Lahirnya Pancasila, 1 Juni Momentum Rekatkan Kebhinekaan

author surabayapagi.com

- Pewarta

Minggu, 30 Mei 2021 21:44 WIB

Lahirnya Pancasila, 1 Juni Momentum Rekatkan Kebhinekaan

i

Garuda Pancasila (Ilustrasi)

 

Pendapat Lima Tokoh Pemuda Jawa Timur yaitu Deni Wicaksono, Ketua PA GMNI Jatim dan Anggota DPRD Jatim, Rahmat, Ketua Umum HMI Surabaya, Fikri Ramadhan, Ketua Umum PMII Kota Surabaya, Seno Bagaskoro, Ketua Taruna Merah Putih Surabaya dan Fuad Benardi, Ketua Karang Taruna Surabaya

Baca Juga: Dispendik Gandeng Dispendukcapil Filter Penduduk Dadakan

 

SURABAYAPAGI.COM, Surabaya- Momen 1 Juni, sebagai hari lahirnya Pancasila, harus dijadikan momentum untuk merekatkan kebhinekaan. Apalagi kini ada upaya mengganti Pancasila oleh sebagian generasi muda yang menganggap Pancasila sudah tidak relevan dan perlu diganti dengan ideologi atau dasar negara yang lain. Ironisnya, saat ini banyak pemuda yang tidak memahami  makna dan cara mengaplikasikan pancasila sebagai dasar kehidupan bernegara. Ini dikarenakan  elit ditingkat nasional tak mampu memberikan contoh kepada generasi muda. Hal menyedihkan Pancasila masih sebagai jargon semata. Padahal Pancasila adalah Ideologi untuk kehidupan berbangsa dan bernegara.

Demikian rangkuman pendapat dari Deni Wicaksono, Ketua PA GMNI Jatim yang juga Anggota DPRD Jatim, Seno Bagaskoro, Ketua Taruna Merah Putih Surabaya, Fuad Benardi, Ketua Karang Taruna Surabaya, Fikri Ramadhan, Ketua Umum PMII Kota Surabaya dan Rahmat, Ketua Umum HMI Surabaya. Tokoh-tokoh pemuda Surabaya dan Jawa Timur ini diminta pendapatnya oleh Surabaya Pagi, terkait hari lahirnya Pancasila, 1 Juni besok. Kelima tokoh pemuda ini dihubungi terpisah Minggu (30/5/2021) kemarin.

Contohnya, Deni Wicaksono, mengaku saat ini nilai-nilai Pancasila belum diaplikasikan secara maksimal dalam sendi-sendi kehidupan bermasyarakat. Hal tersebut menurutnya, sangat berbahaya. Karena tantangan ke depan bangsa Indonesia adalah bukan melawan bangsa lain, melainkan melawan bangsa sendiri khususnya dari kelompok-kelompok yang memiliki paham dan pandangan yang berbeda bahkan radikal.

"Tantangan bangsa ke depan akan lebih berat. Keutuhan bangsa ditengah maraknya paham-paham, khususnya radikalisme harus benar-benar diantisipasi," kata Deni Wicaksono kepada Surabaya Pagi, Minggu (30/5/2021).

Pemerintah sebetulnya telah melakukan serangkaian upaya agar nilai-nilai Pancasila bisa berjalan dengan baik. Namun yang menjadi persoalan adalah polarisasi yang telah terbentuk pasca pemilu menjadi hambatan tersendiri bagi pemerintah. Belum lagi, muncul gerakan-gerakan ekstrimis religus di masyarakat bawah.

Oleh karenaya, ia menghimbau agar  moment 1 Juni sebagai hari lahirnya Pancasila, harus dijadikan momentum untuk merekatkan kebhinekaan. "Pancasila harus menjadi dasar dalam segala hal. Di tengah keterbukaan informasi dan media yang sedang berkembang. Para pemuda harus bisa lebih jernih dalam menerima dan menyampaikan informasi, saring sebelum share. Lebih banyak mencari dan menggali ilmu dan informasi sedalam-dalamnya," tegasnya mengingatkan.

Tak hanya itu, program nawacita Jokowi juga harus kembali diaplikasikan yang selaras dengan Pancasila. Setidaknya ada 9 program Nawacita Jokowi diantara adalah menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara, melalui politik luar negeri bebas aktif, keamanan nasional yang terpercaya dan pembangunan pertahanan negara Tri Matra terpadu yang dilandasi kepentingan nasional serta memperkuat jati diri sebagai negara maritim.

Berikutnya, pemerintah tidak boleh absen dengan membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya, dengan memberikan prioritas pada upaya memulihkan kepercayaan publik pada institusi-institusi demokrasi dengan melanjutkan konsolidasi demokrasi melalui reformasi sistem kepartaian, pemilu, dan lembaga perwakilan.

Selain itu dalam pembangunanan, harus membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan. "Pancasila itu sudah final. (Penerapannya) program Nawa Cita Presiden Jokowi harus benar-benar bisa dilaksanakan dengan baik," ucapnya.

 

Karakter Pancasila

Terpisah, Seno Bagaskoro menegaskan, bahwa sebagai generasi muda, dasar negara Pancasila sudah harus ditancapkan dalam diri. Bahkan, kini ada upaya untuk mengganti Pancasila dengan paham atau ideologi lain. Karenanya, tidak ada yang namanya Pancasila itu usang. Ia menjelaskan bahwa pancasila adalah sesuatu yang sakral untuk menyatukan kita semua.

"Saya melihat pancasila itu bagian dari kontrak kebangsaan yang kita tanda tangani bersama waktu bangsa ini kita dirikan. Sehingga sampai kapanpun negara ini berdiri nantinya kalau namanya masih Indonesia, maka yang namanya Pancasila saya kira akan terus digunakan, karna kontrak kebangsaan ini tidak main - main", ujar Seno.

Selain itu, ia melihat Surabaya adalah kota yang sangat pancasilais. Hal itu dibuktikan dengan karakter seduluran yang kuat dikalangan pemuda Surabaya.  "Karakter sama rasa itu sangat kental dikalangan anak - anak Surabaya. di Surabaya ini ada komunitas berbagai macam suku ada komunitas jawa, komunitas batak, komunitas madura, komunitas tionghoa, komunitas arab ada, komunitas macam-macam ada karena bisa melebur jadi satu dengan enak. Bisa melebur bahasanya bahasa suroboyoan tidak kemudian saling gesekan. saling rukun semuanya saling menikmati", kata pria yang sempat didaulat menjadi juru bicara Tim Pemenangan Eri Cahyadi-Armudji dalam Pilwali Surabaya 2020 lalu.

Ia memiliki pesan kepada kaum muda khususnya di Surabaya untuk tetap menjaga keutuhan yang ada serta berani bersuara dan ambil sikap. Sehingga semangat ini bisa menular ke pemuda - pemuda di seluruh Indonesia. Ia juga berpesan agar tidak meniru hal - hal buruk yang dilakukan pejabat negara.

"Jangan kita berharap kepada pejabat negri kita untuktidak  tidur waktu rapat, tapi di organisasi kita melakukan yang sama, diorganisasi mahasiswa malah cari proyek. Bagaimana kita mau mengkritisi generasi senior kita kalau dari kita menjadi eksklusif tidak mau komunikasi dengan senior, malah melakukan hal yang serupa, ini yang sulit tidak lagi menjadi problem sistemik tapi menjadi problem kultural", jelas mahasiswa Ilmu Politik FISIP Unair ini.

 

Baca Juga: Manfaatkan Aset, Pemkot Surabaya Bangun 8 Lokasi Wisata Rakyat 

Kolaborasi Pancasila

Senada juga diungkapkan Fuad Benardi, Ketua Karang Taruna Surabaya. Putra dari mantan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini ini melihat nilai Pancasila harus benar dirawat dan dikolaborasikan dengan segala bidang.

Fuad menjelaskan bahwa budaya kolaborasi itu sudah ada di pemuda Surabaya. Nilai-nilai Pancasila untuk bersatu sudah ditekankan kepada pemuda Surabaya sejak Surabaya dipimpin Tri Rismaharini lewat program - program yang ia keluarkan. Hal ini yang harusnya bisa dicontoh oleh kota lain agar budaya kolaborasi makin meluas.

"Sebetulnya implementasi Pancasila untuk milenial Surabaya sebenarnya sudah ada. Terutama karena memang sudah ada kebijakan pada saat bu Risma menjadi wali kota. Seperti ada sekolah kebangsaan yang biasanya diadakan pada bulan November. Disana beliau menanamkan bagaimana para pendahulu kita bapak pendiri bangsa kita itu berjuang tanpa mengenal suku, agama dan ras itu untuk kemerdekaan Indonesia. Dan hal-hal itu kan menurut saya itu perlu juga di implementasikan di kota lain," kata Fuad.

 

Pendidikan Pancasila

Fuad sendiri justru mengkritisi pola pendidikan Pancasila yang semakin tahun, makin turun. Ia membandingkan dengan pendidikan Pancasila di masa lalu yang membuat masyarakat lebih memahami makna pancasila. Sehingga masyarakat bisa memahami bahwa pancasila bukan hanya sebuah jargon belaka.

"Harusnya pancasila tetap seperti dulu menjadi ideologi, bukan hanya jargon. Cuman memang terkadang secara pendidikan pancasila atau tentang cinta tanah air dibanding dulu mungkin jauh berbeda. Banyak contoh anak muda tidak hafal sila-sila dalam pancasila", tegas Fuad.

Ia berharap, kedepannya agar pendidikan kewarganegaraan dan pancasila makin di giatkan agar pemahaman dan karakter bangsa makin kuat sehingga bangsa Indonesia mampu melaksanakan amanat Pancasila.

 

Baca Juga: Dampingi Siswa Inklusi, Guru di Surabaya Diberi Pembekalan

Elite Pusat tak Beri Contoh

Tak jauh beda, Fikri Ramadhan, Ketua Umum PMII Kota Surabaya melihat, sebelum berbicara pancasila sebagai dasar negara, jadikan pancasila sebagai pedoman hidup sehari-hari.  "Dengan perkembangan teknologi, pancasila itu cuman dijadikan simbol pajangan aja di gedung. Tapi kita lupa bahwa mengaplikasikan pancasila itu bisa dari kehidupan sehari - hari. dari keluarga membantu orang tua, membantu teman, menghormati yang tua itu kan sudah termasuk dari dasar-dasar pancasila", ujar Fikri.

Baginya, saat ini banyak pemuda yang tidak memahami apa makna dan bagaimana mengaplikasikan pancasila sebagai dasar kehidupan bernegara dikarenakan memang elit ditingkat nasional tak mampu memberikan contoh kepada generasi muda saat ini.

Pejabat itu sudah banyak yang melenceng dari sikap pancasila. Ketidak adilan menjadi cerminan bahwa mereka itu banyak yang tidak berpancasila, jadi jangan menyalahkan masyarakat kalau awam dengan nilai pancasila," kata mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Surabaya ini.

 

Esensi Pancasila

Sedangkan, Rahmat, sebagai Ketua Umum HMI Surabaya punya pandangan bahwa Pancasila sudah harus dijadikan solusi dalam segala permasalahan bangsa.  "Pancasila merupakan pedoman hidup masyarakat untuk melakukan cara bernegara. maka pada saat ini pancasila merupakan sebuah ideologi yang masih relevan untuk dipraktekan dalam kehidupan masyarakat Indonesia sehingga pancasila bukan jargon belaka," kata pria yang masih mengenyam di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya itu.

Ia mengakui bahwa banyak sekali orang yang hafal Pancasila tetapi tak mampu untuk melaksanakan amanat yang ada didalamnya. "Masih banyak lho, banyak orang hafal pancasila namun sangat sedikit yang dapat mempraktekkan esensi dari pancasila. Perlu untuk pemahaman kepada generasi pemuda bagaimana mengaplikasikan nilai-nilai yang ada di Pancasila tersebut", ujar Rahmat.

Rahmat berharap adanya gerakan dari pusat hingga daerah untuk membantu kaum muda agar lebih memahami pancasila secara esensi. Ia juga menolak bahwa pancasila sering ditabrakan dengan agama tertentu. Padahal bagi ia, pancasila tak bertabrakan dengan agama manapun yang ada dan diakui oleh pemerintah Indonesia.  "Secara sadar atau tidak sadar, kita sering menemukan Pancasila seakan-akan bertentangan satu agama tapi sebenarnya tidak sama sekali. Selain itu, saya berharap pemerintah  yang memangku pendidikan itu bisa memahamkan esensi dari pancasila itu sendiri karna dengan pemahaman yang benar insyaAllah akan dilakukan dengan tindakan yang benar", tandasnya.

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU