Home / Hukum dan Kriminal : Urusan HGU, Dibidik Pasal Pembohongan

Konflik Tanah dengan PT Bumi Sari, 3 Petani Ditahan

author surabayapagi.com

- Pewarta

Minggu, 12 Feb 2023 20:07 WIB

Konflik Tanah dengan PT Bumi Sari, 3 Petani Ditahan

Organisasi Imparsial, ELSAM, KontraS, KPA, WALHI, YLBHI, ICEL, KIKA, FNKSDA, SP Danamon, Hingga FSP KEP Gresik bersama Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Busyro Muqoddas, Ajukan Penjaminan Diri ke Polda Jatim

 

Baca Juga: 31 Juta Orang Diprediksi Mudik ke Jatim

 

SURABAYAPAGI.COM, Surabaya - Konflik pertanahan antara warga desa dengan perusahaan PT Bumi Sari, menyebabkan tiga petani ditahan Polda Jatim. Mereka adalah Abdillah (58), Suwarno (54), Mulyadi (55) dan Untung (53). Penangkapan ini dilakukan Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jatim bersama Polresta Banyuwangi.

Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Busyro Muqoddas, sedih. Apalagi satu Minggu ini ada tudingan kriminalisasi terhadap petani atas pengaduan PT Bumi Sari.

Busyro ikut mengajukan penjaminan diri ke Polda Jawa Timur untuk pembebasan tiga petani Pakel, Banyuwangi, Jawa Timur. Pengajuan dilayangkan pada Jumat (10/2/2023). "Iya betul," ujar Busyro saat dikonfirmasi, Minggu (12/2/2023).

Selain Busyro, sejumlah organisasi masyarakat Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Busyro Muqoddas mengajukan penjaminan diri ke Polda Jawa Timur untuk pembebasan tiga petani pakel.ipil seperti Imparsial, ELSAM, KontraS, KPA, WALHI, YLBHI, ICEL, KIKA, FNKSDA, SP Danamon, hingga FSP KEP Gresik juga mengajukan penjaminan diri.

 

Upaya Sewenang-Wenang

Sebelumnya ada puluhan ribu orang menandatangani petisi mendesak Kapolri dan Kapolda Jawa Timur untuk segera membebaskan dan mencabut status tersangka tiga petani Pakel, Banyuwangi yang ditangkap polisi.

Pada Jumat (10/2/2023), petisi yang diteken 21.844 orang melalui situs change.org itu diserahkan ke Polda Jatim. Sejumlah tokoh dari mulai akademisi hingga aktivis mengantar petisi tersebut ke Mapolda Jatim.

Ketua YLBHI Muhammad Isnur menyebut penangkapan tiga petani ini merupakan upaya paksa yang dilakukan secara sewenang-wenang dan dan menyalahi prinsip fair trial. "Sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (1) KUHAP jo. Pasal 14 ayat (1) dan ayat (3) huruf a UU No. 12 Tahun 2005 tentang Ratifikasi Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik Jo. Pasal 27 ayat (1) UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia," kata Isnur lewat keterangannya kepada wartawan.

Menurut Isnur, tindakan Polda itu dianggap melanggar hak asasi manusia (HAM), yakni setiap orang untuk diperiksa secara adil dan terbuka, hak setiap orang untuk diberitahukan secara rinci dalam bahasa yang dapat dimengerti tentang sifat dan alasan tuduhan yang dikenakan kepadanya, hak warga negara untuk secara bebas bergerak, berpindah, dan bertempat tinggal.

"Saat ketiganya dijadikan tersangka, saya nilai ada tidak profesional Polda Jawa Timur. Sebab kasus yang penyebaran berita bohong yang disangkakan tidak jelas. Pertama, kasus tidak jelas, sebab warga dituduh menyebarkan berita bohong, tapi dalam surat pemanggilan tidak jelas berita bohong yang mana," ucap Isnur.

 

Wilayah Konflik Agraria

"Kedua, kasus ini terjadi di wilayah konflik agraria, seharusnya Polda Jatim belajar dari kasus sebelumnya untuk melakukan penanganan konflik agraria," imbuhnya.

Kemudian, ketiga warga tersebut sedang mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Banyuwangi atas penetapannya sebagai tersangka. Praperadilan diajukan karena kasus yang disangkakan dinilai tidak jelas.

"Warga tengah berjuang di jalur legal melalui pra-peradilan untuk menggugat proses atau penanganan kasus yang tidak sesuai aturan dan etika. Tiba-tiba di tengah jalan mereka dihadang lalu diculik, lalu ditahan di Polda Jatim," tutur Isnur.

"Ini semakin menambah daftar hitam ketidakprofesionalan polisi, dari beberapa kasus besar yang dibiarkan menguap, tetapi kasus konflik yang melibatkan petani yang berkonflik dengan perusahaan ditangani dengan cepat dengan melanggar hukum dan hak asasi manusia," sambungnya.

 

Kapolres Akui Konflik Pertanahan

"Kasus ini berkaitan dengan konflik pertanahan yang terjadi di Pakel, antara warga desa dengan perusahaan PT Bumi Sari sejak 2018 dan terus bergejolak," kata Kapolres Banyuwangi Kombes Pol Deddy Fouri Millewa di Mapolda Mapolda Jatim, Surabaya, Rabu (8/2/2023) lalu.

Tersangka Suwarno, kata Deddy, diklaim mengaku sebagai ahli waris tanah di kawasan Pakel berdasarkan Akta Penunjukan atas mama Sri Baginda Ratu tanggal 11 Januari 1929 yang dikeluarkan Bupati Banyuwangi atas nama Achmad Noto Hadi Soerjo.

"Jadi atas dasar kepercayaan masyarakat yang tersangka utarakan yaitu adanya kepemilikan tanah dan dibuat oleh tersangka, yang dibuat berita bohong. Di mana tanah itu merupakan tanah dari masyarakat, yaitu atas penunjukan dari Sri Baginda Ratu tahun 1929," ucapnya.

Deddy mengatakan para tersangka ini kemudian sengaja menyebarkan informasi bohong perihal tanah di kawasan Pakel itu, sebagai warisan untuk warga.

 

Dibawah PT Bumi Sari

Padahal, menurut polisi, tanah itu saat ini berada di bawah PT Bumi Sari selaku pemegang sertifikat Hak Guna Usaha (HGU).

Sejak 2018 itu, kata Deddy, terjadi konflik berkepanjangan antara warga desa Pakel dengan pihak perusahaan PT Bumi Sari. "Akibat yang ditimbulkan dari pemberitaan hoaks ini, pertama adanya unjuk rasa besar-besaran dari warga Pakel. Kedua bentrokan antara warga desa dan karyawan yang pernah menimbulkan korban," ucapnya.

 

Kuasa Urus Tanah HGU

Baca Juga: Polda Jatim Berangkatkan 50.789 Paket Bantuan Kemanusiaan

Ia katakan penetapan tersangka berdasarkan Laporan Polisi Nomor B/286/I/2022/SPKT/Polresta Banyuwangi/Polda Jawa Timur, tanggal 18 Agustus 2022. "Kasus ini sudah kami gelarkan 11 Januari 2023, dinaikkan status dari saksi menjadi tersangka terhadap empat orang," kata Kasubdit I Kamneg Ditreskrimum Polda Jatim, AKBP Achmad Taufiqurrahman.

Ia mengatakan tersangka Abdillah lebih dulu diamankan. Kemudian polisi pun memanggil Suwarno (54), Mulyadi (55) dan Untung (53) sebanyak dua kali. "Kemudian selanjutnya untuk tiga tersangka yaitu M, S, U, kami lakukan panggilan dua kali, namun beliau tiga ini tidak hadir, sehingga kami lakukan penangkapan bekerjasama dengan Penyidik Polresta Banyuwangi," ucapnya.

 

Berperan Pemegang Kuasa

Taufiq membeberkan, Abdillah berperan sebagai pemegang kuasa Suwarno untuk menguruskan tanah yang HGU-nya dipegang oleh PT Bumi Sari.

Kemudian tersangka Suwarno adalah orang yang berperan sebagai pewaris tanah ini. Selanjutnya dia bersama tersangka Mulyadi dan Untung menyebarkan informasi ke Warga Pakel.

"Sehingga warga masyarakat di Desa Pakel, percaya dan yakin bahwa atas ucapan yang disampaikan tadi, yang mana belum tentu benar sehingga masyrakat terpengaruh," kata Taufiq.

 

Disangka Siarkan Kabar Bohong

Taufiq mengatakan dalam proses penyidikan, polisi telah memeriksa 13 orang saksi dan meminta keterangan dua orang ahli pidana dan satu orang ahli bahasa. "Barang bukti yang kami sita adalah copy HGU 295, flashdisk, dan beberapa handphone," ucap Taufiq.

Atas perbuatannya empat orang itu terancam Pasal 14 dan atau 15 Undang-undang nomor 1 Tahun 1946 tentang menyiarkan kabar bohong.

"Pasal yang dipersangkakan kepada mereka berempat yaitu Pasal 14 dan 15 UU th 1946 dimana ancaman [maksimal] hukumannya 10 tahun," tutup Taufiq.

 

Syarat Dengan Kriminalisasi

Direktur Walhi Jawa Timur, Wahyu Eka Setyawan menduga, penangkapan tiga petani Pakel yakni Mulyadi (Kepala Desa), Suwarno (Kepala Dusun Durenan), dan Untung (Kepala Dusun Taman Glugoh) syarat dengan kriminalisasi.

"Dugaan kami kriminalisasi. Karena sejak awal sudah cacat. Dari pemanggilannya saat dimintai keterangan, sampai penahanan," kata Wahyu .

Baca Juga: Polisi di Banyuwangi Bagi-bagi Takjil

 

Dikuasai Sepihak PT Bumi Sari

Perkebunan itu masuk wilayah Taman Glugo. Dusun paling barat di Desa Pakel, berbatasan langsung dengan hutan kaki gunung Raung dan Djampi. Di Dusun itulah, tanah milik warga Pakel seluas 262 hektar dikuasai sepihak oleh PT Bumi Sari selama puluhan tahun.

Tanah tersebut masuk dalam wilayah hutan Sengkan-Kandang dan Kaseran yang telah dimiliki warga Pakel sejak tahun 1929, berdasarkan surat Acte Van Verwizing atau “Akta 29”. Sebuah surat izin membuka lahan yang diterbitkan oleh R.A.A.M Achmad Notohadi Suryo, Bupati Banyuwangi pada masa pemerintahan Kolonial Belanda.

PT Bumi Sari mulai menguasai tanah warga Pakel sejak pertengahan ‘60an. Menurut para tetua desa, saat itu, pihak PT Bumi Sari mengajak warga Pakel untuk menanam pohon kelapa, cengkeh, kopi, dan mahoni di Taman Glugo.

“Dulu itu di pertengahan tahun 60an, yang nanamin semua kelapa, cengkeh, sama kopi di wilayah Taman Glugo ini, ya, warga Pakel, termasuk kedua orang tua saya,” kata Wagiman yang usianya kini sudah menginjak 70-an.

 

Janji PT Bumi Sari

Ia menuturkan, pada awalnya, PT Bumi Sari berjanji, nanti hasilnya bakal dibagi dengan warga. Namun nyatanya, ketika pohon-pohon sudah besar, warga tidak pernah mendapatkan bagi hasilnya. Dalam kata lain, warga Pakel hanya dijadikan buruh perkebunan.

Berdasarkan laporan yang ditulis pada 17 September 1977 oleh Mr. Tjan Kwan Gie, pendamping hukum warga Pakel pada waktu itu, PT Bumi Sari semula bernama Perkebunan Pagoda. Sejak zaman kolonial Belanda, lokasi perkebunan tersebut memang terletak di Kecamatan Songgon. Namun, setelah berganti nama menjadi PT Bumi Sari pada ‘60an, mereka mulai mengekspansi wilayah Dusun Taman Glugo, Desa Pakel.

 

Hanya Mencakup Songgon

Dilihat dari seluruh sertifikat Hak Guna Usaha (HGU) milik PT Bumi Sari, tidak ada keterangan yang menyebutkan bahwa Desa Pakel termasuk ke dalam wilayah perkebunan.

HGU pertama baru terbit pada 1985 dengan Nomor SK.35/HGU/DA/85. Dalam HGU yang diterbitkan oleh Dirjen Agraria pada 18 September 1985 tersebut, hanya menyebutkan Desa Songgon dan Kluncing.

Sebelum habis pada 2009, PT Bumi Sari telah memperpanjang masa berlaku HGU tersebut pada 15 Oktober 2004, untuk jangka waktu 25 tahun mendatang. Namun, hak wilayah Bumi Sari, berdasarkan sertifikat yang bernomor 05/Kons/KWBPN/HGU/JATIM/2004 tersebut, tidak berubah. Masih tetap, hanya mencakup Songgon (9.995.500 m2) dan Kluncing (1.902.600 m2).

Akan tetapi, dalam praktiknya di lapangan, pohon-pohon kelapa, mahoni, cengkeh, dan kopi milik Bumi Sari tumbuh bebas di wilayah Dusun Taman Glugo hingga hari ini. Pos Sekuriti beserta plang penutup jalan milik PT Bumi Sari juga dibangun di atas wilayah milik Warga Pakel, membuat akses jalan warga sehari-hari terhambat. n ham/ari/bn/rmc

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU