PDIP Minta Kenaikan Harga BBM Subsidi Dibatalkan

author surabayapagi.com

- Pewarta

Selasa, 06 Sep 2022 20:57 WIB

PDIP Minta Kenaikan Harga BBM Subsidi Dibatalkan

i

Massa demo menolak kenaikan harga BBM dari sejumlah elemen, menduduki kantor DPRD Jatim dan Kantor Gubernur Jatim di Jalan Pahlawan, Selasa (6/9/2022). SP/Arisandi

Ada Indikasi Kuat Tak Ada Transparansi BPP BBM dan Penerima Subsidi BBM

 

Baca Juga: Manfaatkan Aset, Pemkot Surabaya Bangun 8 Lokasi Wisata Rakyat 

Pengusaha Tak Siap Hadapi Kenaikan BBM. Dampaknya Pemutusan hubungan kerja (PHK) di Sektor Industri Bakal Marak

 

SURABAYAPAGI, Jakarta - Pengusaha Indonesia tak siap hadapi kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM). Pengusaha pastikan kenaikan BBM ini, akan naikan harga produk dan pasti turunkan omzet. Otomatis, perusahaan dan industri alami penurunan penjualan. Dampaknya perusahaan melakukan efisiensi. Termasuk pengurangan karyawan. PDIP dukung pembatalan kenaikan harga BBM subsidi.

Ini rangkuman pendapat Ekonom Institute for Develepment of Economics and Finance (Indef), Abra Talattov, Anggota Komisi VI DPR RI Rieke Diah Pitaloka dan Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani yang dihimpun Surabaya Pagi, Selasa (6/9/2022) kemarin.

Shinta Kamdani malah mewanti-wanti pemerintah akibat kenaikan harga BBM yang berdampak besar terhadap inflasi. Data BPS menunjukkan kenaikan harga BBM pada 2005 telah mendorong inflasi hingga 17 persen.

Sedangkan pada tahun 2013, kenaikan harga BBM mendongkrak inflasi hingga 8,38 persen dan pada 2014 inflasi naik 8,36 persen. "Kenaikan bahan pangan yang tinggi ini akan turunkan (daya beli), makanya harus di-boost dengan insentif," kata Shinta .

 

Bukan Waktu yang Tepat

Ia juga menilai kenaikan harga BBM ini bukan pada waktu yang tepat ketika sektor usaha baru mulai pulih. Sebab, kata dia, selama ini pengusaha juga telah mengeluarkan biaya produksi yang tinggi akibat pandemi dan situasi global. "Yang jelas kalau ditanya, kita enggak siap sekarang. Yang jelas waktunya bukan sekarang," tambah Shinta .

Meski begitu, ia paham dengan langkah pemerintah yang menaikkan harga BBM bersubsidi karena dampak kenaikan harga minyak dunia yang membebani APBN negara.

 

PHK Bakal Marak

Sementara Ekonom Institute for Develepment of Economics and Finance (Indef), Abra Talattov, menyebut kemungkinan pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor industri bakal marak. Ini merupakan salah satu imbas kenaikan harga BBM sejak Sabtu pekan lalu.

Baca Juga: Dampingi Siswa Inklusi, Guru di Surabaya Diberi Pembekalan

Menurut Abra, kenaikan harga BBM bisa bakal mengerek kenaikan biaya produksi dan pada gilirannya memicu lonjakan harga produk. Kenaikan harga produk ini akan direspons cukup sensitif oleh konsumen dengan mengurangi daya konsumsi.

 

Dirasakan Kalangan Industri

Selain itu, kenaikan harga BBM pasti dirasakan oleh kalangan industri. “Karena harga produk naik, omzet bisa menurun. Otomatis, perusahaan yang alami penurunan penjualan pada akhirnya akan melakukan efisiensi,” tutur Abra ketika dihubungi, Selasa (6/9/2022).

Sedangkan, menurut dia, peluang perusahaan untuk berhemat makin sempit. Efisiensi biaya produksi sudah tidak mungkin dan peluang mengurangi kapasitas produksi juga kian terbatas. “Langkah terakhir, melakukan efisiensi dari sisi jumlah pekerja. Itu risiko paling serius yang perlu diwaspadai pemerintah,” kata Abra.

Pasalnya, menurut dia, jika terjadi PHK, maka kelompok pekerja itu akan beralih status menjadi pengangguran. “Apakah pemerintah sudah menyapkan skenario, kebijakan untuk bisa mengakomodir para pekerja yang nantinya masuk ke jurang pengangguran? Ini yang perlu dievaluasi pemerintah,” ucap Abra.

 

Pemerintah tak Transparan

Baca Juga: Oknum Polisi di Surabaya Cabuli Anak Tirinya Sejak SD Selama 4 Tahun, Korban Trauma Berat

Anggota Komisi VI DPR RI Rieke Diah Pitaloka menyebutkan adanya indikasi kuat tidak transparannya data Biaya Pokok Produksi (BPP) BBM serta alokasi APBN untuk subsidi energi, subsidi perlindungan sosial dan energi bagi keluarga tidak mampu.

Terungkap pada Rapat Kerja pada Selasa (5/9/2022) kemarin, Komisi VI DPR RI meminta kepada Kementerian BUMN menyampaikan secara tertulis terkait lima poin.

Pertama, BPP crude oil dari Indonesia. Kedua, rincian BPP crude oil impor. Ketiga, rincian impor crude oil, LPG, dan LNG dari tahun 2011-2022. Keempat, rincian dan dari mana sumber data penerima subsidi energi BBM, LPG dan Listrik termasuk prosedur dan mekanisme, serta indikator dan variabel pendataan yang digunakan sebagai acuan penerima subsidi energi. Kelima, tunggakan utang subsidi pemerintah ke pertamina dan PLN.

"Namun hingga rapat, data-data yang diminta belum disampaikan Kementerian BUMN. Karena itu tidak ada data yang akurat dan aktual tentang BPP crude oil dari Indonesia maupun impor, untuk mengungkap berapa sesungguhnya angka keekonomian yang dimaksud pemerintah," tutur Rieke dalam Rapat Kerja Komisi VI DPR RI bersama perusahaan-perusahaan BUMN di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (5/9/2022).

Politisi PDI-Perjuangan ini juga menguak data penerima subsidi termasuk prosedur dan mekanisme serta indikator dan variabel pendataan yang digunakan sebagai acuan penerima subsidi energi, juga belum disampaikan ke Sekretariat Komisi VI DPR RI.

Maka itu, Rieke mendukung pembatalan kenaikan harga BBM subsidi karena ada indikasi kuat tidak adanya transparansi BPP BBM dan penerima subsidi BBM.

Pihaknya mempertanyakan anggaran Bantuan Langsung Tunai (BLT) BBM untuk 20,65 juta keluarga tidak mampu bersumber dari relokasi anggaran subsidi BBM. erc/jk/cr2/rmc

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU