"Mencla-Mencle..!"

author surabayapagi.com

- Pewarta

Rabu, 04 Agu 2021 21:26 WIB

"Mencla-Mencle..!"

i

Ilustrasi karikatur

Viral Video Janji Jokowi Tidak Lockdown Saat Pandemi Covid-19

 

Baca Juga: Apple akan Bangun Akademi Developer di Surabaya

Video Meme Viral ini Hingga Rabu 4 Agustus Malam, Sudah Diputar 1,4 juta kali, Dibagikan 28 Ribu dan Disukai 41 Ribu kali

 

Pengamat Politik Unibraw: Pernyataan Presiden Jokowi untuk Menarik Simpati Publik

 

SURABAYAPAGI.COM, Surabaya - Video berdurasi 39 detik yang dibuat oleh akun TikTok @pry_project dan diunggah di TikTok pada Selasa (3/8/2021) itu, mendadak viral. Video itu diunggah sehari setelah Presiden Joko Widodo mengumumkan perpanjangan PPKM Level 4. Video berjudul "Kita Rakyat kecil hanya bisa Pasrah!", memuat potongan pernyataan Presiden Joko Widodo pada 3 Oktober 2020 lalu dengan potongan tangkap layar pengumuman ditetapkannya PPKM Darurat 3 Juli 2021 lalu. Yang membuat video itu viral, potongan pernyataan Presiden Jokowi itu digabung (dimontase) dengan ocehan almarhum pelawak Basuki, dalam salah satu scene di serial TV "Si Doel Anak Sekolahan" pada awal tahun 1990an.

Komentar almarhum pelawak Basuki itu menggelitik, yakni "Mencla-mencle sak enake udele dewe. Katanya Minggu, katanya sekarang. Orang ngomong sendiri kok. Ngawur. Tuwekan. Gak ngerti sama sekali. Mikir!"

Seolah-olah, almarhum pelawak Basuki itu mengomentari pernyataan Presiden Joko Widodo yang berbeda pernyataan terkait penanganan Covid-19 antara bulan Oktober 2020 dengan bulan Juli 2021. Padahal, dalam scene tersebut, almarhum Basuki yang memerankan sebagai Mas Karyo, sedang marah dengan Mandra, sebagai saudara si Doel.

Video meme itu, hingga Rabu (4/8/2021) kemarin, sudah diputar 1,4 juta kali, dibagikan para pengguna TikTok sebanyak 28 ribu kali, dan disukai 41 ribu kali. Sedangkan sudah 3.585 pengguna TikTok meramaikan kolom komentarnya.

 

Tak Perlu Lockdown

Dalam video meme itu, Presiden Joko Widodo mengenakan kemeja putih dipadukan jas hitam dengan lencana merah putih. Potongan pernyataan Joko Widodo itu diambil dalam siaran pers yang direlay oleh Kompas TV. Mantan Gubernur DKI Jakarta itu, dengan suasana santai, berbicara di depan kamera, agar tidak perlu lockdown dalam menangani pandemi Covid-19. Hal ini karena dapat mengorbankan masyarakat.

"Tidak perlu sok-sokan akan me-lockdown provinsi, me-lockdown kota, atau me-lockdown kabupaten, karena akan mengorbankan kehidupan masyarakat," kata Presiden Jokowi yang video aslinya disiarkan secara daring oleh YouTube Sekretariat Presiden Sabtu 3 Oktober 2020 dan di relay oleh Kompas TV.

Jokowi menegaskan bahwa upaya pemerintah dalam menangani pandemi covid-19 adalah dengan mencari titik keseimbangan kesehatan masyarakat dengan perekonomian.

Menurutnya, memprioritaskan kesehatan masyarakat tak berarti mengorbankan aspek ekonomi, apalagi jika hal itu berkaitan dengan masyarakat luas.

"Jika kita mengorbankan ekonomi, itu sama dengan mengorbankan kehidupan puluhan juta orang. Ini bukan opsi yang bisa kita ambil. Sekali lagi, kita harus mencari keseimbangan yang pas," katanya.

Selepas pernyataan Jokowi Oktober 2020, pada 3 Juli 2021, Presiden Joko Widodo menetapkan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat mulai 3 Juli hingga 20 Juli 2021. Namun, hingga 4 Agustus, Jokowi sudah 2 kali melakukan perpanjangan "lockdown" kewilayahan ini. Bahkan ditambah embel-embel PPKM Level 3 dan Level 4. Yakni PPKM level 4 yang berlaku pada 26 Juli hingga 2 Agustus 2021, yang kemudian diperpanjang hingga 9 Agustus 2021.

Baca Juga: Mengapa Gibran dan Bapaknya Diusik Terus

Banyak masyarakat yang menolak kebijakan PPKM tersebut. Terbukti dengan munculnya perlawanan dibeberapa wilayah, bahkan di Mojokerto dan Surabaya, perlawanan warga ditunjukan dengan mengibarkan bendera putih. Ini terjadi akibat aturan PPKM baik darurat maupun level 4, yang membatasi hampir 100 persen dari kegiatan masyarakat. Bahkan untuk sektor non-esensial, pembatasan dilakukan 100 persen.

 

PPKM = Lockdown

Atas dasar ini dua pengamat yakni pengamat politik Universitas Brawijaya Malang Wawan Sobari dan praktisi hukum Surabaya, M. Sholeh menilai, PPKM Darurat serta PPKM Level 3 dan 4 ini merupakan bentuk lain dari lockdown.

"Lock down itu membatasi pergerakan orang, membatasi kegiatan orang. Sekarang apakah kegiatan dibatasi? Dibatasi. Bahkan sektor non-esensial 100 persen harus WFH. Jadi ini PPKM bernuansa lock down sebetulnya," kata Wawan Sobari, kepada Surabaya Pagi, Rabu (4/8/2021).

Dalam politik kata Wawan, selalu ada perubahan kebijakan. Hal ini berjalan secara paralel mengikuti dinamika di tengah masyarakat. Dalam analisisnya, pernyataan Jokowi pada Oktober 2020 lalu mengisyaratkan dua kemungkinan.

Pertama adalah presiden ingin menunjukan kepada masyarakat bahwa pemerintah bisa mengontrol ataupun mengendalikan virus covid-19. Kedua adalah presiden ingin menarik simpatik dari masyarakat. "Saya lebih prefer yang kedua. Ingin menunjukan bahwa pemerintah ada untuk masyarakat, pemerintah ingin membantu masyarakat," katanya.

Bila hal tersebut benar, Wawan menilai pemerintah seharusnya memiliki kalkulasi atau perhitungan berbasis data sehingga keinginan untuk membantu masyarakat khususnya dikalangan akar rumput dapat tercapai.  "Pernyataan itu disampaikan pada bulan Oktober 2020, artinya hemat saya pembicaraan penyusunan APBN 2021 seharunya sudah dilakukan. Kalau benar ingin membantu, anggaran untuk rakyat itu yang harus ditambah, tapi sekarang lihat di APBN itu anggaran mana yang paling tinggi," kata Wawan.

Dari data yang dikumpulkan Surabaya Pagi, pemerintah mengalokasikan anggaran APBN untuk pembangunan infrastruktur di 2021 sebesar Rp 417,8 triliun. Sementara untuk anggaran kesehatan tahun 2021 hanya dialokasikan sebesar Rp169 triliun.

Baca Juga: Kesimpulan Paslon 01 dan 03: Sumber Masalahnya, Gibran dan Cawe-cawenya Jokowi

"Bisa dicek, anggaran infrastruktur tinggi sekali. Kalau benar ingin membantu rakyat, ya anggaran itu direalokasikan saja untuk PPKM," jelasnya.

"Karena kalau hanya ucapan jangan lock down, atau PPKM, itu resultantenya tetap nol. Yang korban tetap masyarakat," katanya lagi.

 

Tak Ada Istilah PPKM

Sementara itu Pakar hukum dan Advokat Surabaya Muhammad Sholeh menyampaikan, dalam bahasa hukum tidak mengenal adanya PPKM dengan predikat baik darurat, mikro ataupun level 1-4. "Itu tidak ada dalam hukum, coba tunjukan ke saya aturan dalam UU yang harus PPKM. Yang ada adalah karantina wilayah atau di negara lain disebut lock down," kata Sholeh menjelaskan, Rabu (4/8/2021).

Soal karantina wilayah telah diatur dalam aturan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Sholeh menjelaskan, selama karantina wilayah berlangsung, yang dilakukan pemerintah adalah membatasi perpindahan orang, membatasi kerumunan orang, membatasi gerakan orang demi keselamatan bersama.

Pun begitu, untuk pendistribusian bahan pokok baik sandang maupun pangan tidak boleh batasi. Hal yang sama juga berlaku untuk toko ataupun supermarket yang menjual bahan pokok tidak boleh ditutup. "Artinya penerapannya sama dengan PPKM saat ini kan. Secara hukum ini sudah krantina wilayah atau ada yang bilang lock down," katanya.   

Sebagai informasi, dari data yang dikumpulkan Surabaya Pagi beberapa wilayah di Papua seperti  Jayapura, Biak, Nabire dan Manokwari menutup menutup total pelabuhannya. Sehingga aktivitas kepelabuhanan tidak dilakukan selama PPKM berlangsung. Selain Papua, pemerintah Pontianak juga melock down dermaganya dan tidak menerima kapal masuk.

"Jadi harapan kami, kalau sudah seperti sekarang yuk mari kita perbaiki. Aturan hukum soal penanganan ini sudah ada sebetulnya, jangan dipelintir sini, dipelintir sana, kembalikan saja pada koridor hukum yang ada," pungkasnya lagi. sem/rm/cr2/rmc

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU