SURABAYAPAGI.com, Malang - Malang Corruption Watch (MCW) menilai tata kelola anggaran perubahan APBD Kota Malang tahun 2020 berpotensi rawan penyelewengan. Pasalnya, dalam penyusunan hingga resmi diketok palu, masih bersifat tertutup dan minim partisipasi publik.
Koordinator Unit Riset MCW, Janwan Tarigan, menuturkan ketidaktransparanan ini berpotensi ada dugaan penyelewengan dalam proses penyusunannya.
Baca Juga: Lagi, KPK Periksa Kabag Perencanaan dan Keuangan Setda Lamongan
Padahal, kata dia, tata kelola anggaran yang baik harus memenuhi tiga pilar, yakni asas transparansi, partisipasi publik, dan akuntabilitas.
''Penting bagi kita sebagai masyarakat untuk mengawal proses penyusunannya agar tidak ada ruang bagi perilaku oportunistik yang merugikan rakyat,'' ungkapnya, di depan Kantor DPRD Kota Malang, pada Senin (31/8/2020).
Jika tidak, lanjutnya, bisa jadi akan terulang kasus tsunami korupsi yang melibatkan 41 anggota dewan dan Wali Kota Malang pada 2018 silam.
Baca Juga: Pemkot Malang Gelar Operasi Pasar Beras, Sediakan 1.000 sak Beras SPHP
Terlebih, dalam temuan MCW di lapangan, menunjukkan berbagai permasalahan pengelolaan anggaran publik tahun anggaran 2020. Terutama dalam anggaran pelayanan publik dasar seperti sektor pendidikan, kesehatan, dan administrasi kependudukan yang dalam penyusunan APBD-P 2020 belum dijadikan prioritas.
''Ini miris sekali padahal anggaran kebutuhan dasar ini adalah sektor pelayanan yang langsung berkenaan dengan masyarakat,'' ucapnya.
Baca Juga: Hanya 130 Juta, UPT Keramik di Malang Perlu Dukungan Pemprov Jatim
Belum lagi, lanjut dia, soal SILPA APBD Kota Malang yang tergolong tinggi mencapai Rp 743 M. Menunjukkan serapan pengelolaan anggaran tidak baik.
Oleh karenanya, inisiatif open data atau informasi publik dari Pemkot Malang sangat dibutuhkan. Namun, pada realitasnya, penyelenggaraan pemerintahan di Kota Malang masih belum menerapkan open data sebagai prioritas. Dsy2
Editor : Redaksi