Khofifah Diapresi Pakar-Pakar Ekonomi

author surabayapagi.com

- Pewarta

Minggu, 07 Feb 2021 21:58 WIB

Khofifah Diapresi Pakar-Pakar Ekonomi

i

Dr. Imron Mawardi, SP., M.Si (kanan); Prof. Drs. Tjiptohadi Sawarjuwono, M.Ec, Ph.D, Ak (tengah); Achmad Room Fitrianto, SE, MEI, MA, PhD (kiri)

 

 

Baca Juga: Gagal Curi Motor, Dua Pemuda di Kota Mojokerto Diringkus Warga saat Sembunyi dari Kejaran Polisi

 

Mau Mensinergikan kota Surabaya dengan Kabupaten Gresik, Sidoarjo dan Mojokerto. Penggabungan Pembangunan 4 Wilayah itu Atasi Ego sektoral Sekaligus Pengembangan konsep Gerbangkertasusilo Gubernur Basofi (Almarhum)

 

SURABAYAPAGI.COM, Surabaya - Pada 5 Februari lalu Gubernur Surabaya, Khofifah Indar Parawansa melakukan pertemuan bersama 3 kota yang menjadi penyangga ekonomi Surabaya yakni Gresik, Sidoarjo dan Mojokerto. Dalam pertemuan di Gedung Grahadi Surabaya tersebut dibahas sinergitas antara ketiga kota itu dalam mengatasi persoalan ekonomi maupun lingkungan. Khususnya untuk menyelesaikan penanganan banjir luapan Kali Lamong.

Menanggapi hal itu, beberapa pakar ekonomi mengapresiasi langkah Gubernur Khofifah menggandeng tiga kabupaten kota untuk pengembangan wilayah.

Salah satunya seperti Doktor Ekonomi asal Universitas Airlangga (Unair) Dr. Imron Mawardi, SP., M.Si. Ia menyebut, konsep yang dilakukan gubernur Jatim merupakan sebuah konsep lama. "Ini sebetulnya konsep lama yang sudah ada. Dulu itu namanya Gerbangkertosusila," kata Imron Mawardi, Minggu (07/02/2021).

Sebelumnya pada tahun 1996, Gubernur saat itu Basofi Sudirman telah melakukan sinergitas antar daerah sebagai kota penyangga Surabaya yang dikenal dengan istilah Gerbangkertosusila. Akronim dari Gresik–Bangkalan–Mojokerto–Surabaya–Sidoarjo–Lamongan.

Hal ini kemudian diperkuat dengan Perda Provinsi Jatim No.4/1996 tentang RTRW Provinsi Jatim dan PP No.47/1996 tentang RTRW Nasional, yang bertujuan bertujuan untuk mewujudkan pemerataan pembangunan antar Daerah.

"Jadi sebetulnya gubernur bisa melanjutkan konsep yang telah ada ini. Sehingga kerjasama yang dibangun sejak lama tidak terputus," ucapnya

 

Karakteristik Sama

Kendati begitu, Imron mengapresiasi langkah Khofifah dalam mensinergikan ketiga wilayah tersebut. Menurutnya, baik Sidoarjo, Gresik maupun Mojokerto memiliki karakteristik yang sama. "Tiga kota ini baik Gresik, Sidoarjo dan Mojokerto punya karakteristik yang sama yakni kota Industri. Dimana kota perdagangannya di Surabaya, aktivitas ekspor dan impor juga melalui surabaya," jelasnya

Dengan adanya sinergitas yang dibangun ini kata Imron, pemerintah harus mulai memfokuskan pada penyelesaian masalah banjir yang sering terjadi di wilayah Gresik akibat adanya luapan kali Lamong.

Data dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Gresik menyebut, setidaknya ada 23 desa dan 2 kecamatan yang terendam banjir akibat luapan dari kali Lamong pada Desember 2020 lalu.

"Saya kira ini bisa jadi jalan keluar, dengan adanya kerjasama ini bisa membantu pemda Gresik mengatasi masalah banjir. Karena yang terjadi APBD Gresik sangat kecil dibandingkan dengan Surabaya. Sehingga untuk mengatasi masalah banjir agak sedikit sulit," katanya

 

Pelindo III Dilibatkan

Tak hanya itu, pihak Pelindo III sebagai pengelola pelabuhan terminal teluk Lamong juga dapat diikutsertakan dalam mengatasi masalah tersebut. Karena dampak dari banjir dapat berimbas ke segala sektor.

"Pelindo III bisa diajak karena arus (banjir) bisa membuat aktivitas lalu lintas pengiriman barang ke terminal jadi terhambat, dan akan berdampak juga pada  ekspor dan impor di Pelindo III," katanya

Namun yang menjadi problem dan pertanyaan masyarakat adalah bila telah diberlakukan sistem konservasi air dan teknologi ramah lingkungan, mengapa masih saja terjadi luapan kali teluk Lamong?

Oleh karenanya, kerjasama lintas sektor baik pemda, BUMN maupun swasta dapat dilakukan sehingga mampun mencari solusi bersama yang menguntungkan semua pihak.

Baca Juga: Wakil Ketua DPRD Surabaya AH Thony Ajak Warga Budayakan Tidak Buang Sampah di Saluran Air

"Berikutnya yang terpenting adalah kerjasama ini harus melihat masyarakat karena masyrakat jadi korban akibat banjir tersebut. Sehingga pemerintah itu betul-betul hadir untuk masyrakat," kata Imron Mawardi.

 

Berdampak Negatif

Terpisah,  Prof. Drs. Tjiptohadi Sawarjuwono, M.Ec, Ph.D, Ak., Ekonom dari Universitas Airlangga Surabaya, menyebut, untuk menyelesaikan penyebab banjir di Kali Lamong, sudah seharusnya dilakukan oleh Gubernur Jatim untuk berkolaborasi dengan Bupati maupun Walikota di jajarannya.

“Untuk saat ini, saya lihat, faktor utama penyebab banjir adalah penebangan pohon dan buang sampah sembarangan. Jika diamati, dampak dari kedua hal tersebut tentu berpengaruh pada perekonomian masyarakat," kata Tjiptohadi, Minggu (7/2/2021).

Erosi serta menurunnya produktivitas lahan karena penebangan liar dapat menjadi tugas besar bagi Pemerintah maupun masyarakat. Sampah yang dapat dilihat dimana-mana juga ikut menghambat aliran sungai menjadi tidak lancar.

Tidak sedikit masyarakat yang harus merasakan dampak negatif dari banjir. Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga (Unair) itu menambahkan, dampak negatifnya beragam, mulai mobilitas masyarakat jadi terganggu hingga pengiriman barang juga terhambat karena adanya banjir.

Secara ekonomi, pembangunan wilayah yang melibatkan beberapa Kabupaten atau Kota ini dinilai dapat meningkatkan perekonomian oleh Tjiptohadi. "Perlu disadari bahwa sekecil apapun kegiatan ekonomi itu sangat penting. Dan langkah Gubernur berkordinasi dengan ketiga Bupati (Gresik, Mojokerto, Sidoarjo) adalah langkah yang tepat," terangnya.

 

Libatkan Masyarakat

Prof. Tjip, begitu sapaannya, juga menilai, penanganan ataupun pembangunan di wilayah kota penyangga Kota Surabaya lebih baiknya melibatkan masyarakat. "Pemerintah harus memberikan edukasi dan sosialisasi pada masyarakat. Jangan hanya sekali, namun harus konsisten. Dengan begitu, sedikit demi sedikit akan meminimalisir banjir dan tentunya akan perekonomian akan semakin baik," jelasnya.

Baca Juga: Adventure Land Romokalisari Surabaya Ramai Peminat Wisatawan Luar Kota

"Segala macam kebijakan harus di instruksikan. Seluruh bagian Pemerintahan dan elemen masyarakat tentu sangat berperan dalam pembangunan wilayah dan perputaran roda perekonomian," pungkasnya.

Sementara, Achmad Room Fitrianto, SE, MEI, MA, PhD., Kaprodi Ekonomi Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya, menjelaskan jika kerjasama regional memang sudah ada sejak lama. Bukti nyata dapat dilihat dari adanya Gerbang Kertasusila yang sudah ada sejak jaman kepemimpinan 32 tahun Presiden Soeharto.

 

Ego Sektoral

Tetapi yang menjadi masalah, ketika ada otonomi daerah, ego dari beberapa pemimpin daerah menjadikan mereka tidak bisa bertemu. “Kenapa baru sekarang, yah yang jadi penghambat ego sektoral beberapa pemimpin daerah. Misal antara kota dengan kabupaten yang gak sejalan. Tapi untuk sekarang, syukurlah tiap-tiap Bupati maupun Walikota sudah bisa duduk bersama untuk membahas pembangunan," ujar Pakar Ekonomi itu.

Menurut pengamatan Achmad Room, sinergi antar wilayah sangat dibutuhkan. Dirinya menambahkan, tujuannya hanya satu, yakni membangun bangsa, bukan hanya membangun Kabupaten atau Kota.

Mengarah kepada pembangunan wilayah di Kota Penyangga Kota Surabaya, secara ekonomi, terdapat dampak multiplayer yang sangat tinggi. Perputaran roda ekonomi dari segi transportasi, tenaga kerja maupun bisnis tentunya juga meningkat.

"Misalnya dari segi transportasi dapat dikembangkan. Tentunya mobilitas masyarakat, khususnya tenaga kerja dari Kota ke Kota akan semakin meningkat. Secara tidak langsung hal tersebut bisa meningkatkan perekonomian," jelas Achmad Room.

Contohnya, penanganan banjir dari luapan Kali Lamong yang hampir tiap tahun sudah menjadi langganan di tiga kabupaten kota tersebut. Apalagi, penanganan banjir luapan Kali Lamong dengan dana APBN dan APBD. Jadi Achmad Room Fitrianto menghimbau Tim Pelaksana Pembangunan agar selalu mengikutsertakan masyarakat.

"Dengan melibatkan, Tim Pelaksana tentu bisa mendapatkan kepercayaan dari masyarakat. Selain itu juga harus ada transparansi dan informasi yang bersifat terbuka pada masyarakat," tandasnya.

Dirinya menjelaskan, pemerintah maupun tim Pelaksana dapat menggunakan strategi 'Partisipatori' dan juga strategi pembangunan berbasis 'Budaya'. "Dengan strategi tersebut, masyarakat merasa dihargai dan diuntungkan karena telah dilibatkan dan mengikutsertakan budaya nya dalam pembangunan. Dengan begitu, akses negatif dari masyarakat dapat diminimalisir," terangnya. sem/mbi/cr2/rmc

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU