Mundurkan Kapolri, Bubarkan Kompolnas, Reformasi Polri

author surabayapagi.com

- Pewarta

Senin, 22 Agu 2022 21:07 WIB

Mundurkan Kapolri, Bubarkan Kompolnas, Reformasi Polri

i

Mahfud MD, yang hadir di Komisi III DPR RI sebagai ex officio Ketua Kompolnas RI, bersama Ketua LPSK dan Komnas HAM, menjelaskan perkara Kasus Pembunuhan Brigadir J.

Hasil Penting Rapat Kerja Bersama Kompolnas, Komnas HAM, dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) di Gedung DPR, Senin 

 

Baca Juga: Yusril Tersenyum, Mahfud Ingatkan Kesaksiannya MK = Mahkamah Kalkulator, Pandangan Usang

SURABAYAPAGI.COM, Jakarta -Meski Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, tidak diundang, Rapat Kerja Bersama antara Komisi III DPR-RI, Kompolnas, Komnas HAM, dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) di Gedung DPR, Senin (22/8/2022) menggulirkan tiga pembicaraan serius. Ada anggota Komisi III yang minta Kapolri mundur sementara. Ada yang minta institusi Polri direformasi dan Kompolnas dibubarkan.

Ini materi bahasan dalam rapat yang membahas kasus pembunuhan berencana yang dilakukan oleh Irjen Ferdy Sambo. Topik ini akhirnya merembet ke desakan mundur Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.

 

Kapolri Diberhentikan Sementara

Anggota Komisi III DPR RI Benny K Harman meminta jabatan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo diberhentikan sementara.

Jabatan Listyo Sigit Prabowo terancam jika Presiden terima usulan dari fraksi Demokrat tersebut.

Mengingat pejabat Kapolri yang kini diduduki Listyo Sigit Pabowo ditunjuk langsung oleh Presiden RI, Jokowi.

Politikus Partai Demokrat itu menilai, publik sudah tidak percaya dengan kepolisian dalam mengusut kasus pembunuhan berencana yang melibatkan Irjen Ferdy Sambo tersebut.

"Mestinya Kapolri diberhentikan sementara diambil alih oleh Menko Polhukam untuk menangani kasus ini supaya objektif dan transparan," kata Benny di Gedung DPR, Jakarta, Senin (22/8/2022).

Ia menjelaskan, ketidakpercayaan publik terhadap Polri dalam penanganan kasus Ferdy Sambo lantaran Polri awalnya mengumumkan kepada publik bahwa Brigadir J tewas akibat baku tembak.

Namun, setelah keluarga curiga dan publik menyoroti lebih jauh, Polri mengusut kembali lalu mengumumkan hal yang berbeda.

"Kita enggak percaya polisi. Polisi kasih keterangan publik. Publik ditipu juga kita kan. Kita tanggapi ternyata salah jadi publik dibohongi oleh polisi," ujarnya.

 

Usulan Fraksi PPP

Sementara Sekretaris Fraksi PPP Achmad Baidowi usulkan reformasi di tubuh Polri seiring kasus pembunuhan berencana oleh Irjen Ferdy Sambo terhadap ajudannya, Brigadir J atau Yosua Hutabarat.

Menurut Baidowi, reformasi di tubuh Polri menjadi hal yang sangat penting untuk dilakukan melalui revisi terbatas UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian.

"Revisi terhadap UU kepolisian ini perlu dilakukan mulai dari norma yang mengatur tentang pengawasan internal Polri yang saat ini dilakukan oleh Propam ataupun mengenai pengaturan tentang kewenangan polri mulai dari penyelidikan, penyidikan dan penindakan," kata Baidowi melalui keterangan dalam rapat Senin kemarin.

Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI ini berujar, reformasi perlu dilakukan sedini mungkin, mulai saat tahapan rekrutmen. Baidowi memandang perlu formula rekrutmen yang baru yang diatur di revisi UU Kepolisian agar proses tersebut lebih transparan dan akuntabel.

Selain aturan perihal rekrutmen, hal lain yang dinilai perlu ialah reformulasi ketentuan menyangkut bagi aparat polisi yang melakukan tindak pidana. Di mana aparat terkait harus dilakukan pemberhentian sementara hingga adanya keputusan inckraht.

Sebab jika tetap dibiarkan aktif di Polri, bukan tidak mungkin keberadaanya hanya menambah citra buruk bagi institusi.

"Karena itu kami mengusulkan revisi terbatas atas UU 2/2002 tentang Kepolisian dalam revisi Prolegnas prioritas tahun ini. Revisi terbatas ini dilakukan untuk berjalannya reformasi di institusi kepolisian dan penguatan kelembagaan polisi dalam tugas pemeliharaan kamtibmas serta penegakan hukum," kata Baidowi.

 

PKS Akui Kapasitas Mahfud

Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Abu Bakar Al Habsyi menilai di antara banyak pejabat di republik ini, Mahfud MD memang yang paling layak berbicara mengenai kasus hukum.

“Saya melihat dari pejabat yang ada di republik ini, Pak Mahfud lah yang paling layak membicarakan segala kasus hukum, lebih mencuat ke publik dan lebih cepat terselesaikan,” ucapnya.

Abu Bakar menilai di antara banyak pejabat di republik ini, Mahfud MD memang yang paling layak berbicara mengenai kasus hukum.

“Saya melihat dari pejabat yang ada di republik ini, Pak Mahfud lah yang paling layak membicarakan segala kasus hukum, lebih mencuat ke publik dan lebih cepat terselesaikan,” ucapnya.

Mahfud MD, dalam kapasitas Ketua Kompolnas dalam rapat ini dikritik anggota Komisi III DPR RI Desmond Mahesa, dari Fraksi Gerindra.

Menko Polhukam Mahfud MD menghadiri rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR RI Senin (22/8/2022) kemarin bukan sebagai Menko Polhukam tapi Ketua Kompolnas.

 

Baca Juga: Kapolri Bolehkan Kapolda Jadi Saksi Kecurangan Pemilu

Kerja Kompolnas Ditanyakan

Mahfud MD mendapatkan sorotan dari anggota Komisi III Desmond Mahesa. Desmond merasa tidak ada kinerja Kompolnas selama ini. Dengan nada tinggi, Desmond menantang Mahfud MD menjelaskan apa saja kerja Kompolnas.

"Pak Mahfud, tugas Kompolnas itu apa?" tanya Desmond kepada Mahfud di Ruang Rapat Komisi III DPR RI, Kompleks Parlemen Senayan.

Perdebatan antara Mahfud MD yang juga Menko Polhukam pun membuat suasana tak nyaman.

Perdebatan bermula ketika Desmond menginterupsi pernyataan Mahfud soal bagaimana berkoordinasi dengan Ketua Komnas HAM. Desmond mempertanyakan status Mahfud sebagai Ketua Kompolnas.

Mahfud kemudian menjawab bahwa dirinya adalah Menkopolhukam eks fisio Ketua Kompolnas. Dimana tugas Kompolnas itu ikut mengawasi dan memberi rekomendasi.

"Tapi saya Menkopolhukam yang harus menerjemahkan setiap yang dikatakan presiden kepada publik," jawab Mahfud.

"Yang saya tanya bukan Menkonya Pak tapi tugas Kompolnas," balas Desmond yang juga politikus Gerindra ini.

"Kompolnas itu pengawas eksternal Polri, jadi dia mitra," jawab Mahfud.

 

Posisi Kompolnas Mitra Dipertanyakan

“Saya waktu pertemuan pertama, saya bilang ke Pak Kapolri saya tidak akan menjadi seperti dulu, seperti musuh. Kita kerjasama saja. Kalau punya masukan, kita sampaikan, apakah ada keluhan apa itu. Sejak awal Kapolri dilantik saya bilang begitu. Oleh sebab itu, kita menempatkan diri sebagai mitra," ujar Mahfud.

Desmond lalu mempertanyakan jika posisi sebagai mitra, apa bedanya dengan DPR.

Menurut Desmond, itu hal yang sama.

"Sama saja, dengan LSM, dengan media kan sama saja, boleh bicara apa saja," balas Mahfud.

"Tidak mampu melakukan atau tidak punya perangkat untuk melakukan penyidikan. Dalam hal ini, maka bapak berdiskusi dengan Komnas HAM, saya paham. Komnas HAM harapannya bisa menginformasikan sesuatu kepada Kompolnas. Persoalannya adalah pada saat anggota Kompolnas cuma menjadi PR (public relation) atas keterangan Polres Jaksel ternyata itu salah, ini kan luar biasa. Nah inilah dalam catatan, sebenarnya Kompolnas ini perlu enggak?" tanya Desmond cepat.

Baca Juga: PDIP Minta Pemilu Ulang

Mahfud lantas membalas bahwa yang membuat Kompolnas adalah DPR dan dia menyerahkannya kepada DPR. "Kalau kapasitas saya cuma jadi juru bicara ya menurut saya tidak perlu ada Kompolnas," balas Desmond.

“Oh terserah bapak kan yang buat kompolnas ada ini, kan DPR yang buat. Kalau mau bubarkan, bubarkan aja,” kata Mahfud.

“Kalau kapasitasnya cuma jadi juru bicara tidak perlu ada Kompolnas,” sahut Desmond.

“Ya silahkan pak, nanti disimpulkan saja habis rapat ini,” sambung Mahfud.

“Oh iya nanti kita simpulkan,” kata Desmond.

Dalam dapat dengar pendapat selain diwarnai banyak perdebatan juga muncul wacana dari anggota Komisi III DPR RI Benny K Harman agar Jenderal Listyo Sigit Prabowo diberhentikan dari Kapolri.

Permintaan memberhentikan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dampak dari pembunuhan berencana yang dilakukan mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo terhadap ajudannya Brigadir Yosua Hutabarat pada 8 Juli 2022.

Dan Ferdy Sambo diduga sebagai otak pembunuhan terhadap Brigadir J tersebut.

Menurut dia, jabatan itu bisa diambilalih oleh Menko Polhukam Mahfud MD.

Politikus Partai Demokrat itu menilai, publik sudah tidak percaya dengan kepolisian dalam mengusut kasus pembunuhan berencana yang melibatkan Irjen Ferdy Sambo tersebut.

"Mestinya Kapolri diberhentikan sementara diambil alih oleh Menko Polhukam untuk menangani kasus ini supaya objektif dan transparan," kata Benny.

Ia menjelaskan, ketidakpercayaan publik terhadap Polri dalam penanganan kasus Ferdy Sambo lantaran Polri awalnya mengumumkan kepada publik bahwa Brigadir J tewas akibat baku tembak.

Namun, setelah keluarga curiga dan publik menyoroti lebih jauh, Polri mengusut kembali lalu mengumumkan hal yang berbeda.

"Kita enggak percaya polisi. Polisi kasih keterangan publik. Publik ditipu juga kita kan. Kita tanggapi ternyata salah jadi publik dibohongi oleh polisi," ujarnya.

Dalam kasus ini, lima orang telah ditetapkan sebagai tersangka. Tiga di antaranya anggota Polri, yakni Irjen Ferdy Sambo, Bharada Richard Eliezer atau Bharada E, Bripka Ricky Rizal.

Dua lainnya adalah istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi dan serta seorang asisten rumah tangga Sambo Kuat Maruf. n erc/jk/rmc

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU