MK Tak Legalkan Pernikahan Beda Agama

author surabayapagi.com

- Pewarta

Selasa, 31 Jan 2023 20:20 WIB

MK Tak Legalkan Pernikahan Beda Agama

i

Ketua MK Anwar Usman, bersama 8 hakim lainnya, Selasa (31/1/2023), menolak permohonan judicial review terkait pernikahan beda agama.

Mahkamah Konstitusi menegaskan UU Hanya Atur Administrasi Pernikahan. Tentang Sah tidaknya, Ditentukan hukum Agama Masing-masing

 

Baca Juga: MK Lempar Masalah TSM ke Bawaslu

Tahun 2022, PN Surabaya telah Kabulkan permohonan pernikahan beda agama yang diajukan pasangan Islam dan Kristen. Ini agar tak terjadi praktik kumpul kebo

 

 

SURABAYAPAGI.COM, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menolak keseluruhan gugatan uji materi (judical review) terkait pernikahan beda agama yang diajukan oleh Ramos Petege, pemeluk agama Katolik dan Istrinya, beragama Islam.

Penolakan dari Mahkamah Konstitusi (MK) diputuskan dalam sidang, Selasa (31/1/2023). MK mencontohkan agama Islam dan Kristen secara terang-terangan melarang adanya menikah beda agama. Jadi MK tak legalkan pernikahan beda agama.

MK tetap berpegang pada pendiriannya soal nikah beda agama seperti diatur di UU Perkawinan.

 

PN Surabaya Malah Kabulkan

Sebelumnya, pada tahun 2022 lalu. Pengadilan Negeri (PN) Surabaya mengabulkan permohonan pernikahan beda agama yang diajukan pasangan Islam dan Kristen, usai ditolak Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil setempat. Alasannya agar tak terjadi praktik kumpul kebo.

Humas PN Surabaya Suparno mengatakan, pertimbangan hakim mengabulkan permohonan pernikahan beda agama tersebut adalah demi menghindari praktik kumpul kebo, sekaligus demi memberikan kejelasan status.

 

Anwar Usman, Bersama 8 hakim

Menurut MK, undang-undang hanya mengatur administrasi pernikahan, sedangkan sah tidaknya berdasarkan hukum agama masing-masing.

Uji materi Pasal 2 ayat (1) UU Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan) telah disidangkan di Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, dan dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, Anwar Usman, bersama delapan hakim anggota.

Dalam Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi tersebut, majelis hakim menolak gugatan secara keseluruhan terkait uji materi dalam UU Perkawinan.

 

Baca Juga: MK tak Utak-atik Keabsahan Gibran, Nitizen Koar-koar

Setelah Tinjau Berbagai Pertimbangan

"Berdasarkan penilaian atas fakta dan hukum sebagaimana yang telah diuraikan di atas, Mahkamah berkesimpulan. Satu mahkamah berwenang mengadili permohonan a quo. Dua, pemohon memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo. Tiga, pokok permohonan tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya. Berdasarkan undang-undang dasar Republik Indonesia tahun 1945 dan seterusnya amar putusan mengadili menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," ucap Anwar Usman.

Keputusan majelis MK diambil setelah meninjau berbagai pertimbangan. Salah satunya pertimbangan dari ahli-ahli presiden hingga lembaga agama.

 

Keabsahan Pernikahan Domain Agama

Dalam konstitusi, kaidah pasal-pasal UU Perkawinan pun telah menegaskan kebebasan dalam beragama sebagaimana yang tertuang ketentuan dalam Pasal 29 Ayat (1) dan (2) UU Dasar 1945.

"Sesungguhnya mahkamah sudah secara jelas dan tegas menjawab bahwa mengenai keabsahan perkawinan merupakan domain agama melalui lembaga atau organisasi keagamaan yang berwenang atau memiliki otoritas memberikan penafsiran keagamaan," kata hakim anggota MK, Enny Nurbaningsih.

Dalam konklusinya, MK menegaskan pokok permohonan soal nikah beda agama tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya. "Mengadili, menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang pembacaan putusan tersebut.

 

Baca Juga: MK tak Temukan Bukti Empiris Bansos Pengaruhi Secara Paksa Pilihan Pemilih

Tak ada Urgensinya

Dalam pertimbangannya, hakim MK Wahiduddin Adams menyampaikan, MK tidak menemukan adanya perubahan keadaan dan kondisi terkait persoalan konstitusionalitas keabsahan dan pencatatan perkawinan. Sehingga tidak terdapat urgensi bagi MK bergeser dari pendirian MK terkait hal ini sesuai putusan-putusan sebelumnya.

"MK tetap pada pendiriannya terhadap konstitusionalitas perkawinan yang sah adalah yang dilakukan menurut agama dan kepercayaannya serta setiap perkawinan harus tercatat sesuai dengan peraturan perundang-undangan," ujar Wahiduddin.

 

Dalih Pemohon tak Beralasan

Wahiduddin menegaskan, pertimbangan ini diambil setelah MK menyimak keterangan para pihak, ahli, saksi, dan mencermati fakta persidangan. "Dengan demikian, dalil pemohon berkenan dengan Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 8 huruf f UU 1/1974 adalah tidak beralasan menurut hukum," ujar Wahiduddin.

Karena itu, Wahiduddin menegaskan permohonan pemohon mengenai norma Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 8 huruf f UU 1/1974 ternyata tidak bertentangan di antaranya dengan prinsip jaminan hak memeluk agama dan beribadat menurut agama dan kepercayaannya, hak untuk hidup dan bebas dari perlakuan diskriminatif, hak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan.

"Ini sebagaimana dijamin oleh Pasal 29 ayat 1 dan ayat 2, Pasal 28E ayat 1 dan ayat 2, Pasal 27 Ayat 1, Pasal 28I ayat 1 dan ayat 2, Pasal 28B ayat 1 serta Pasal 28D Ayat 1 UUD1945," kata Wahiduddin. n erc/jk/ri/rmc

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU