Menteri Hukum Era SBY, Sebar Bocoran Putusan MK

author surabayapagi.com

- Pewarta

Senin, 29 Mei 2023 21:29 WIB

Menteri Hukum Era SBY, Sebar Bocoran Putusan MK

Informasinya Gugatan Sistem Pemilu Legislatif Tertutup Dikabulkan. Jubir MK Kaget, Karena Kesimpulan dari Berbagai Pihak Baru akan Dibahas 31 Mei Besok. Maka itu, Mahfud MD, Mantan Ketua MK Minta Polri Usut Denny Indrayana, mantan WamenkumHam

 

Baca Juga: MK tak Utak-atik Keabsahan Gibran, Nitizen Koar-koar

 

SURABAYAPAGI.COM, Jakarta - Ada kegaduhan di kalangan pimpinan parpol peserta pemilu 2024. Dikabarkan Mahkamah Konstitusi (MK) akan mengambil keputusan terkait sistem pemilu legislatif. MK akan kabulkan gugatan warga yang minta sistem pemilu legislatif kembali ke proporsional tertutup atau coblos partai.

Padahal, saat ini delapan dari sembilan fraksi partai politik di DPR RI, menyatakan menolak sistem pemilu proporsional tertutup. Mereka Fraksi Golkar, Gerindra, Demokrat, NasDem, PAN, PKB, PPP dan PKS. Hanya satu fraksi yang menginginkan sistem pemilu proporsional tertutup yakni PDI Perjuangan.

Jubir MK Fajar Laksono, kaget dengan bocoran itu. Mengingat, Mahkamah Konstitusi (MK) hingga Senin (29/5/2023) masih menyidangkan judicial review soal sistem pemilu, apakah tetap proporsional terbuka atau akan diganti.

Jubir MK tak tahu Denny Indrayana mendapatkan bocoran bahwa vonis MK akan mengubah menjadi proporsional tertutup. "Ya saya akan tanyakan ke yang bersangkutan. Tapi itu tadi, alurnya begitu, penyerahan kesimpulan, baru akan dibahas. Nah, bagaimana mungkin bocor atau apa, kalau itu saja belum dibahas. Silakan tanyakan pihak yang bersangkutan," kata Jubir MK Fajar Laksono pada wartawan di gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (29/5/2023).

Pihak yang bersangkutan adalah Denny Indrayana. Kepada publik, Denny mengaku sudah mendapatkan bocoran vonis MK itu. Meski hingga saat ini MK belum menggelar rapat permusyawaratan hakim.

"Pagi ini (Minggu, 28/5/2023, red) saya mendapatkan informasi penting. MK akan memutuskan pemilu legislatif kembali ke sistem proporsional tertutup, kembali memilih tanda gambar partai saja," kata Denny Indranaya, lewat cuitan di akun Twitternya @dennyindranaya, Minggu. Denny juga memberi keterangan tertulisnya, pada hari yang sama, Minggu (28/5/2023).

Dalam cuitannya Denny juga sempat menyinggung soal sumbernya di Mahkamah Konstitusi. Meski tidak menjawab dengan gamblang Denny memastikan sumbernya bukan hakim konstitusi. "Siapa sumbernya? Orang yang sangat saya percaya kredibilitasnya, yang pasti bukan Hakim Konstitusi," ujarnya. "Maka, kita kembali ke sistem pemilu Orba: otoritarian dan koruptif," kata Denny lewat cuitannya.

Denny sebelumnya mengaku mendapat informasi penting terkait gugatan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu sistem Proporsional Terbuka di MK. Ia menyebut MK akan mengabulkan sistem Pemilu kembali menjadi proporsional tertutup alias coblos partai.

 

Rekam Jejak Denny Indrayana

Siapa Denny Indrayana? seorang aktivis dan akademisi Indonesia yang sejak 19 Oktober 2011 diangkat menjadi Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Denny adalah Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada.

Dia juga merupakan salah satu pendiri Indonesian Court Monitoring dan Pusat Kajian Anti Korupsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. Sejak September 2008, Denny menjadi Staf Khusus Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam bidang Hukum, HAM dan Pemberantasan Korupsi Kolusi dan Nepotisme.

Rekam jejaknya selama ini, selain menguasai hukum tata negara, Denny dikenal amat kritis terhadap masalah korupsi dan mafia hukum. Ia sudah menulis empat buku terkait isu hukum tata negara dan korupsi, yaitu: Amandemen UUD 1945 antara Mitos dan Pembongkaran; Indonesian Constitutional Reform 1999-2002; Negara Antara Ada dan Tiada; dan Negeri Para Mafioso.

Pada tahun 2009, dia dipilih sebagai wakil menteri hukum dan HAM hingga periode 2014. Karir politiknya, banyak dipertanyakan oleh beberapa pengamat hukum terutama fokusnya dalam memberantas mafia hukum. Maklum ia menjadi guru besar dalam bidang tata negara di Universtas Gajah Mada, Yogyakarta.

 

Baca Juga: MK tak Temukan Bukti Empiris Bansos Pengaruhi Secara Paksa Pilihan Pemilih

Periksa Denny Indrayana

Munculnya kegaduhan ini mendapat respon dari Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md.

Mahfud Md yang pernah jadi Ketua Mahkamah Konstitusi, meminta kepolisian memeriksa Denny Indrayana yang mengaku mendapatkan informasi bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) akan mengembalikan sistem pemilu legislatif ke sistem proporsional tertutup atau coblos partai.

"Terlepas dari apa pun, putusan MK tak boleh dibocorkan sebelum dibacakan. Info dari Denny ini jadi preseden buruk, bisa dikategorikan pembocoran rahasia negara. Polisi harus selidiki info A1 yang katanya menjadi sumber Denny agar tak jadi spekulasi yang mengandung fitnah," kata Mahfud lewat cuitan di akun Twitter yang dipantau Surabaya Pagi di Jakarta, Minggu.

Mahfud bahkan mengatakan dirinya yang pernah menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi tidak berani bertanya kepada MK soal putusan yang belum dibacakan. Dia juga mendesak MK mencari pihak yang membocorkan informasi tersebut.

 

Putusan MK Rahasia Ketat

"Putusan MK itu menjadi rahasia ketat sebelum dibacakan, tapi harus terbuka luas setelah diputuskan dengan pengetokan palu vonis di sidang resmi dan terbuka. Saya yang mantan Ketua MK saja tak berani meminta isyarat apalagi bertanya tentang vonis MK yang belum dibacakan sebagai vonis resmi. MK harus selidiki sumber informasinya," ujar Mahfud dalam cuitannya.

Sementara Menko Polhukam Mahfud MD meminta MK menelusuri informasi Denny Indrayana yang kadung diumbar ke publik tersebut.

Baca Juga: MK tak Temukan Bukti Yakinkan Jokowi Intervensi Syarat Perubahan Usia Cawapres

Menurut Mahfud, putusan tersebut seharusnya tidak boleh bocor sebelum dibacakan. Ia menilai pernyataan Denny bisa menjadi preseden buruk, bahkan dapat disebut sebagai pembocoran rahasia negara.

 

Enam Hakim MK

Berdasarkan info yang diterima Denny, enam hakim MK akan setuju untuk mengembalikan sistem proporsional tertutup. Sementara, tiga hakim lain akan menyatakan dissenting opinion.

"Siapa sumbernya? Orang yang sangat saya percaya kredibilitasnya, yang pasti bukan Hakim Konstitusi. Maka, kita kembali ke sistem pemilu Orba: otoritarian dan koruptif," kata Denny.

Ia lalu menyinggung perpanjangan masa jabatan Pimpinan KPK hingga pengajuan PK oleh Moeldoko terkait sengketa Partai Demokrat.

"KPK dikuasai, pimpinan cenderung bermasalah yang dihadiahi gratifikasi perpanjangan jabatan 1 tahun. PK Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, atas Partai Demokrat, diduga ditukarguling dengan kasus korupsi mafia peradilan di MA," kata Denny.

"Jika Demokrat berhasil dicopet, istilah Gus Romi PPP, maka pencapresan Anies Baswedan hampir pasti gagal," imbuh dia.n erc/jk/cn/rmc

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU