Kejagung "Cekik" Koruptor Lahan Sawit

author surabayapagi.com

- Pewarta

Rabu, 31 Agu 2022 21:05 WIB

Kejagung "Cekik" Koruptor Lahan Sawit

Bikin Manuver Amankan Aset Negara yang Dikorup Tersangka Surya Darmadi Sebesar Rp 104 Triliun. Gabungkan Kerugian Keuangan Negara dan Perekonomian Negara

 

Baca Juga: KPK Nilai Masalah Perizinan Masih Jadi Titik Rawan Korupsi, KAD Jatim dan KOK Gelar FGD

SURABAYAPAGI.COM, Jakarta - Kejaksaan Agung RI buat manuver baru ungkap kerugian negara kasus korupsi. Manuver baru Kejagung diterapkan pada kasus korupsi minyak goreng dan suap lahan sawit, dengan narasi merugikan kerugian perekonomian negara, bukan sekedar kerugian keuangan negara. Mengapa? Alasan utama Kejagung menggunakan kerugian perekonomian negara, karena apa yang telah dikorupsi, berdampak pada masyarakat orang banyak, khususnya hak negara.

Hal itu diungkapkan Jaksa Agung Pidana Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung RI, Febrie Adriansyah, Rabu (31/8/2022). "Untuk kerugian perekonomian dalam kasus korupsi lahan sawit PT Duta Palma Group, mencapai Rp 99,2 Triliun. Nilai ini ada perubahan, ketika awal penyidik temukan senilai Rp 78 Triliun," kata Febrie.

Untuk itu, total kerugian dalam kasus korupsi lahan sawit dengan tersangka Surya Darmadi, mencapai Rp 104,1 Triliun, dengan perhitungan penggabungan kerugian keuangan negara dan kerugian perekonomian negara. "Awal penyidikan, nilai kerugian mencapai Rp 78 Triliun. Sekarang sudah pasti hasil perhitungan dari BPKP, dari ahli auditor kerugian negara sebesar Rp 4,9 Triliun (untuk keuangan negara)," lanjutnya.

 

Tak Lagi Keuangan Negara

Jampidsus Febrie sendiri membeberkan bagaimana komponen penghitungan kerugian keuangan negara dan kerugian perekonomian negara. Menurut Febrie, dalam suatu kasus korupsi seharusnya diperhitungkan pula mengenai potensi-potensi penerimaan negara yang hilang lantaran terjadinya korupsi.

"Bahwa sekarang Kejaksaan tidak lagi hanya memakai instrumen kerugian negara tetapi sudah mencoba membuktikan kerugian perekonomian negara. Ini cakupannya lebih luas seperti hak untuk negara juga dihitung," kata Febrie, seperti yang ia jelaskan dalam rapat dengan pendapat dengan Komisi III DPR RI, minggu lalu.

Untuk memperkuat argumentasi terkait penghitungan itu, jaksa menggandeng Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan atau BPKP. Selain itu para ahli di bidang masing-masing turut dilibatkan oleh jaksa.

"Dari BPKP dari ahli auditor itu kerugian keuangan negara senilai Rp 4 triliun ya (rincinya) Rp 4,9 triliun, untuk kerugian perekonomian negara senilai Rp 99,2 triliun," kata Febrie.

 

Hilangkan Hak Negara

Deputi Bidang Investigasi BPKP Agustina Arumsari mengungkapkan ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan dalam menghitung total kerugian keuangan negara dan perekonomian negara. Menurut Agustina Arumsari, bahwa yang merugikan yakni berdampak pada tidak diperolehnya hak negara atas pemanfaatan hutan, seperti dana reboisasi dan provisi sumber daya hutan.

"Tentu saja seluruh proses-proses fakta-fakta yang ditemukan oleh penyidik ini secara langsung dan secara tidak langsung memberikan dampak bagi keuangan negara maupun perekonomian negara," ujar wanita yang karib disapa Sari itu.

Dijelaskan bahwa dalam pengelolaan aset negara, ada hak negara di dalamnya. Dalam kasus Surya Darmadi, aspek itu yang membuat negara rugi karena tidak mendapat hak pemanfaatan lahan negara. "Penyimpangan yang dilakukan menimbulkan dampak tidak diperolehnya hak negara atas pemanfaatan hutan antara lain dalam bentuk dana reboisasi sumber daya hutan dan seterusnya," ujar Sari.

Lebih lanjut, biaya pemulihan kerusakan hutan juga menambah total kerugian yang diterima negara. Sebab, negara harus menanggung proses pemulihan lahan yang rusak. "Jika seluruh angka tadi, dari kami para ahli yang sudah berkolaborasi, seluruh kerugian dari sisi perekonomian negara terhitunglah sebesar Rp 99,34 triliun kerugian perekonomian negara," ucap Sari.

 

Penyitaan Lahan Sawit

Baca Juga: Kejagung Baru Dilapori, KPK Sudah Mengkonstruksikan

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Jampidsus Kejagung) Febrie Adriansyah mengatakan. pihaknya telah menyita aset tersangka kasus dugaan korupsi penguasaan lahan sawit seluas 37.095 hektare Surya Darmadi senilai Rp11,7 T.

“Untuk menilai aset yang kami sita, kami akan melibatkan appraisal yang bersertifikat. Tetapi, untuk sementara, informasi awal yang penyidik dapat, tersita aset Rp11,7 triliun. Nanti akan kami konfirmasi kembali lebih lanjutnya,” kata Febrie, Rabu (31/8/2022).

Perkiraan tersebut diperoleh dari aset yang telah disita. Untuk sementara ini, tutur Febrie, pihaknya telah menyita 40 bidang tanah yang tersebar di Jakarta, Riau, dan Jambi, 6 pabrik kelapa sawit yang berada di Jambi, Riau, dan Kalimantan Barat, 6 gedung yang bernilai tinggi di Jakarta Selatan dan Jakarta Pusat, 3 apartemen di Jakarta, 2 hotel di Bali, dan 1 unit helikopter.

“Uang yang disita oleh penyidik, yang kami serahkan tadi ke rekening penampungan sementara di Mandiri, itu nilainya Rp5.291.848.121.119. Seperti yang kami tampilkan, ini Rp5 triliun lebih, kemudian dolar AS ada 11 juta sekian dolar AS, kemudian ada 646,04 dolar Singapura,” kata Febrie.

Menurut Jamidsus, terdapat sejumlah aset yang belum dinilai, yakni 4 unit kapal yang disita di Batam dan Palembang. “Intinya, rekan-rekan penyidik masih menyelesaikan pemberkasan dan kita lihat nanti perkembangannya terhadap perkara ini,” tambah Febrie.

 

Sita Kapal Triliunan

Dalam kesempatan itu juga dilakukan penyerahan barang bukti berupa uang tunai yang telah disita dalam perkara tindak pidana korupsi dalam kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit PT Duta Palma Group sebanyak Rp 5,12 triliun, USD 11,4 juta, dan 646 dolar Singapura yang dititipkan oleh Kejaksaan Agung kepada Bank Mandiri dan sejumlah bank lainnya.

Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali menyita aset milik bos PT Duta Palma Group, Surya Darmadi (SD), tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi dan pencucian uang terkait penyerobotan lahan kawasan hutan PT Duta Palma Group di Kabupaten Indragiri Hulu, Riau.

"Penyitaan dilakukan guna kepentingan penyidikan terhadap perkara tindak pidana pencucian uang dengan tindak pidana asal yaitu tindak pidana korupsi dalam kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit yang dilakukan oleh PT Duta Palma Group di Kabupaten Indragiri Hulu atas nama tersangka SD," tutur Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana dalam keterangannya, Rabu (31/8/2022).

Baca Juga: Bahlil Dilaporkan Korupsi ke KPK, Bahlil Ganti Lapor Nama Baiknya Dirugikan

Pertama adalah satu unit kapal motor tunda dengan nama Kapal Royal Palma-9 eks Deli Muda-II dengan tanda panggilan YD 4513, tempat pendaftaran Jakarta, tanda pendaftaran 1997 Ba No. 921/L, ukuran 23,15 x 7,00 x 2,90, tonase kotor (GT) 166, tonase bersih (NT) 99, tahun pembangunan 1996 milik PT Delimuda Nusantara.

Kedua, satu unit tongkang dengan nama Kapal Royal Palma-2 eks Royal Palma, dengan tempat pendaftaran Dumai, tanda pendaftaran 1999 PPj No. 1199/L, ukuran 78,32 x 19,50 x 5,50, tonase kotor (GT) 2292, tonase bersih (NT) 1802, tahun pembangunan 1999 milik PT Delimuda Nusantara. Kapal tersebut berkedudukan di Jakarta.

 

Surya Darmadi Geleng-geleng

Tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) Surya Darmadi geleng-geleng kepala melihat total kerugian yang dihitung kejagung naik mencapai Rp 104,1 Trilun. Ia menilai, dugaan kerugian negara sebesar Rp 104,1 triliun yang diumumkan oleh Kejagung tidak masuk akal.

Hal tersebut disampaikan Surya melalui kuasa hukumnya, Juniver Girsang, guna menanggapi dugaan kerugian yang timbul akibat usaha kelapa sawit di Kabupaten Indragiri, Riau, sejak 2003 oleh PT Duta Palma Group.

"Perhitungan dimaksud (Rp 104,1 triliun), kita confirm ke klien (dan dikatakan) sangat tidak masuk akal," kata Juniver melalui keterangan tertulis, Selasa (30/8/2022).

Menurut Juniver, nilai aset yang dipermasalahkan dalam perkara dugaan korupsi tersebut hanya Rp 5 triliun. Oleh sebab itu, kata dia, Surya Darmadi pulang ke Indonesia untuk mengikuti proses hukum yang berjalan di Kejaksaan Agung.

"Bagaimana bisa bisa dinyatakan kerugian Rp 78 triliun apalagi sekarang jadi Rp 104 triliun? klien menyatakan 'kalo ada uang sampai segitu ngapain datang ikut proses hukum, nikmati saja 12 turunan'. Nah itu pernyataan klien," papar Juniver. n ant/jk/km/rmc

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU