Menko Polhukam Soalkan Istri Sambo Sodok Komnas Perempuan

author surabayapagi.com

- Pewarta

Jumat, 16 Sep 2022 20:50 WIB

Menko Polhukam Soalkan Istri Sambo Sodok Komnas Perempuan

Padahal Sudah Mengetahui, Jika Ferdy Sambo yang Skenario Putri Dilecehkan. Tetapi Tetap Bergeming

 

Baca Juga: Pilu! Disabilitas Asal Lumajang Jadi Korban Rudapaksa Orang Tak Dikenal hingga Hamil dan Melahirkan

SURABAYAPAGI.COM, Surabaya - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD sejak awal menilai dugaan kekerasan seksual yang dialami Putri Candrawathi terasa janggal. Bahkan, Mahfud siap memberikan pertimbangan lain di persidangan seandainya majelis hakim menggunakan rekomendasi dari Komnas HAM dan Komnas Perempuan.

Di dalam laporan yang diserahkan ke Kapolri pada 1 September 2022 lalu, kedua lembaga tersebut menduga kuat Putri telah jadi korban kekerasan seksual di Magelang. Terduga pelaku adalah Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.

"Saya sudah katakan bila (rekomendasi) itu dipakai sebagai pertimbangan di pengadilan, maka saya akan maju karena Kompolnas memiliki pendapat lain. Yang dilakukan oleh Komnas HAM itu kan tidak pro justitia, untuk apa? Serahkan saja ke polisi (menindak lanjuti motif) kalau diperlukan," ujar Mahfud dalam program Indonesia Lawyer's Club yang tayang di YouTube pada Kamis (15/9/2022) kemarin.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) menilai sikap dan gelagat Putri selama beberapa bulan tak masuk akal. Selama satu bulan pertama, istri Ferdy Sambo itu menunjukkan gelagat sulit dimintai keterangan dan hanya diam.

"Saya katakan ke Komnas Perempuan, selama sebulan Anda mengatakan bahwa Ibu Putri tidak bisa berkomunikasi, hanya menangis, bilang malu, mengaku dilecehkan, dengan pengertian Ibu Putri dilecehkan di (rumah dinas) Duren Tiga," kata dia.

 

Berubah 180 Derajat

Namun, sikap itu berubah 180 derajat usai sejumlah personel di Divisi Propam dipindah ke Mako Brimob, diikuti perubahan keterangan dari Bharada Richard Eliezer, dan Sambo ditahan. "Tiba-tiba Ibu Putri sembuh dan bisa ngomong," tutur Mahfud dengan ekspresi heran.

Lebih lanjut, Mahfud sempat bertanya kepada Komnas Perempuan mengapa mereka percaya begitu saja terhadap pengakuan Putri. Padahal, di pengakuan pertama, Putri berbohong soal dugaan pelecehan seksual di rumah dinas di area Duren Tiga, Jakarta Selatan.

"Saya katakan (ke Komnas Perempuan) kok Anda bisa langsung percaya? Kemarin nangis sambil menyatakan dilecehkan di Duren Tiga, kok tiba-tiba dia mengubah pernyataannya dan langsung dipercaya? Saya katakan apa tidak ada ilmunya di dalam psikologi untuk tidak mempercayai ini?" tutur dia lagi.

 

Sudah Tahu Skenario Sambo

Ia menambahkan bahwa sikap Komnas Perempuan belum berubah meski sudah tahu Sambo sengaja membuat skenario seolah-olah istrinya telah dilecehkan oleh ajudannya sendiri. "Pertama, Anda diberi tahu ada dugaan pelecehan, setelah diberi tahu itu tidak terjadi, Anda tak ikut berubah (sikap). Kalau (sikap) Kompolnas sudah berubah, bahwa (kekerasan seksual) itu tidak mungkin," ujarnya.

Maka, Mahfud tegas menyebut seandainya rekomendasi dari Komnas Perempuan akan dipakai oleh majelis hakim sebagai bahan pertimbangan, maka Kompolnas dan LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban) akan mengajukan rekomendasi pembanding.

"Supaya untuk meyakinkan bahwa (peristiwa dugaan kekerasan seksual) itu tak masuk akal," katanya.

 

Motif Tidak Penting

Baca Juga: Dua Pelaku Pembunuhan di Pakis Berhasil Diringkus Satreskrim Polres Malang

Mahfud mengaku sudah menyampaikan ke Komnas HAM dan Komnas Perempuan ketika bertemu pada 12 September 2022 lalu di kantor Kemenko Polhukam dan menerima laporan yang ditujukan ke Presiden Joko Widodo. Dalam pertemuan itu, Mahfud menyebut motif yang menyebabkan Brigadir J ditembak tidak penting.

Ia juga telah berkoordinasi dengan pihak kepolisian agar tak masuk dan mendalami motif itu bila tak terlalu penting.

Aktivis perempuan Nursyahbani Katjasungkana menduga ada motif lain yang melatarbelakangi pembunuhan berencana terhadap Brigadir J. Sampai-sampai, Nursyahbani heran, sekitar 97 anggota kepolisian bisa turut terperiksa dalam kasus ini.

 

Tak Ada Penjelasan Kekerasan Seksual

Untuk itu, Nursyahbani meragukan ada motif kekerasan seksual seperti yang dihembuskan Komnas HAM dan Komnas Perempuan. Apalagi, dalam laporan investigasi Komnas HAM dan Komnas Perempuan, tidak memberikan penjelasan secara mendetail terkait dengan temuan pelecehan seksual atau kekerasan seksual.

"Menurut saya Komnas HAM dan Komnas Perempuan seperti yang mereka jelaskan di berbagai media tidak menyebutkan premis utama hasil penyelidikannya sehingga publik bingung juga memahami penjelasannya yang terkait soal relasi kuasa dan lain-lain," ujar Nursyahbani, dalam keterangannya, kemarin.

Nursyahbani menjelaskan relasi kuasa yang disebut-sebut menjadi penyebab utama terjadinya kasus kekerasan seksual. Namun, dalam kasus ini dinilai sulit untuk dipahami. Nursyahbani mengungkit latar belakang Putri Candrawathi .

" Penjelasan soal relasi kuasa itu mungkin benar untuk kasus-kasus kekerasan seksual yang terjadi pada umumnya. Tapi agak sukar dipahami ketika diterapkan dalam konteks PC dengan posisinya sebagai ndoro putri yang dibesarkan sebagai anak jendral dan berpendidikan tinggi juga serta dalam konteks budaya polisi dengan hirarki yg begitu ketat. Konteks kelas sosial dan interseksionalitas lainnya menjadikan sangat sulit untuk menerima penjelasan soal terjadinya perkosaan di Magelang itu," ucapnya.

 

Baca Juga: AMIN dan Ganjar, Akui Saksinya Dintimidasi

Tak Bisa Jadi Landasan Hukum

Untuk itu, ia menambahkan, kekerasan seksual atau pelecehan seksual tak bisa dijadikan landasan hukum untuk para tersangka terutama Putri Candrawathi lolos dari jerat hukum.

"Yang jelas PC tetap terjerat 340/338 juncto 55/56. Dan “pemerkosaannya” apalagi hanya atas dasar keterangan Kuat Maruf dan Susi, yang tak kredibel secara hukum (orang gajian Sambo/PC) dan J tak bisa lagi membela diri, sehingga tidak bisa jadi alasan pemaaf atau pembenar," ujar dia.

Terkait hal ini, Nursyahbani berpendapat bahwa Komnas HAM dan Komnas Perempuan terkesan membantu skenario Irjen Ferdy Sambo.

 

Kewenangan Penyidik

Sementara, komisioner Komnas HAM, Sandrayati Moniaga menjelaskan rekomendasi Komnas HAM kepada penyidik untuk menindak lanjuti dugaan kekerasan seksual di Magelang, bukan berarti mereka percaya dan memihak istri Ferdy Sambo itu. Komnas HAM, kata Sandra, yakin kedua belah pihak berhak untuk mendapatkan kebenaran yang seutuhnya.

"Keluarga Brigadir J juga berhak untuk mendapatkan hak atas kebenaran. Jadi, ini semata-mata bukan menyangkut Ibu P (Putri). Kalau Ibu P nantinya terbukti berbohong, nama Brigadir J kan akan dibersihkan. Kan harus ada rehabilitasi nama baik," ungkap Sandra, seperti dikutip dari IDN Times, Jumat (16/9/2022).

Menurut Sandra, hanya penyidik yang memiliki kewenangan untuk membuktikan apakah ada dugaan tindak kekerasan seksual kepada Putri oleh Brigadir J. Ia pun mengakui meski nantinya penyidik berhasil mengungkap peristiwa di Magelang, kasus dugaan kekerasan seksual itu tidak akan bisa diajukan ke pengadilan lantaran terduga pelaku sudah meninggal.  erk/jk/tms/rmc

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU