Mengusik Runyamnya Brand Image Pasar Turi Baru

author surabayapagi.com

- Pewarta

Senin, 27 Mar 2023 20:55 WIB

Mengusik Runyamnya Brand Image Pasar Turi Baru

i

H. Raditya M Khadaffi

SURABAYAPAGI.COM, Surabaya - Sebagai warga kota Surabaya, saya juga prihatin terhadap alotnya menghidupkan Pasar Turi Baru (PTB). Berbagai cara dan strategi marketing telah dilakukan investor, PT Gala Bumi Perkasa (PT GBP).

Tujuannya menggeliatkan pedagang agar mau membuka stan stannya. Bahkan investor sampai bersinergi dengan Pemerintah Kota Surabaya, selaku pemilik lahan sekaligus pemilik regulasi pasar.

Baca Juga: Pemkot Surabaya Kebut Pengerjaan Estetika Kota Lama 

Mengapa gairah membuka stan sudah setahun ini masih lemah? Ada apa pedagang masih ogah-ogahan?

Padahal sudah bermacam kiat dilakukan investor bareng Pemkot Surabaya. Kiat mulai bebaskan service charge sampai sewakan gratis ke pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Padahal, Pasar Turi Baru sudah punya brand.

Pengamatan saya, sepertinya PT GBP, selaku investor terus pembangun brand image PTB masih secara semu.

Apakah butuh berbagai tahap dan waktu lagi memulihkan PTB sebagai pasar induk yang sudah punya brand sejak puluhan tahun ini?

Jawabannya butuh gabungan orang yang punya ilmu opini publik, hukum bisnis dan marketing. Tiga ilmu ini mesti dicoba terapkan. Ini karena catatan jurnalistik saya, menulis brand image PTB sedikitnya dibebani dua hal. Pertama brand image lama. PTB dulu, sebuah pasar legendaris di Surabaya. Pasar ini telah menghiasi dinamika perkembangan kota sebelum menjamurnya mal dan pusat grosir di Surabaya. PTB, setelah terbakar terakhir, praktis telah melalui sejarah yang  panjang.

Di Surabaya, PTB sempat menjadi pusat perbelanjaan dan grosir terbesar di Surabaya. Pernah mencatatkan diri punya omset lebih dari Rp 10 miliar per hari. Bahkan, Pasar Turi disebut-sebut sebagai pusat grosir terbesar di Indonesia Timur.

Warga kota Surabaya mencatat, di era kejayaannya, Pasar Turi menjadi satu di antara sejumlah simbol Kota Surabaya yang dikenal oleh masyarakat dari luar Surabaya.

Brand image kedua, yakni PTB dirundung sengketa, sehingga kejayaan sejak dikelola PT GBP, meredup. Nah, apakah brand image kedua ini disadari oleh investor?

Suka atau tidak suka, sengketa ini menurut saya ditimbulkan oleh investor. Catatan jurnalistik saya, sengketa ini sepertinya "dipelihara". Siapa yang memaintenance sengketa ini? Sadar atau tidak, pemicunya adalah investor. Ini karena saya mencatat investor dituding cukong lokal tanggung yang serakah? Lah Lho, kok bisa?

Yah...! Mereka adalah investor swasta yang terdiri tiga entitas. Ketiga taipan lokal ini saya catat saat itu (yah saat itu!) berebut "harta Karun". Tingkah lakunya seolah, PTB itu milik mbahnya (sendiri). Mereka sepertinya tidak merasa, tanah menyewa dari Pemerintah Kota Surabaya dan modal pembangunan "mengutip" dari pedagang. Perilakunya di publik, bak cukong berduit.

Ada hal yang lebih ironis, pedagang PTB lama diberlakukan sebagai obyek. Mereka dikenakan berbagai biaya dan pungutan. (Walah-walah...... Kok cik nemene yo, gak manusiawi blas cukong-cukong ini). Mereka bergaya bak kampret angon (pelihara) kebo congek. Padahal si kebo congek ini pedagang ulet yang tidak mudah diakali gaya cukong feodal.

Nah, pada tahap ini, investor terkesan tak paham perbuatannya mirip "tukang peras". Bertahun-tahun, sengketa antara investor PT GBP dengan pedagang lama, tak kunjung reda. Apalagi berdamai. Prettt!

Sengketanya, dari tahun 2010 sampai si cukong mati, terus aja runyam. Istrinya ditinggali kasus. Kakaknya yang masih hidup tak punya kuasa. Apalagi mengklaim ahli waris. Kini kakaknya yang cawe-cawe. Hasilnya PTB tetap amburadul mblenyek kayak lumpur. Sadar atau tidak, pedagang dan pemilik stan, bak "bernafas dalam lumpur". Punya aset stan tapi tidak bisa menikmati. Ada yang sampai berteriak "Oh Cen Liang, Oh Cen Liang....!"

Fakta sengketa soal urusan harga stan dan atributnya telah merembet kemana-mana. Peran Pemerintah Kota Surabaya sebagai mediator, sepertinya dikentuti. Konon investor PTB, punya "bekingan" banyak.

Maklum, mereka pegang uang "kutipan" dari orang susah yaitu pedagang lama. Dan di dalam tubuh investor sendiri cakar-cakaran. Sampai gugat menggugat di dalam dan luar persidangan. Apa yang diperebutkan? Siapa lagi kalau bukan cuan!

Bahkan gak cuan bisa ratusan miliar, hasil mengutip dan "memeras" pedagang lama. Publik dibukakan mata hatinya bahwa meredupnya PTB adalah soal cuan. Bukan teknik bisnis kelola pasar legendaris.

Baca Juga: Imigrasi I Surabaya Berhasil Terbitkan Hampir 10 Ribu Paspor

 

***

 

Menurut saya, turun tangannya Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi, selama ini baru nyawuk (ambil) kulit brand image PTB aja.

Pemerintah Kota Surabaya belum merasuk ke sumber sengketa. Makanya, cara dan strategi marketing sejak launcing Maret 2022 tahun lalu, PTB belum bergetar menghidupkan dan menarik pemilik stan. Ada pedagang lama yang mengolok-olok sebutan tak enak didengar kuping. Ngeri pokoknya...!

Akal sehat saya berkata, rencana Pemkot Surabaya, membuka serentak semua stan per 1 April nanti, dari aspek kebijakan publik, ciamik soro....!!.

Policy ini mirip seremoni seolah-olah, mas Wali Kota Surabaya ini "terlalu baik" menyikapi sengketa di PTB. Seolah yang terjadi di PTB, sengketa privat antara investor dengan pedagang. Padahal, bila mau jujur, kasus di PTB sudah masuk ranah sengketa publik.

Secara akal sehat, menyelesaikan sengketa publik tidak cukup hanya dengan membuat program promosi temporer. Why?? Brand image PTB sudah berdarah darah.

Menurut Philip Kotler, empunya marketing dunia, citra sebuah perusahaan adalah seperangkat keyakinan atau ide yang dipikirkan oleh seseorang terhadap suatu objek. Oleh karena itu, berbagai perusahaan berlomba-lomba mencari cara membangun brand image . Nah...! Mulai dari mana membangun brand image PTB?

Baca Juga: Amicus Curiae, Terobosan Hukum

Teorinya, sebuah perusahaan yang ingin memiliki citra baik di hadapan para konsumen, juga harus mulai melakukan branding sejak dini. Nah, branding macam apa buat PTB yang sudah masuk sengketa publik?

Literatur yang pernah saya baca penyelesaian sengketa publik bisa adopsi sengketa internasional. Setidaknya digolongkan ke dalam dua bidang.  Pertama, penyesaian secara hukum dan kedua mediasi atau diplomatik.  Penyelesaian secara hukum meliputi arbitrase dan pengadilan. Sedangkan penyelesaian secara mediasi atau diplomatik meliputi negosiasi, penyelidikan, jasa baik, dan konsiliasi.

Saya catat kedua bidang ini belum disentuh Pemerintah Kota Surabaya. Apalagi oleh PT GBP. Malahan setelah si cukong mati, "pewaris" PT GBP merebut menagih utang? Hehehe, utang ke siapa dan kemana? Gak jelas! Opo dipikir duite nenek moyangnya? Kudu Ngguyu hadapi taipan modal dengkul kayak entitas di PT GBP itu.

Saya mencatat akibat sengketa publik ini ada tiga pihak yang dirugikan cukong modal dengkul itu. Pertama, pedagang lama. Kedua, pemilik stan yang beli dari almarhum Cen Liang. Dan ketiga, Pemerintah Kota Surabaya, sebagai pemilik lahan.

Akal sehat saya berkata, impossible bila pemerintah kota Surabaya hanya merangkul investor PT GBP saja. Ini baru masuk penyelesaian secara linier. Padahal sengketa publik mesti dituntaskan dengan pendekatan lateral. Tiga stake holder itu mesti diajak duduk bareng. Posisi investor PT GBP didudukan di lantai. Dan tak boleh omong. Apalagi diwakili kakak Cen Liang, yang bukan ahli waris.

PT GBP yang sudah bikin resah publik, secara cingli, suruh mundur atau menyerahkan diri ke pihak lain yang tidak berlepotan dengan Cuan-cuanan oleh tiga entitas kongsian di PT GBP. Lebih ciamik maneh, dimundurkan wis.

Pihak lain, yaitu pemilik stan diberi peluang melakukan rekonsiliasi dengan pedagang lama. Tentu dengan supervisi Pemkot Surabaya. Ini usulan saya cara menyelesaikan sengketa publik win-win solution memulihkan PTB sebagai pasar grosir legendaris Surabaya.

Pilihan rekonsiliasi ini agar tidak ada pihak yang sakarepe dewe. Semua pihak bicara sesuai porsinya. Maklum menurut saya, brand image PTB sudah runyam. Biang keroknya, yah PT GBP. Ini sumbang saran saya untuk kemanfaatan stake holder PTB. Sekaligus buat pelajaran buat cukong cukong modal dengkul curang dan serakah.  Bagaimana tanggapan Anda mas Wali Kota Surabaya, pedagang lama dan pemilik stan PTB. ([email protected])

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU