Menkumham akan Evaluasi IDI, Pemberi Ijin Praktik Dokter

author surabayapagi.com

- Pewarta

Rabu, 30 Mar 2022 20:12 WIB

Menkumham akan Evaluasi IDI, Pemberi Ijin Praktik Dokter

i

Yasonna Laoly

SURABAYAPAGI.COM, Jakarta - Polemik pemecatan mantan Menkes dokter Terawan Agus Putranto dari keanggotaan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) diperhatikan juga oleh Kemenkumham.

Menkumham Yasonna Laoly mendukung prestasi dan terobosan Terawan ciptakan terapi “cuci otak” dan vaksin nusantara. Dalam postingan Instagramnya, Yasonna membagikan momen dirinya mendapatkan suntikan vaksin busantara yang diinisiasi Terawan.

Baca Juga: Kendari Jadi Tuan Rumah Rakernas Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Ikatan Istri Dokter Indonesia (IIDI)

"Saya tahu banyak Pejabat Tinggi Negara yang sudah menerima suntikan Vaknus dari Dr. Terawan, serta sangat meyakini keampuhannya. I feel great!!! No doubt about it! Pada saat yang sama, saya membawa 2 orang teman yang ingin mengikuti treatment DSA dari Dr. Terawan," katanya, Rabu (30/3/2022).

Yasonna juga mengungkapkan testimoni baik dari para sahabatnya itu setelah mendapatkan terapi dari Terawan. Mendengar Terawan dipecat dari IDI, berikut ungkapan sahabat dari Yasonna.

 

Posisi IDI harus Dievaluasi

"Ketika teman berdua ini mendengar keputusan IDI, kata-kata yang keluar dari mulut mereka adalah: “Syirik dan arogan!!! Kami merasakan manfaat treatment yang dilakukan oleh Dr. Terawan.” Itu adalah pengalaman empirik mereka! Fakta!" ungkap Yasonna.

Yasonna pun mendesak agar ada Undang-Undang yang mengatur soal izin praktek dokter.

"Posisi IDI HARUS dievaluasi! Kita harus membuat undang-undang yang menegaskan izin praktek dokter adalah domain Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kesehatan," tegasnya.

Saat ini pemberian izin praktik dokter diberikan berdasarkan pada Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2052/Menkes/Per/X/2011 tentang Izin Praktek dan Pelaksanaan Praktek Kedokteran.

Juga ada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor: 90 Tahun 2017 tentang Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia. Perpres yang ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada 14 September 2017 mengatur tentang ketentuan mengenai penegakan disiplin tenaga kesehatan.

Menurut Perpres ini, setiap orang atau badan hukum yang mengetahui atau kepentingannya dirugikan atas tindakan Tenaga Kesehatan dalam menjalankan praktik keprofesiannya dapat melakukan pengaduan atas pelanggaran disiplin profesi Tenaga Kesehatan.

“Pelanggaran disiplin profesi Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud dapat berupa pelanggaran terhadap penerapan keilmuan dalam penyelenggaraan keprofesian meliputi penerapan pengetahuan, keterampilan, dan perilaku,” bunyi Pasal 28 ayat (3) Perpres ini.

Menurut Perpres ini, pengadu dapat melakukan pengaduan secara langsung atau meialui kuasa pengadu, dan dapat dilakukan secara: a. tertulis; dan/ atau b. lisan. Pengaduan terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh Tenaga Kesehatan ini disampaikan kepada Konsil Keperawatan, Konsil Kefarmasian atau Konsil Gabungan Tenaga Kesehatan sesuai dengan bidang tugas masing-masing.

 

Pengakuan Terawan

Dokter Terawan mengakui, cuci otak itu sendiri memang tidak ada dalam istilah medis.

Baca Juga: Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Raih 4 Rekor MURI dalam HUT ke-73

"Di dunia medis, cuci otak disebut dengan DSA yang kemudian kami modifikasi dengan tujuan meningkatkan keamanan bagi pasien, keamanan dari radiasi, dari ancaman pada ginjalnya, dan keamanan dari teknik tindakannya," papar Dokter Terawan.

Pasien yang akan menjalani terapi DSA akan diawali dengan pemeriksaan detail menggunakan diagnostik yang paling canggih, lalu dilakukan check up lengkap. Pengecekan otak dengan MRI lalu neurologis pun dilakukan untuk menunjang terapi.

“Jika hasil observasi sudah dikantongi, tim dokter akan mendiagnosis apakah kelainan tersebut ada di otak atau seluruh tubuh. Letak sumbatan akan menentukan tim dokter yang dikerahkan. Jika sudah, keputusan terapi DSA diberikan ke pasien atau tidak pun akan keluar dari hasil pengamatan dokter-dokter ahli yang terlibat itu. Dan jika memang pasien direkomendasikan untuk menjalani DSA, maka tim dokter di bawah pengawasan Dokter Terawan akan melakukan modifikasi DSA sehingga keamanan pada pasien terjamin dan keadaan pasien jauh lebih baik, karena didiagnosis dengan tepat, “tambah Terawan.

Menurut Terawan, ada modifikasi DSA yang dimaksud Dokter Terawan itu ialah proses penurunan dosis radiasi DSA biasa (di atas 300 satuan radiasi), diturunkan menjadi 25 satuan radiasi. Ada beberapa bahan lain yang diperlukan, seperti cairan kontras sebanyak 10 cc.

 

Tangani 3 Ribu Pasien

Cairan heparin dipakai Dokter Terawan sebagai medium penghancur plak atau lemak yang menyumbat pembuluh darah, penyebab stroke. Dengan dileburnya plak atau lemak di pembuluh darah, aliran darah bisa kembali lancar. Teknik pembersihannya menggunakan selang kecil yang ditempatkan di titik sumbatan.

"Hampir semua rumah sakit di Indonesia sudah melakukan metode ini, karena saya telah menyebarkannya sejak 2006. Metode cuci otak ini sudah melayani puluhan ribu pasien, tiap tahunnya bisa 3.000 pasien," kata Dokter Terawan.

Mantan Menteri Kesehatan tersebut mengungkapkan bahwa sekali terapi, waktu yang dibutuhkan itu sekitar 25 menit. Setelah pasien menjalani DSA, check up rutin adalah hal yang harus dilakukan pasien untuk memantau kondisi otak pascatindakan DSA.

Baca Juga: Terkait Penyerangan Fasilitas Kesehatan di Gaza, Ini Sikap PB IDI

Dokter Terawan dinilai cukup percaya diri terhadap metode cuci otak yang dikembangkannya. Maklum, hingga saat ini belum ada laporan efek samping yang buruk. Itu juga yang membuatnya yakin bahwa cuci otak untuk stroke ini bisa terus diberikan ke pasien sebagai terapi penanganan stroke.

 

“Terawan Theory'

Bahkan, ada klaim yang beredar mengenai terapi cuci otak Dokter Terawan ini adalah tindakan modifikasi DSA tersebut bisa menyembuhkan pasien stroke 4-5 jam pascatindakan medis dilakukan.

Catatan Litbang Surabaya Pagi menyebut metode cuci otak ini adalah bagian dari disertasi Dokter Terawan, judul disertasinya 'Efek Intra Arterial Heparin Flushing Terhadap Regional Cerebral Blood Flow, Motor Evoked Potentials, dan Fungsi Motorik pada Pasien dengan Stroke Iskemik Kronis'.

Karya ilmiah itu dipresentasikan Dokter Terawan di Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar sebagai syarat gelar doktornya.

Karena terapi cuci otak itu pula Dokter Terawan berhasil mendapat beberapa penghargaan, seperti rekor dari Museum Rekor Indonesia sebagai Penemu Terapi Cuci Otak dan Penerapan Program Digital Subtraction Angiography (DSA) Terbanyak.

Bahkan, menurut beberapa informasi terapi cuci otak Dokter Terawan ini sudah diterapkan di Jerman dengan nama paten 'Terawan Theory'. n jk, er

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU