Lindungi IHT, Kadin Jatim Minta Pasal di RUU Kesehatan Omnibus Law Ini Dihapus

author surabayapagi.com

- Pewarta

Selasa, 23 Mei 2023 10:45 WIB

Lindungi IHT, Kadin Jatim Minta Pasal di RUU Kesehatan Omnibus Law Ini Dihapus

i

Ketua Umum Kadin Jatim Adik Dwi Putranto. Foto: Kadin Jatim.

SURABAYAPAGI.COM, Surabaya - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur (Jatim) dengan tegas menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan yang tengah disusun secara Omnibus Law, terutama yang mengatur tentang Industri Hasil Tembakau (IHT).

Ketua Umum Kadin Jatim Adik Dwi Putranto mengatakan, ada lima pasal dalam RUU tersebut yang dinilai berpotensi akan mematikan IHT. Selain itu, penyusunan RUU ini disinyalir sengaja dilakukan secara tidak transparan untuk kepentingan pihak tertentu, yang tujuannya menekan eksistensi IHT.

Baca Juga: Berlakunya Omnibus Law, Buruh Desak Pemerintah Naikkan Upah Minimum

Adapun kelima pasal tersebut yakni pasal 154, 155, 156,157 dan 158. Maka dari itu, Kadin Jatim meminta agar pasal-pasal ini dihilangkan atau dievaluasi lebih lanjut dengan melibatkan para pemangku kepentingan.

"Bukan hanya tidak melibatkan para pemangku kepentingan, proses penyusunan RUU ini pun dilakukan tanpa melalui kajian yang mendalam. Sebagai contoh, pada pasal 154 RUU Kesehatan ini mencantumkan penyetaraan antara produk tembakau dengan zat adiktif seperti narkotika," kata Adik di Surabaya, Senin (22/5/2023).

Hal ini tidak sejalan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 6/PUU-VII/2009 sebelumnya yang menegaskan bahwa zat adiktif pada produk tembakau tidak sama dengan zat adiktif pada narkotika.

Tak hanya itu, Adik juga menyampaikan kekhawatiran akan timbulnya permasalahan baru pada pasal-pasal lanjutan, yaitu pasal 155 dan 156. Pasal 155 merupakan sebuah aturan baru yang mengatur mengenai penggunaan diversifikasi tembakau untuk produk lain seperti medis, herbal, kosmetik maupun aromaterapi, akan diperlakukan secara khusus.

"Jika pasal 155 ini dihapus, maka ini bertentangan dengan tujuan yang selama ini ingin didorong pemerintah untuk mencari alternatif industri rokok. Ketika kondisi IHT yang menurun, maka hasil tembakau semestinya tetap dapat terserap jika ada industri alternatif. Jika tidak ada, maka bukan tidak mungkin masa depan komoditas tembakau kita akan terpuruk," jelasnya.

Sedangkan pada pasal 156 membahas tentang standardisasi kemasan dan peringatan kesehatan pada produk tembakau, dan hal ini nantinya akan diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan. Ia menilai bahwa hal ini merupakan hal yang tidak semestinya, dan menyalahi kewenangan.

Baca Juga: KADIN Jatim Bakal Permudah Perijinan UMKM

Menurutnya, usulan pengaturan standarisasi kemasan yang meliputi jumlah batangan dalam setiap kemasan, bentuk dan tampilan kemasan serta peringatan kesehatan oleh Kemenkes bukan hal yang tepat.

Hal ini justru menimbulkan tumpang tindih dengan aturan yang saat ini sudah berlaku. Contohnya ketentuan mengenai isi kemasan telah diatur oleh Kemenkeu berdasarkan amanat UU 39 Tahun 2007 tentang Cukai yang saat ini dijalankan melalui Peraturan Menteri Keuangan 217/2021.

"Begitu pula dengan standarisasi kemasan yang seharusnya merupakan kewenangan Kemenperin, bukan Kemenkes. Seharusnya RUU kesehatan ini berfokus pada aspek kesehatan saja dan tidak melebihi kewenangan pengaturan dari kementerian yang lain," tegasnya.

IHT merupakan salah satu industri yang esensial di Indonesia. IHT berkontribusi signifikan terhadap aspek ekonomi dan sosial. Namun, karakteristik produk tembakau memang mengharuskan industri ini diatur dengan regulasi yang ketat.

Baca Juga: Rusia Jalin Komitmen Perdagangan dengan Jatim

Kadin Jatim memahami hal ini dan melihat bahwa peraturan-peraturan yang ada selama ini sebenarnya telah melingkupi dengan baik dan proporsional serta menetapkan batasan-batasan jelas bagi seluruh ekosistem tembakau.

Oleh sebab itu, Kadin Jatim meminta agar peraturan yang ada tidak dibuat semakin restriktif yang arahnya adalah menjatuhkan IHT, seperti yang tertuang di dalam RUU Kesehatan ini.

Atas penolakan tersebut, maka Kadin Jatim juga akan sesegera mungkin mengundang ahli hukum administrasi negara untuk melakukan kajian. Pasalnya, aturan-aturan tersebut dinilai tumpang tindih dengan aturan lain.

"Dari hasil diskusi dengan ahli hukum administrasi, akan kami bawa ke Panitia Kerja yang sudah terbentuk. Akan kami diskusikan dengan mereka. Karena sebenarnya ada langkah lain yang bisa dilakukan untuk meminimalisir peningkatan prevalensi perokok anak, yaitu memperketat pengawasan. Dan ini belum dilakukan," tutupnya. sb

Editor : Redaksi

BERITA TERBARU