KontraS Temukan Mobilisasi Aparat Bersenjata Gas Air Mata di Luar Stadion

author surabayapagi.com

- Pewarta

Minggu, 09 Okt 2022 21:22 WIB

KontraS Temukan Mobilisasi Aparat Bersenjata Gas Air Mata di Luar Stadion

SURABAYAPAGI.COM, Malang - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS),  temukan adanya dugaan mobilisasi aparat keamanan membawa gas air mata. Ini terjadi pada tahap pertengahan babak kedua. Padahal situasi saat itu tidak ada ancaman, atau potensi gangguan keamanan. Jadi ini ada hal yang ganjil.

Demikian diungkapkan Kepala Divisi Hukum KontraS Andi Muhammad Rezaldi saat jumpa pers di kanal YouTube Yayasan LBH Indonesia, Minggu (9/10/2022). Kontras menemukan ada penembakan gas air mata di luar stadion juga.

Baca Juga: Menang Harga Mati, Jol!

”Kami menemukan bahwa, pengerahan aparat keamanan atau mobilisasi berkaitan dengan aparat keamanan yang membawa gas air mata itu dilakukan pada tahap pertengahan babak kedua," kata Kepala Divisi Hukum KontraS, Andi Muhammad Rizaldi, saat konferensi pers terkait pemaparan hasil investigasi atas tragedi kemanusiaan di Stadion Kanjuruhan, Minggu (9/10).

"Padahal dalam konteks atau situasi saat itu tidak ada ancaman, atau potensi gangguan keamanan, jadi ini kami melihat ada suatu hal yang ganjil,” lanjut dia.

Temuan kedua yakni tidak adanya tindak kekerasan yang dilakukan suporter saat mereka turun ke lapangan. Turunnya para suporter ke lapangan murni hanya untuk memberikan semangat dan dorongan moril kepada para pemain Arema yang dianggap telah bermain maksimal pada laga malam itu.

Tapi sayangnya hal itu dinilai berbeda oleh aparat yang justru menindak para suporter ini dengan kekerasan yang pada akhirnya menyebabkan suporter lainnya ikut turun ke lapangan.

”Namun sejumlah penonton yang masuk ke dalam lapangan itu direspons secara berlebihan oleh aparat keamanan dan kemudian melakukan sejumlah tindak kekerasan. Nah akibat dari peristiwa tindak kekerasan ini, berdampak atau mengakibatkan sejumlah suporter lain ikut turun ke dalam lapangan,” ucap Andi.

”Nah turunnya para suporter ini ke dalam lapangan bukan untuk melakukan satu tindakan serangan, tapi untuk menolong kawan-kawan suporter yang lain yang melakukan tindak kekerasan terhadap suporter yang ada di dal lapangan,” tutur dia.

Temuan ketiga, yakni tak dipatuhinya aturan penggunaan gas air mata oleh aparat kepolisian. Alih-alih mengikuti tahapan yang berlaku dalam aturan, aparat kepolisian langsung menggunakan gas air mata.

Padahal saat itu, tak ada eskalasi situasi massa yang terlihat. Sehingga tak perlu adanya penggunaan gas air mata untuk menertibkan massa.

Baca Juga: 4.925 Personel TNI-Polri Amankan Laga Persebaya vs Arema

Sedangkan temuan keempat, yakni adanya peran TNI yang ikut melakukan tindak kekerasan pada tragedi di Kanjuruhan.

”Bahwa yang harus ditekankan dalam peristiwa ini, peristiwa tindak kekerasan tidak hanya libatkan anggota kepolisian tapi juga prajurit TNI, jadi itu yang kami temukan,” beber dia.

Temuan kelima yakni soal gas air mata yang tidak hanya ditembakkan di area lapangan tetapi juga di berbagai sisi tribun. Tindakan itu yang membuat sejumlah penonton berhamburan meninggalkan stadion.

Sedangkan, temuan keenam, yakni masih terkuncinya seluruh pintu stadion. Banyak dari para suporter meninggal karena lambatnya pertolongan pertama yang diberikan aparat saat itu.

”Ketika mereka terjebak di dalam stadion, kami melihat tidak ada, maksud saya belum ada terlihat pertolongan yang dilakukan secara segera baik oleh pihak aparat kepolisian maupun pihak panitia pelaksana, sehingga kami tidak jarang menemukan korban, anaknya meninggal akibat dari efek gas air mata dan tidak mendapatkan pertolongan secara segera,” pungkasnya.

Baca Juga: Lagi, Polres Gresik Beri Santunan Keluarga Korban Tragedi Kanjuruhan

 

Stadion Tak Layak

Hasil temuan sementara Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) Tragedi Kanjuruhan menyatakan Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur, tidak layak untuk menggelar pertandingan dengan risiko tinggi (high risk), seperti laga antara Arema FC dan Persebaya Surabaya pada 1 Oktober 2022 lalu.

"Kesimpulannya sementara bahwa stadion ini tidak layak untuk menggelar pertandingan high risk match. Mungkin kalau itu medium atau low risk masih bisa," kata Anggota Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) Tragedi Kanjuruhan Nugroho Setiawan, seperti dikutip dari akun YouTube Kemenko Polhukam, Minggu (9/10/2022).

Nugroho mengatakan, untuk pertandingan yang diperkirakan berisiko tinggi pelaksana harus membuat perhitungan secara rinci dan mempertimbangkan kemungkinan terburuk yang bisa terjadi. "Kita harus membuat kalkulasi yang sangat konkret misalnya adalah bagaimana cara mengeluarkan penonton pada saat keadaan darurat," ujar Nugroho yang merupakan ahli keamanan pertandingan (security officer) sepakbola berlisensi Federasi Internasional Asosiasi Sepak Bola (FIFA). mal/rem/rmc

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU