliar untuk mereka orang tua dan siswa tak mampu agar mereka bisa mengikuti KBM secara daring. Fenomena ini tak hanya terjadi Surabaya, tetapi di beberapa daerah di Jawa Timur.

 

Seperti yang dialami siswa di Kabupaten Mojokerto, yakni Dewi Rosita, 16 tahun, siswi kelas XI SMA Islam Simongagrok ini setelah mengambil buku Lembar Kerja Siswa (LKS) di sekolahnya, langsung mampir ke warkop. "Ini tadi habis ambil buku di sekolah, jadi sekalian mampir buat ngerjain tugas daring," katanya, Selasa (21/7/2020).

Dewi mengatakan ia dan rekannya mengerjakan daring di warkop karena jenuh selama ini mengerjakan tugas dari rumah."Bosan habis ngerjain pakai HP kalau di rumah, kangen juga belajar bareng sama teman-teman di sekolah," katanya.

Menurutnya, dengan memanfaatkan wifi gratis di warkop, ia bisa menghemat kuota internet. Sebab jika menggunakan paket data di smartphone untuk pembelajaran daring, kuota atau biaya yang dihabiskan juga cukup banyak.

Sementara, terpisah pemilik warung kopi di daerah Surabaya Timur, Yuni Astuti, merasa senang jika ditempatnya ada beberapa siswa yang dilihatnya sedang mengikuti pembelajaran daring. Akan tetapi, dirinya juga mempertanyakan, kenapa kok sampai sekolah di warung kopi.

"Meski ramai orang, para siswa tetap serius mengerjakan soal-soal yang diberikan dalam pembelajaran daring. Jadi ikut senang karena warung kopi saya bermanfaat. Tapi apa segininya yah, kekurangan akses internet," ungkap Yuni kepada Surabaya Pagi, Selasa (21/7/2020).

 

Wifi Gratis dengan Syarat

Sedanglan, Addy (37), salah satu walimurid Sekolah Dasar Simokerto ini menuturkan jika dirinya lebih baik mengeluarkan uang Rp 5.000 untuk anaknya mengerjakan tugas daring di warkop, dibandingkan harus mengeluarkan uang Rp 27.000 untuk membeli kuota internet.

"Saya lebih baik keluar uang sedikit untuk anaknya saya beli minum di warkop, dari pada harus beli kuota yang nominalnya lebih banyak," kata Addy, saat ditemui sedang menemani anaknya belajar di warkop.

Bahkan, ada warkop di Surabaya, yakni Warkop Pitulikur yang memiliki program wifi gratis untuk sekolah daring. Pemilik Warkop Pitulikur, Husin Ghozali sengaja memfasilitasi wifi gratis untuk para pelajar. Sebab, dirinya merasa prihatin banyak orang tua yang tidak bisa memfasilitasi internet anaknya di rumah.

"Karena saya melihat, tidak semua ortu atau siswa memiliki paket data. Untuk itu saya menginisasi memberikan wifi gratis untuk belajar para siswa," kata Cak Cong sapaan akrabnya, di Warkop Pitulikur, Selasa (21/7/2020).

Cak Cong mengatakan, untuk para pelajar yang ingin memanfaatkan wifi gratis yang disediakan, tidak ada syarat tertentu. Asalkan tetap pada tujuan utamanya, yakni belajar, bukan malah main game. "Asal mau belajar, membawa perlengkapan dan tidak main game. Pelajar bisa pakai wifi gratis untuk pembelajaran," jelasnya.

Melihat fenomena KBM secara daring ditengah-tengah hiruk pikuk warkop yang masih kawasan zona merah, beberapa pemerhati pendidikan dan anggota DPRD Surabaya dan Jawa Timur, menyoroti bahwa pemerintah masih belum siap dengan program KBM daring dengan realitas, kondisi sosial dan infrastruktur.

 

Pemerintah Belum Siap

Penasehat Dewan Pendidikan Jawa Timur, Prof Dr Djoko Saryono melihat pemerintah masih belum siap dengan kondisi secara daring ini. Djoko mengatakan jika ada beberapa opsi yang bisa dilakukan dalam melakukan proses pembelajaran jarak jauh. Menurutnya, pembelajaran jarak jauh harusnya juga ada beberapa pilihan, pertama pembelajaran daring, kedua pembelajaran luring, dan yang ketiga campuran antara keduanya.

Dirinya juga mengungkapkan jika secara nasional, tampaknya Indonesia masih belum siap jika harus menerapkan metode pembelajaran full daring. Hal itu dikarenakan ada beberapa faktor, salah satunya adalah belum tersedianya listrik di wilayah tersebut.

Baca Juga: DSDABM Kota Surabaya Akan Segera Tuntaskan 245 Titik Banjir di Surabaya

"Kalau bicara nasional, di Indonesia masih ada wilayah tertinggal terluar terdepan. Juga masih ada yang tidak tersedia listrik di wilayahya. Dengan penerapan pembelajaran jarak jauh full daring, apakah wilayah seperti itu bisa menerapkan dengan baik?" ungkapnya.

Selain itu, dirinya juga berharap jika dunia pendidikan di Indonesia ikut menyesuaikan terhadap kondisi pandemi Covid-19 seperti ini. Salah satunya dengan menyederhanakan dan menata ulang kurikulum pembelajaran.

 

Memindahkan Budaya

"Akibat pandemi ini, dunia sekarang harus me-reset, menata ulang semuanya. Termasuk yang ditata ulang adalah Pendidikan. Kita harus menyederhanakan kurikulum pembelajaran kita. Kurikulum kita harus ditata ulang secara komprehensif, lebih sederhana dan lentur," jelas Prof Dr Djoko Saryono.

Djoko mengakui memang tidak mudah jika tiba-tiba memindahkan dan mengalih fungsikan rumah sebagai tempat proses pembelajaran. Hal ini diakuinya seperti memindahkan sebuah budaya yang telah berlangsung sejak lama.

"Kalau tiba-tiba memindahkan pembelajaran dari sekolah ke rumah, itu memindahkan budaya. Memindahkan fungsi dan peran. Dan harus diakui, ini tidak mudah. Rumah sebagai fungsi belajar itu sudah hilang, karena hampir semua sekarang sudah diurus oleh Sekolah. Tiba-tiba sekarang pembelajaran dipindahkan semua ke rumah, tentu menjadi tidak mudah," pungkasnya.

 

Bisa Gunakan Dana BOS

Terpisah, pemerhati pendidikan sekaligus Ketua Kampus Guru Cikal, Bukik Setiawan, menyayangkan masih banyak siswa yang sekolah secara daring di tempat umum seperti warkop. Padahal, dalam pandemi ini, rentan tertular. Seharusnya, sekolah-sekolah bisa menggunakan dana BOS untuk membantu siswa yang kurang mampu.

Baca Juga: Wali Kota Surabaya Minta Surveyor Gali Informasi untuk Atasi Kemiskinan

"Pemerintah melalui Dana BOS sebenarnya sudah mengalokasikan untuk kebutuhan PJJ. Seperti paket data bagi siswa yang kurang mampu contohnya. Namun saya belum melihat efektifitasnya hingga saat ini," ujar Bukik kepada Surabaya Pagi, Selasa (21/7/2020).

Bukik juga menyebutkan jika kunci dari permasalahan terkait hal ini adalah di dinas pendidikan. Menurutnya dinas pendidikan harus mampu melakukan upaya untuk menyelesaikan masalah KBM secara daring ini.

Selain itu, pemerintah juga harus memikirkan cara bagaimana melakukan realokasi anggaran yang efektif untuk menunjang proses KBM daring sehingga seluruh siswa dapat melaksanakan pembelajaran tersebut tanpa kendala apapun.

Bukik juga berpesan agar orang tua siswa yang memang tidak mampu untuk membeli paket data untuk segera mengkomunikasikan dengan pihak sekolah. Dirinya juga berharap orang tua tidak terlalu menekan anaknya di kondisi seperti ini karena dapat mempengaruhi kondisi psikologis dan kesehatan anak dalam melaksanakan proses pembelajaran.

 

Bisa Berdampak Negatif

Senada dengan Bukik, pemerhati pendidikan dari Lembaga Perlindungan Anak Jawa Timur, Moch Isa Ansori M.Psi, melihat pemerintah masih belum siap. Ditambah KBM secara daring ini masih harus dibarengi dengan penyediakan fasilitas untuk daring, seperti kuota internet.

Makanya tak heran ada masyarakat umum yang ikut berperan serta memberikan solusi bagi siswa tak mampu. Yakni menyediakan akses internet gratis di warkop.

"Ini merupakan bentuk partisipasi masyarakat. Namun permasalahannya di warung kopi tidak ada pendampingan bahkan pengaruh orang dewasa lebih banyak. Maka dampak negatif sosialnya jadi lebih banyak," terang Isa Ansori.

Disinggung terkait bantuan Walikota Surabaya yang membuat program bandwidth internet merupakan suatu niat yang baik, sebab menurutnya pemerintah ikut hadir di tengah masyarakat. "Tapi permasalahannya adalah sekolah harus menerapkan protokol kesehatan, nanti kalau di balai RW ada tidak hal itu untuk menghindari kerumunan. Protokol kesehatannya ada tidak? Maka yang penting adalah protokol kesehatan harus di jaga dan harus ada pendampingan," keluhnya. dwy/adt/byt/tyn/cr1/rmc

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU