Omnibus Law Lemahkan Pekerja

author surabayapagi.com

- Pewarta

Minggu, 04 Okt 2020 21:45 WIB

Omnibus Law Lemahkan Pekerja

i

ilustrasi

Aliansi Serikat Buruh Independent Indonesia, Aliansi Buruh Jawa Timur , Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia dan Solidaritas Perjuangan Buruh Indonesia Jatim Dukung Partai Demokrat dan PKS tolak RUU Cipta Kerja

 

Baca Juga: MK tak Utak-atik Keabsahan Gibran, Nitizen Koar-koar

SURABAYAPAGI.COM, Surabaya - Sejumlah Federasi Buruh Jawa Timur sambut baik langkah Partai Demokrat dan PKS, yang menolak pengesahan Rancangan Undang-Undang RUU Cipta Kerja atau Omnibus Law. Pengurus serikat buruh puji partai politik yang menolak pengesahan RUU Cipta Kerja yaitu Partai Demokrat dan PKS.

Jamaludin, Koordinator Aliansi Buruh Jawa Timur mengatakan, sikap tegas Legislator dalam Penolakan RUU Cipta Kerja sudah tepat. “Apa yang dilakukan Demokrat dan PKS sudah tepat dan sejalan dengan aspirasi mayoritas Serikat Pekerja atau Serikat Buruh sebelumnya,” jelas Jamaludin, Minggu (4/10/2020.

Ia berharap sikap penolakan ini juga diikuti oleh partai partai lain di Senayan. “Harapan kami ya RUU ini dibatalkan, karena belum tepat untuk diterapkan sekarang,  apalagi kondisi ekonomi masih terdampak covid-19,” tambah Jamaludin.

Senada, Sekjen Aliansi Serikat Buruh Independent Indonesia Fitroh Hariyadi mengatakan pihaknya memberikan apresiasi terhadap Partai Demokrat khususnya bagi Fraksi Partai Demokrat di DPR RI yang telah menolak keberadaan RUU Cipta Kerja.

“Kami mendukung atas upaya-upaya dari seluruh karyawan dan seluruh serikat pekerja se Indonesia dan dukungan dari Partai Demokrat untuk menolak RUU Cipta Kerja atau Omnibus Law,”jelasnya saat dikonfirmasi, Minggu (3/10/2020).

Dibeberkan oleh Fitroh, disatu sisi, Omnibus Law tersebut disatu sisi tidak berpihak kepada pekerja dan ada beberapa point yang melemahkan pekerja.”Untuk itu kami merasa salut kepada Partai Demokrat atau paslon-paslon cakada yang menyuarakan penolakan omnibus law yang akan ditetapkan menjadi UU,”jelasnya.

Untuk itu, lanjut Fitroh, pihaknya mendukung seluruh lapisan-lapisan yang bergerak bersama dengan memberi semangat baru bergerak terus untuk melakukan pergerakan penolakan yang digelar mulai tanggal 6 hingga 8 Oktober 2020,”Semoga seluruh elemen dan DPP Partai Demokrat yang turun langsung menolak Omnibus Law diikuti hingga tingkat daerah,”jelasnya.

 

Aksi Besar Buruh Jatim

Terpisah, Menurut Nurudin perwakilan dari Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Jatim, RUU Cipta Kerja ini sangat merugikan bagi kalangan buruh di Indonesia. Banyak hal yang membuat buruh di Indonesia menolak atas pengesahan RUU Cipta Kerja. Tidak hanya di Jakarta yang akan melakukan mogok kerja, di Jawa timur sendiri akan melakukan aksi demo besar-besaran selama 3 hari berturut-turut.

"Iya, serikat pekerja atau serikat buruh dari berbagai federasi akan merencanakan aksi selama 3 hari berturut-turut. Yaitu pada tanggal 6, 7 dan 8 Oktober ini, tetapi puncaknya pada tanggal 8 Oktober ini," terang Nurudin kepada Surabaya pagi (4/10/2020).

Hal serupa di sampaikan oleh Andre Goranico Samosir dari Solidaritas Perjuangan Buruh Indonesia (SPBI), bahwa serikat buruh yang tergabung dalam Gerakan Tolak Omnibus Law (Getol) Jawa Timur akan tetap menolak pengesahan RUU Cipta Kerja.

"Sebagai bentuk penolakan, kami akan mengadakan aksi massa dan mogok kerja yang akan dilaksanakan dalam 3 hari," ujar Andre.

Baca Juga: Dispendik Gandeng Dispendukcapil Filter Penduduk Dadakan

Menurutnya, undang-undang Cipta Kerja ini sangat merugikan karena dapat digunakan untuk menghentikan atau menghilangkan serikat buruh. Sebab peraturan ini tidak membatasi jangka waktu kerja kontrak (perjanjian kerja waktu tertentu). 

 

Puncak di Surabaya

Hal senada juga diungkapkan Habibus Salihin, juru bicara Aksi Getol lainnya, yang juga Kepala Bidang LBH Surabaya. Dia bilang, konsolidasi dengan sejumlah serikat buruh di beberapa kabupaten/kota Jatim sudah dilakukan. Serikat buruh di sejumlah daerah itu telah bersepakat, aksi perlawanan akan dilaksanakan mulai 6-8 Oktober 2020.

Sesuai hasil konsolidasi itu, pada 6-7 Oktober massa aksi akan melakukan unjuk rasa di masing-masing basis (daerah). Aksi itu akan dipusatkan di masing-masing kabupaten/kota maupun di pabrik-pabrik.

Lalu pada 8 Oktober, bersamaan sidang paripurna sesuai rencana pemerintah dan DPR RI, aksi buruh Jatim akan dipusatkan di Surabaya.“Titik aksi belum disepakati. Tapi tujuannya untuk menghentikan sementara aktivitas pabrik,” katanya.

 

Baca Juga: Manfaatkan Aset, Pemkot Surabaya Bangun 8 Lokasi Wisata Rakyat 

Polda Belum Terima Laporan Aksi

Namun, hingga, Minggu (4/10/2020), apa yang direncanakan para serikat buruh di Jatim untuk melakukan aksi mogok nasional, dipertamyakan.

Pasalnya Polda Jatim, masih belum mengajukan permohonan untuk melakukan Aksi buruh serentak tanggal 6-8 Oktober mendatang.

“Belum ada yang masuk memberitahukan (aksi buruh itu),” kata Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol Trunoyudho, Minggu (4/10/2020).

Saat ditanya, terkait bila ada serikat buruh yang mengajukan permohonan aksi atau pemberitahuan. Kabid Humas Polda Jatim menyerahkan, bahwa aksi itu merupakan aksi serentak nasional. “Itu nasional. Aksinya Serentak (secara nasional). Silahkan koordinasi dengan Mabes Polri,” tambah  Truno.

Sekedar diketahui, Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi PKS di DPR RI secara tegas menolak adanya RUU Cipta Kerja atau Omnibus Law. Ada beberapa alasan Demokrat menolah diundangkannya Omnibus Law antara lain RUU Cipta Kerja tidak memiliki nilai urgensi dan kegentingan yang memaksa di tengah krisis pandemi Covid-19. Ketimbang melakukan perumusan dan pembahasan RUU Cipta Kerja, Partai Demokrat meminta prioritas utama negara harus diorientasikan pada upaya penanganan pandemi. Khususnya menyelamatkan jiwa manusia, memutus mata rantai penyebaran Covid-19 serta memulihkan ekonomi rakyat.

Tak hanya itu, bagi Partai yang dikomandani AHY ini pembahasan RUU Cipta Kerja tidak banyak melibatkan elemen masyarakat, pekerja dan jaringan civil society yang akan menjaga ekosistem ekonomi dan keseimbangan relasi tripartit antara pengusaha, pekerja dan pemerintah. RUU ini juga berpotensi memberangus hak-hak buruh di tanah air. Demokrat menilai RUU ini menggeser semangat Pancasila karena mendorong ekonomi menjadi kapitalistik dan neoliberalisme. rko/tyn/pat/nt/cr2/rmc

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU