Pansus Covid-19, Gerakan Politik yang Gagal Goyang Risma

author surabayapagi.com

- Pewarta

Senin, 18 Mei 2020 22:20 WIB

Pansus Covid-19, Gerakan Politik yang Gagal Goyang Risma

i

Dr. H. Tatang Istiawan Wartawan Senior Surabaya Pagi

Era keterbukaan seperti sekarang, siapa pun, termasuk politisi, tidak bisa lagi bermain politik tanpa standar dan etika.

Pernyataan saya ini terkait adanya politisi di gedung DPRD Surabaya yang dua minggu lalu menggulirkan pansus covid-19 saat pandemi virus corona.

Baca Juga: Mensos Bantu 300 Penderita Katarak di Kediri

Sejak awal mendengar ada usulan pansus covid-19, saya menyeringai, ada-ada saja politisi di DPRD Surabaya kali ini. Begitu tahu mayoritas pengusul politisi berasal dari partai pengusung koalisi kandidat pilwali Surabaya, Irjen (Purn) Machfud Arifin, saya, berpikir logis, akankah politisi non koalisi MA, singkatan Irjen (Purn) Machfud Arifin, diam tak menggunakan manuver politiknya?. Jawaban saya, impossible. Apalagi politisi non koalisi MA, sekarang menguasai mayoritas kursi di DPRD Surabaya.

Sejak awal saya berkeyakinan usulan pansus covid-19 akan mudah dikandaskan. Tapi saat usulan itu muncul, saya tidak mau menulis sikap kritis seorang jurnalis non partisan secara terbuka. Ini soal etika jurnalistik.

Meski demikian, saya tetap menunggu, siapa diantara politisi di DPRD Surabaya yang berotak cerdas dan dungu?.

Apa korelasi berotak cerdas dan dungu dengan usulan pansus covid-19 dengan kegiatan politik praktis di gedung wakil rakyat kota Surabaya?.

Korelasinya, menurut logika berpikir saya, pasti dua kubu akan menggunakan strategi pertarungan ide, dan gagasan menggunakan powernya masing-masing. Apalagi diantara wakil rakyat pengusul dan lawannya bertebaran ada mantan jurnalis. Pasti semuanya sama-sama menggunakan sikap kritisnya, keuletannya dan kecerdasannya.

Apakah koalisi pengusul pansus covid-19 yang terdiri orang-orang berpikir politik menggunakan isu politik untuk tujuan politiknya? Ataukah lawannya yang menggunakan politik beradab. Apakah pikiran politik pengusul pansus covid-19 hanya memikirkan kehidupannya sendiri? ataukah sampai kehidupan warga kota Surabaya yang kini panik atas munculnya kasus pandemi virus corona?

Akal sehat orang berpikir logis waktu usulan itu saya dengar, pemenangnya adalah politisi yang mau menggunakan tolok ukur virus corona itu sebuah pandemi global dan bukan program politik lokal? Makanya, diantara pengusul saat voting, ada anggota parpol koalisi yang mbalelo dan walkout.

 ***

 Literatur dan referensi yang saya baca menyebutkan virus corona adalah pandemi global yang ditetapkan oleh WHO, bukan oleh Walikota Surabaya, Tri Rismaharini. Menggunakan terminologi ini, pertanyaan kritisnya, logika apa yang digunakan politisi pengusul pansus covid-19 di ruang DPRD Surabaya saat itu?.

Apakah pengusul belum paham bawah wabah virus corona saat ini belum ada vaksin dan akan terus menyebar?

Apakah penyebaran virus ini layakkah dibidikan ke manajemen pananggulangannya yang dilakukan oleh seorang kepala daerah seperti walikota Surabaya, Risma?. Akal sehat saya mengatakan, tidak masuk akal. Mengingat PSBB saja harus diputuskan olah pemerintah pusat, atas usulan Gubernur. Lalu logika apa yang digunakan pengusul pansus covid-19 ngotot pansus ini harus digolkan oleh wakil rakyat di Surabaya?

Menggunakan pikiran akal sehat, kengototan pansus covid-19, terbaca ada kepentingan politik, dan bukan kemanusiaan (jiwa penyelamatan masyarakat saat pandemi virus corona). Katakan ada politisi yang mempersoalkan anggaran APBD Rp 161 miliar untuk membantu korban pandemi virus corona, mengapa mesti menggunakan kemasan pansus covid-19?

Saya saat itu tidak terlalu percaya, pansus covid-19 dalam rangka mengkoreksi kebijakan, termasuk pengawasan terhadap walikota Surabaya yang menggunakan dana APBD untuk penanggulangan covid-19 di Surabaya. Apakah untuk urusan ini mesti membentuk pansus?

Baca Juga: Viral di Medsos, Risma Datangi Rumah Remaja yang Rawat Ibu dengan Gangguan Jiwa

Apakah pansus covid-19 DPRD Surabaya memiliki jangkauan mengantisiasi penyebaran virus Corona di Surabaya?.   Akal sehatnya, mestinya sebagai elemen bangsa, politisi pengusul pansus covid 19 mesti bergerak bersama, bersinergi dan terpadu melawan penyebaran virus Corona di Surabaya.

Saya tidak paham kebeletnya politisi pengusul pansus saat itu hanya berpikir urusan administrasi pembentukan Pansus yang keanggotaanya adalah lintas komisi.

Saya paham Pansus Covid-19 dibuat menggunakan Undang-undang MD3, Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018 dan Tatib DPRD Surabaya.

Saya juga paham bahwa aturan Pansus untuk melaksanakan fungsi DPRD termasuk menangani masalah yang bersifat mendesak atau memerlukan penanganan segera, seperti Wabah Covid 19.

Bisa jadi tugas Pansus Covid 19, bisa menjadi mitra Gugus Tugas Corona untuk merumuskan langkah-langkah strategis dalam penanganan Covid 19 di Surabaya.

 ***

 Menjadi politisi atau politikus berarti menjadi penyambung suara rakyat. Maklum pekerjaan politisi adalah menjalankan kebijakan berdasarkan aspirasi masyarakat.

Sebagai politisi yang pro rakyat, pengusul pansus covid -19 bisa dimasukan bagian dari elemen warga kota Surabaya. Logika sosial budayanya, politisi pun harus bergerak bersama dan bersinergi secara terpadu dangan gugus tugas covid 19 di Surabaya, bukan sekedar pengkontrol secara politik melalui gerakan politik praktis melawan policy Risma, bukan bersama walikota melawan penyebaran virus Corona di Surabaya.

Baca Juga: Ancaman Keamanan Siber Meningkat pada Pemilu 2024

Akal sehatnya, dengan ditolak melalui voting, pansus covid 19 ini bisa mengesankan ketidakpedulian politisi koalisi pendukung kandidat walikota Irjen (Purn) Machfud Arifin, terhadap masalah kemanusiaan yang paling sederhana. Cara ini bisa dianggap ada politisi yang kehilangan kontrol diri tak memikirkan penderitaan psikis, ekonomi, sosial dan budaya warga kota Surabaya.

Apakah ini bukti tentang kurangnya pemahaman ilmu politik yang berbudaya dalam melihat pandemi virus corona yang berskala global?. Walahualam.

Maka itu wajar, dalam perjalanannya ada anggota koalisi yang mbalelo dan melakukan walkout. Termasuk saya non partisan yang mulai enggan membicarakan politik praktis, karena yang terbayang hanyalah kekuasaan politik belaka, bukan kemaslahatan dan kemanusiaan.

Ada baiknya, sekarang dengan ditolaknya pansus covid 19, semua politisi di DPRD Surabaya tidak hanya melihat urusan politik di permukaan saja, tapi substansinya. Termasuk tidak bermain politik menggunakan isu pandemi virus corona.

Mari urusan covid-19, dilihat sebagai permasalahan kemanusiaan, bukan momen merebut kekuasaan menggunakan manuver politik.

Pada bulan ramadhan, saya sarankan hendaknya para politisi untuk menjalankan tugasnya dengan baik.

Kalau mau ditanyakan kembali apakah mereka tahu tugas seorang anggota DPRD, atas usulan pansus-19, rasanya masih banyak politisi yang tidak tahu. Mari kita saatnya tidak perlu mengusulkan sesuatu hal kontroversial yang tidak produktif. Apalagi ditengah pandemi virus corona. Pertanyaan sederhananya untuk hiburan apa ada sejumlah wakil rakyat sampai mengusulkan dan merancang pansus covid-19 ? Apakah ini sebuah gerakan politik dari sejumlah politisi di DPRD Surabaya yang ternyata gagal menggoyang Risma jelang pilkada Surabaya 2020?. Gerakan apa lagi dari koalisi pendukung MA setelah pansus covid 19?. Wallahu A'lam Bishawab . ([email protected])

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU