Media Asing Soroti Rendahnya Tingkat Vaksinasi di Indonesia

author surabayapagi.com

- Pewarta

Minggu, 20 Jun 2021 21:55 WIB

Media Asing Soroti Rendahnya Tingkat Vaksinasi di Indonesia

i

Dr. H. Tatang Istiawan

SURABAYAPAGI.COM, Surabaya - Selama tiga hari berturut-turut, otoritas Indonesia melaporkan kasus virus Covid-19 di angka 12.000. Jumlah itu mencatat angka tertinggi sejak 22 Februari 2021. Terbaru, ada 12.906 kasus dilaporkan pada Sabtu (19/7/2021).

Dengan tambahan ini, total kasus infeksi Covid-19 di Indonesia telah mencapai 1.976.172 kasus. Jumlah inin mencatatkan ada 54.291 kematian.

Baca Juga: Diduga Mainkan Kasus dengan Memidanakan Perjanjian Kerjasama untuk Tahan Wartawan Senior Surabaya, Eks Kajari Trenggalek Dilaporkan ke Presiden

Lonjakan ini  menambah kasus aktif menjadi 135.738. Akibatnya, kapasitas di berbagai rumah sakit di seluruh Indonesia, terutama di pulau jawa mengalami kritis, beberapa di antaranya bahkan telah 100 persen.

Selain itu, angka positivity rate pada Jumat (18/6/2021) ada 45 persen. Ini merupakan yang tertinggi sejak pandemi dimulai.

Menurut epidemiolog Universitas Airlangga Windhu Purnomo ada beberapa penyabab atas lonjakan ini. Pertama  arus mudik Lebaran. Kedua pergerakan warga ke tempat wisata. Ketiga pekerja migran yang pulang tanpa karantina ketat, Keermpat. rendahnya testing dan tracing. Kelima, ketaatan protokol kesehatan yang menurun. Kelima kemunculan varian Covid-19.

Windhu berharap agar pemerintah melakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) secara ketat. Karena, Windhu menilai, pemerintah selama ini lebih suka 'memadamkan kebakaran' daripada 'mencegah kebakaran' dalam penanganan pandemi.

Lonjakan ini menyebabkan Koordinator Tim Pakar sekaligus Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito mengkonfirmasi dirinya tengah terjangkit virus covid-19 setelah meninjau Kudus dan Bangkalan.

Sebelumnya, 46 orang yang sehari-hari beraktivitas di Kompleks DPR RI, Jakarta, terpapar Virus Corona (COVID-19).

Ke-46 orang tersebut terdiri dari 11 anggota DPR, 11 tenaga ahli, 7 orang pengamanan dalam dan TV parlemen serta 17 orang PNS.

Dengan peristiwa ini beberapa komisi di DPR seperti Komisi I dan Komisi VIII melakukan penundaan rapat-rapat, sejak Juni sampai Juli.

 

***

 

Minggu ini, sejumlah media asing menyoroti lonjakan kasus Covid-19 di Indonesia.

 Satu di antaranya adalah Wall Street Journal (WSJ) dengan artikel berjudul "Rising Covid-19 Cases Threaten Indonesia With a Deadly Surge, Dominated by the Delta Variant" yang tayang pada Jumat (18/6/2021).

Media ini menyoroti kapasitas yang terbatas untuk melacak penyebaran varian Delta, sehingga kesulitan mengukur seberapa luas varian itu menyebar.

WSJ menulis, jila lonjakan terus meningkat, sistem perawatan kesehatan masyarakat di Indonesia, dikhawatirkan akan kebanjiran pasien.

Maka itu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah memperingatkan adanya peningkatan penularan kasus Covid-19 di Indonesia dan kekhawatiran akan penyebaran varian.

WHO mendesak agar pemerintahan Jokowi  melakukan tindakan tegas untuk mengatasi situasi tersebut, termasuk pembatasan sosial berskala besar (PSBB).

WSJ juga menyinggung rendahnya tingkat vaksinasi di negara berpenduduk 270 juta jiwa ini.

Bahkan ada beberapa WNI setelah di vaksin terpapar dan meninggal. Hal ini melukiskan penanganan vaksin di Indonesia mengalami kegagalan.

Media ini juga menulis sampai Juni 2021 ini, kurang dari 5 persen orang Indonesia divaksinasi lengkap. Ini ironi. terutama dengan suntikan yang dikembangkan oleh perusahaan China Sinovac Biotech Ltd.

Media yang berbasis di AS ini juga menyoroti kasus Covid-19 di Jakarta, Kudus, dan Bangkalan.

Bahkan WSJ menulis ada klaster keluarga dan infeksi yan menyasar anak muda, serta kondisi pasien yang memburuk dengan cepat di Indonesia. Hal ini mirip hasil pengamatan yang dilakukan di kota-kota India.

Aljazeera menulis dalam artikelnya yang berjudul "It will get very bad: Experts warn on Indonesia Covid surge". Aljazeera menyinggung faktor lain yang menjadi pemicu lonjakan kasus belakangan.

Para ahli yang diwawancarai Aljazeera mengatakan, lonjakan tersebut merupakan hasil dari mudik Lebaran, tidak adanya kebijakan kesehatan yang kohesif, pengujian dan pelacakan yang tidak efektif. Selain pesan pemerintah yang membingungkan.

Meski perjalanan dibatasi di bandara domestik dan terminal ferri dari 22 April hingga 24 Mei, pemerintah memperkirakan antara lima dan enam juta orang masih berpindah antar kota di dua pulau Jawa dan Sumatera.

Ahli biologi molekuler Ahmad Utomo menyoroti, varian Delta hanya digunakan untuk mengaburkan manajemen pandemi yang salah.

Baca Juga: Terungkap, Eks Kajari Trenggalek Lulus Mustofa, Putar Balikan Fakta

 

***

 

Lemahnya manajemen pandemi sudah disoroti sejak Agustus 2020. Mulai bulan itu, Indonesia dicatat mengalami kenaikan peringkat ke nomor 2 di daftar tingkat kematian tertinggi akibat Virus Corona (COVID-19) di Asia Pasifik. Sebelumnya, Indonesia ada di nomor 3.

Satu-satunya negara di Asia-Pasifik yang tingkat kematiannya lebih tinggi dari Indonesia adalah China. Pada bulan itu, tingkat kematian Indonesia juga sudah melewati Amerika Serikat dan semua negara ASEAN lain.

Sorotan manajemen pandemi di Indonesia ini pada saat pandemi menyerang dunia sudah enam bulan.

Media asing menyorot  pemerintah Indonesia dinilai masih belum transparan dalam menyediakan data penanganan dan jumlah kasus terkonfirmasi positif korona. Malahan keluhan sudah muncul di awal pagebluk.

Ini setelah Presiden Joko Widodo pada April 2020 masih meresponnya dengan menyatakan hampir seluruh provinsi di Indonesia memiliki laman yang dapat diakses secara bebas oleh masyarakat, sehingga tidak ada data yang ditutup-tutupi.

Namun kenyataannya tidak seperti itu. Agus Sarwono dari LaporCovid19, sebagai salah satu koalisi warga yang mengumpulkan data dari masyarakat, mengatakan pemerintah kurang terbuka tentang data tes swab dan PCR. Agus mengaku telah berusaha menghubungi instansi terkait guna memperoleh data untuk kepentingan publik, namun tanggapannya tidak cukup memuaskan.

 

***

 

Saat ini ada perhitungan dari The Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) Washington University, Amerika Serikat. Lembaga ini menyebut angka kematian akibat pandemi Covid-19 di Indonesia lebih tinggi dari angka yang diumumkan pemerintah.

Pada sebelum Juni 2021, IHME memprediksi per 22 Mei 2021, angka kasus kematian Covid-19 di Indonesia sudah mencapai 123.533 kasus, atau 2,5 kali lipat dari yang diumumkan Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Indonesia sebanyak 49.205 kematian.

Baca Juga: CEPI dan Bio Farma Berkolaborasi untuk Dorong Percepatan Produksi Vaksin

Mereka juga memprediksi akan terjadi lonjakan kasus kematian Covid-19 di Indonesia hingga 1 September 2021. Diperkirakan sampai awal September 2021 akan ada  total kematian mencapai 279.780 sampai dengan 351.995 jiwa per hari.

Selain itu, IHME menyebut seharusnya jumlah kasus positif harian di Indonesia pada 22 Mei adalah 67.006 kasus dalam sehari, bukan 5.296 kasus seperti yang diumumkan pemerintah.

Kasus positif ini diprediksi akan terus bertambah hingga mencapai puncaknya dengan total 2.219.744 warga Indonesia positif dalam sehari pada 23 Agustus 2021.

Secara global, IHME memperkirakan angka kematian Covid-19 d dunia sudah mencapai 7.473.512 jiwa pada 22 Mei, atau dua kali lipat dari data yang tercatat yakni 3.473.733 jiwa.

Tak heran bila anggota DPR RI Fraksi PAN, Slamet Ariyadi meragukan keberhasilan target vaksinasi di Indonesia.

 Menurutnya, vaksinasi di tanah air berpotensi gagal lantaran tidak semuanya masyarakat akan mendapatkan vaksin.

"Kami menyampaikan kegelisahan terkait potensi kegagalan vaksinasi yang saat ini mulai berjalan di Republik ini masalah awal yang semestinya kita hadapi bukan siap atau tidak siap masyarakat divaksin, tapi apakah yang sudah siap divaksin benar-benar akan mendapatkan kesempatan divaksin ataupun tidak," katanya saat interupsi di rapat paripurna DPR, Rabu (10/2).

Sementara itu anggota Komisi IX DPR RI Sigit Sosiantomo pesimistis terhadap penanganan pandemic COVID-19 , akibat penunjukan Budi Gunadi Sadikin sebagai Menteri Kesehatan (Menkes) menggantikan Terawan Agus Putranto. Apalagi, Budi Gunadi tidak memiliki latar belakang di bidang kesehatan.

"Dalam kondisi darurat seperti ini, seharusnya Presiden menunjuk orang yang tepat untuk menduduki kursi menkes. Sebagai bankir, Pak Budi cukup berpengalaman dalam hal manajerial. Tapi soal penanganan COVID-19, tidak cuma butuh keahlian manajerial, tapi harus memiliki kemampuan dan keahlian di bidang kesehatan secara menyeluruh. Apalagi ini menyangkut nyawa anak bangsa. Seharusnya Presiden lebih bijak dalam menempatkan seseorang dalam posisi strategis," kata Sigit dalam keterangannya, Jumat (25/12/2020).

Sigit khawatir, penunjukan Budi Gunadi sebagai Menkes akan menimbulkan rasa ketidakpercayaan masyarakat atas penanganan pandemi.

Ia menyebut pemilihan Menkes non-tenaga kesehatan dinilai akan semakin membuat ketidakjelasan sikap pemerintah dalam mengatasi melonjaknya pasien COVID-19 di Indonesia yang telah menelan korban jiwa terbanyak se-ASEAN

Kekhawatiran Slamet dan Sigit, Juni 2021 ini mulai dirasakan oleh warga Indonesia yang berakal sehat.

Bagaimana Pak Jokowi, dengan sorotan media asing  dan Ahli biologi molekuler bahwa  manajemen pandemi dianggap lemah. ([email protected])

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU