Kita tak Perlu Impor Vaksin Sinovac Seperti Brasil

author surabayapagi.com

- Pewarta

Minggu, 01 Nov 2020 21:52 WIB

Kita tak Perlu Impor Vaksin Sinovac Seperti Brasil

i

Jurnalis Muda SP, Raditya Mohammer Khadaffi

 

Catatan Covid-19 & Vaksinnya dari (4)

Baca Juga: Mengapa Gibran dan Bapaknya Diusik Terus

 

 

SURABAYAPAGI.COM, Surabaya - Vaksin Sinovac akhir-akhir ini ramai di bicarakan, pasalnya banyak beredar kabar bahwa vaksin sinovak telah gagal karena bukannya mencegah tapi justru membuat terpapar.

Bila kita melihat vaksin Sinovac, yang sedang dilakukan uji klinis kepada 1.074 relawan di Indonesia, muncul sebuah tragedi terkait vaksin asal China ini. Beredar sebuah kabar bila salah satu relawan vaksin Sinovac di Bandung, terpapar Covid-19 meski sudah disuntik vaksin Sinovac ini.

Meski pada temuan dari Tim Riset Uji Klinis Vaksin Covid-19, menyebut bahwa relawan vaksin Sinovac yang terpapar Covid-19 usai perjalanan dari Semarang. Intinya, Ketua Tim Riset Uji Klinis Vaksin Covid-19 asal Universitas Padjadjaran Bandung itu  berkeyakinan bahwa vaksin dari pabrikan Sinovac masih cukup aman.

Tetapi apakah benar-benar vaksin Sinovac itu aman untuk di Indonesia? Pasalnya, hingga bulan Oktober 2020, hasil uji klinis yang pertama dan yang kedua pun masih belum dibuka oleh pabrikan asal China itu sendiri.

Padahal, Indonesia sudah prepare sejumlah 300 juta dosis vaksin Sinovac pada tahun 2021. Itu pernah diungkapkan Menteri BUMN Erick Thohir. "Sebagai catatan dari total vaksin yang kita dapatkan sekitar 300 juta ini, itu bukan berarti kita sudah menjamin atau secure semuanya untuk seluruh rakyat Indonesia," kata Erick Thohir yang juga Menteri BUMN itu.

Erick Thohir menjelaskan setiap individu memerlukan vaksin dengan dua suntikan. Dengan demikian, kata dia, 300 juta vaksin tersebut baru untuk memenuhi vaksin bagi 170 juta rakyat Indonesia.

Sementara melalui Bio Farma, Sinovac telah bekerjasama dengan perusahaan farmasi Bio Farma tahap awal untuk 40 juta dosis vaksin Covid-19. Semuanya akan dikirim pada rentang November 2020 hingga maret 2021.

Tak hanya itu, pembelian 40 juta dosis vaksin tersebut merupakan kontrak awal. Sinovac dan Bio Farma masih membuka kemungkinan transaksi lebih lanjut sepanjang tahun depan.

Padahal, hingga kini, Sinovac sendiri masih belum terbukti manjur alias belum teruji klinis. Seperti dikutip dari South China Morning Post, uji klinis vaksin Sinovac dalam uji klinis tahap pertama dan kedua tidak dibuka secara gamblang.

Bahkan, vaksin Sinovac kini sedang menjalani uji klinis vaksin tahap ketiga. Artinya, pengujian vaksin asal China ini masih diuji keampuhannya untuk publik. Sementara, di negara asalnya sendiri, dari beberapa literasi yang saya baca, vaksin Sinovac sendiri masih belum disuntikkan ke beberapa pasien.

Artinya, dari catatan saya, vaksin Sinovac sendiri masih belum teruji untuk penderita virus Covid-19. Apalagi, tipe Covid-19 di China dengan Indonesia pun berbeda jenis. Dari virus yang bermuasal dari Wuhan China itu, sejak masuk di Indonesia, sudah bermutasi ke beberapa jenis virus. Kini pun sudah terdeteksi ada 14 jenis whole genome sequences (WGS) virus Covid-19 atau virus SARS-CoV-2.

Ini temuan dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Indonesia, September 2020. Menurut BPPT, virus Covid-19 dari China itu sudah bermutasi sangat cepat di Indonesia. Kini sudah memiliki 14 WGS.

Kepala BPPT Hammam Riza menjelaskan, BPPT berhasil menemukan 12 data WGS, sedangkan Task Force Riset Inovasi Teknologi untuk Penanganan Covid-19 (TFRIC-19) telah mengumpulkan 2 data WGS.

Baca Juga: Kompromi dengan Pemudik

***

Dengan kondisi tersebut diatas, bukan tidak mungkin, vaksin Sinovac masih belum aman untuk nyawa manusia, khususnya untuk 260 juta jumlah penduduk di Indonesia (Data penduduk Indonesia Semester I/2020 yang dikeluarkan Dirjen Dukcapil per 30 Juni 2020).

Apalagi, dari data yang saya dapat, sebuah resume sejumlah vaksin yang sedang ditangani beberapa perusahaan farmasi dunia. Sinovac termasuk yang belum secara terbuka memberikan uji klinis kepada publik.

Buktinya, 19 Oktober 2020, Badan POM RI, menyebut bahwa vaksin Sinovac yang akan dibeli oleh Indonesia, masih harus memenuhi tahap ketiga uji klinisnya.

Vaksin Sinovac itu sendiri disebutkan, masih belum teruji bila digunakan untuk anak-anak dibawah usia 17 tahun kebawah. Artinya, hanya untuk para pasien atau penderita atau manusia sekitar usia 18 tahun sampai 65 tahun. Sedangkan diusia 65 tahun keatas pun juga belum ditemukan bagaimana kasusnya.

Vaksin ini pun juga belum teruji untuk ibu hamil dan menyusui, serta pasien yang memiliki gejala komorbid atau yang punya masalah pada imunologi.

Data-data itu yang membuat Brasil dan beberapa negara lainnya masih enggan membeli vaksin Sinovac.

"Kita tak akan membeli vaksin China,” kata Presiden Brasil Jair Bolsanaro. Padahal, penderita virus Covid-19 di Brasil luar biasa meledak. Dari data hingga 31 Oktober 2020, penderita positif Covid-19 di Brasil mencapai 5,519,528 jiwa. Saat ini menempati peringkat lima dunia bagi negara penderita paling besar.

Baca Juga: Waspadai! Sindrom Pasca Liburan, Post Holiday

Lebih lanjut ia juga berkata bahwa masyarakat Brazil bukanlah binatang percobaan. Pernyataan tersebut ia lontarkan sehari setelah Menteri Kesehatannya Eduardo Pazuello mengatakan Brazil akan membeli 46 juta dosis vaksin Sinovac untuk program imunisasi Covid-19.

Sebelumnya di akhir September lalu beredar kabar bahwa pemerintah Brazil telah menandatangani kontrak senilai US$ 90 juta (Rp 1,3 triliun) untuk menerima sejumlah dosis vaksin potensial dari perusahaan biotek asal China Sinovac.  Tetapi semua itu langsung ditolak mentah-mentah oleh Presiden Jair Bolsanaro.

Dengan menolak vaksin Sinovac asal China, Brasil langsung mengutamakan buatannya sendiri. Dengan sponsor uji klinis tahap akhirnya adalah Butantan Institute yang merupakan lembaga riset domestiknya. Ketua investigator uji klinis di Brazil bernama Ricardo Palacios, MD, PhD. Uji coba vaksin dilakukan terhadap 8.870 peserta uji sejak 21 Juli 2020 lalu. Akan tetapi, baru selesai Oktober 2021 tahun depan. Masih lama memang. Tetapi Langkah berani Presiden Brasil untuk mengembangkan vaksin dari Butantan Institute perlu diikuti Indonesia.

***

Nah, kini, di Indonesia, sudah seharusnya mengikuti jejak Brasil. Tak perlu impor vaksin Sinovac yang masih belum teruji secara klinis. Bahkan, perusahaan farmasi asal China Sinovac itu pernah gagal mengembangkan vaksin untuk SARS.

Apalagi Presiden Indonesia Joko Widodo menginstruksikan untuk membuat vaksin mandiri buatan Indonesia dengan harga yang terjangkau untuk masyarakat Indonesia. Artinya, dengan kemampuan farmasi yang dimiliki para peneliti di Universitas di Indonesia. Sudah seharusnya kita memproduksi vaksin sendiri dan mengekspor ke luar negeri.

Yang nantinya, vaksin mandiri itu sendiri, bisa menjadi devisa sendiri bagi Indonesia. Bila dibayangkan, bila kita bisa menghasilka vaksin mandiri sendiri yang akan diekspor juga ke luar negeri, apalagi bisa masuk pasar AS, dan bersaing dengan perusahaan farmasi dunia seperti Pfizer dan Johnson & Johnson. Indonesia sudah dianggap sebagai negara maju lagi, bukan berkembang. [email protected]

 

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU