MAKI Jatim: Modus Sahat, Marak Dilakukan Anggota DPRD Jatim

author surabayapagi.com

- Pewarta

Jumat, 16 Des 2022 21:08 WIB

MAKI Jatim: Modus Sahat, Marak Dilakukan Anggota DPRD Jatim

SURABAYAPAGI.COM, Surabaya - Apa yang dilakukan Sahat dalam pengurusan dana hibah berujung ditangkap KPK, ternyata oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Korwil Jawa Timur, sudah lumrah di kalangan wakil rakyat di Jawa Timur.

Heru Satriyo, menyebut, modus Sahat yang diungkap KPK sudah sering dilakukan para anggota dewan di Jalan Indrapura Surabaya itu.

Baca Juga: Dokternya Bisa Bisa Dibidik Halangi Penyidikan

"Sudah sangat marak (di DPRD Jatim). Karena ini awalnya ada dana politik yang mereka butuhkan saat mereka menjadi anggota dewan. Maka akan berusaha mencari lagi dana pemenangan untuk maju lagi atau mengembalikan dana politik yang sudah digunakan," ungkap Hery Satriyo, Jumat (16/12/2022).

Ketua MAKI Korwil Jatim ini membeberkan, sistem hibah di Jatim, mendukung para anggota dewan untuk melakukan jual beli hibah di awal, sebelum hibah dikucurkan. Sama seperti kasus Sahat saat ini, yang menjual hibah tahun 2023 dengan meminta komitmen fee 20% dari nilai dana hibah yang diturunkan ke kelompok masyarakat terkait.

"Sistem hibah itu diperkenankan. Mereka selalu mendapat jasmas, baik hibah infrastruktur atau barang dari Pemprov Jatim. OPD kan hanya bicara soal teknis saja, itu yang menjadi celah untuk menarik uang, baik dari penerima hibah atau koordinator penerima hibah yang menerima hibah itu sendiri," bebernya.

 

Potongan 20-30 Persen

Nah, seperti yang Sahat lakukan, lanjutnya, sistem ijon seperti ini, sudah marak jadi permainan anggota DPRD Jatim lainnya. "Temuan MAKI, rata-rata potongannya beragam. Mulai 20% sampai 30%. Dan itu lumrah. Angka potongannya rata-rata sama. Cuma kalau mereka (penerima hibah) langsung setor 20 persen di awal, biasanya mereka keberatan," kata Heru.

Heru pun menjelaskan, untuk merangsang peminat agar bisa segera dikeluarkan ijonnya, biasanya dibagi dua. Heru mencontohkan, bila bagian 20 persen untuk anggota dewan, dibagi dua yakni 10 persen diambil untuk koordinator yang menyalurkan hibah, membuat proposal dan memantau pekerjaan hibahnya.

Baca Juga: Jet Pribadi, Mobil Lexus, Vellfire dan Jam Tangan Richard Mille Seharga Rp 2,2 M

Heru melanjutkan, banyak temuan hibah di lapangan hanya diterima sekitar 60-70% oleh kelompok penerima hibah. Ia menyebut hal itu menjadi problem hibah infrastruktur dengan potongan yang sangat tinggi.

"Itu yang saya sepakat pasti akan turun (angka hibahnya), cuma permasalahannya bicara infrastruktur ketika HPS (Harga Prakiraan Sendiri) turun infrastruktur dari 100 persen ke 70 persen atau 60 persen, otomatis kualitas pekerjaannya akan turun. Kalau barang mungkin bisa sama, tapi spesifikasinya aja yang kurang. Kalau infrastruktur itu yang susah," jelasnya.

 

Hibah di Madura, Paling Banyak

Baca Juga: Gus Muhdlor, Mendadak Sakit, Jumat Kelabu Urung

Apalagi, lanjut Heru, jumlah hibah infrastruktur di Jatim hampir di angka 70 persen. Hal ini membuat pembangunan infrastruktur kurang optimal.

Menurutnya, Madura juga menjadi tempat favorit hibah yang dilakukan anggota DPRD Jatim. Dari data yang dimiliki MAKI Jatim, hibah di Madura sebesar 25-30 persen dari total anggaran hibah Pemprov Jatim yang dikelola oleh dewan maupun dinas.

"Ada 25-30 persen hibah di Jatim itu dibawa ke Madura. Hanya untuk Madura ini memang dikelola anggota dewan otomatis itu punya kuasa menjadi penerima hibahnya. Sehingga, ini dari awal perencanaan sudah ditata semua," jelasnya.

Heru juga mendesak agar KPK segera ikut menyeret OPD terkait, karena dalam pasal yang dikenakan kepada Sahat Tua Simanjuntak yakni melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b jo Pasal 11 UU Tipikor. Sebab, menurut Heru, dari pasal itu, harusnya ada dinas / OPD terkait yang turut dijadikan tersangka. erk/ril/rcm

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU