Pemanggilan Mantan KSAU Alot

author surabayapagi.com

- Pewarta

Senin, 05 Des 2022 20:17 WIB

Pemanggilan Mantan KSAU Alot

Sebagai Saksi Dugaan Korupsi Pembelian Helikopter Agusta Westland (AW)-101. Bahkan, Pengacara Agus Supriatna Juga Tolak Terima Panggilan KPK

 

Baca Juga: 2 Crazy Rich Jakarta dan Surabaya, Ditahan Kejagung

 

SURABAYAPAGI.COM, Jakarta - Polemik surat panggilan Jaksa KPK kepada mantan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Agus Supriatna, dijawab Agus. Tapi masih alot untuk menghadirkan pensiunan seorang Marsekal.

Ternyata mantan KSAU era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, mengklaim sampai Senin (5/12/2022) merasa tidak pernah menerima surat panggilan dari tim jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menjadi saksi dalam persidangan kasus dugaan korupsi pembelian Helikopter Agusta Westland (AW)-101.

"Kok memenuhi panggilan, emang siapa yang panggil? Kayaknya sampai saat ini enggak pernah terima surat," ujar Agus Supriatna, dikutip dari CNNIndonesia.com, Senin (5/12/2022).

 

Pernah Memanggil Agus

Sementara Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan tim jaksa KPK pernah memanggil Agus untuk bersaksi dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi pembelian Helikopter AW-101 Senin, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat.

Ali menyatakan surat panggilan telah dikirim tim jaksa KPK lewat kantor pengacara yang mendampingi Agus.

 

Pengacara Menolak Terima Surat

Hal itu dilakukan karena surat panggilan yang dilayangkan ke dua alamat kediaman Agus tak mendapat respons yang baik.

"Pemanggilan saksi untuk Senin hari ini kami serahkan ke kantor pengacaranya, namun pihak pengacara juga menolak menerima surat tersebut," tutur Ali.

"Sebelumnya, kami juga melakukan pemanggilan terhadap yang bersangkutan melalui dua alamat rumahnya dan bantuan pihak TNI. Namun, saksi ini tetap tidak taat hukum dan mangkir dari panggilan pengadilan," sambung Ali.

Agus dipanggil dalam kapasitasnya sebagai saksi untuk terdakwa Irfan Kurnia Saleh selaku Direktur PT Diratama Jaya Mandiri sekaligus Pengendali PT Karsa Cipta Gemilang.

Irfan didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Dalam surat dakwaan untuk terdakwa Irfan, disebutkan ada dana komando (DK/Dako) yang ditujukan untuk KSAU periode 2015-2017 Agus Supriatna senilai Rp17,733 miliar.

Saat Jaksa mencecar saksi Direktur Pusat Kelaikan Keselamatan Terbang dan Kerja TNI Angkatan Udara (Puslaiklambangjaau) Marsekal Pertama Fachri Adamy,

 

Cash Back 4 Persen

"Pada saat pencairan pertama 60 persen ini ada pengembalian uang cash back, itu 4 persen kepada Dinas Keuangan, saksi tahu?” tanya Jaksa di ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Senin (7/11/2022) lalu.

Merespons pertanyaan ini, Fachri mengaku tidak tahu. Ia juga menyebut cashback 4 persen tidak diatur dalam kontrak pembelian AW-101.

 

Mengkonfrontir Keterangan Saksi

Baca Juga: Lagi, KPK Periksa Kabag Perencanaan dan Keuangan Setda Lamongan

Belum berhenti, Jaksa kemudian mengkonfrontir pengakuan Fachri dengan pernyataan saksi pada persidangan sebelumnya.

Menurut Jaksa, mereka menyatakan adanya dana komando (Dako) sebesar 4 persen dalam pembayaran pembelian AW-101.

“Saya tidak tahu ada dana komando karena itu di luar tupoksi saya sebagai PPK di dalam pengadaan barang dan jasa ini,” timpal Fachri.

Menanggapi hal ini, Jaksa kemudian membacakan keterangan yang disampaikan Fachri saat diperiksa penyidik KPK.

Jaksa menuturkan, dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) nomor 17, Fachri mengaku mengetahui terdapat ‘dana komando’.

Ia mengaku mendengar ‘dana komando’ dari Kepala Pemegang Kas (Pekas) Letkol Administrasi Wisnu Wicaksono pada saat akan dilakukan pembayaran Surat Permintaan Pembayaran (SPP).

“Besarnya dana komando sebesar 4 persen dari setiap pembayaran termin,” kata Jaksa membacakan BAP Fachri.

Adapun besaran termin pertama dengan pembayaran 60 persen adalah senilai Rp 436.689.900.000 atau Rp 436 miliar.

Jaksa melanjutkan, Fachri kemudian mengaku dirinya tidak mengetahui siapa yang memerintahkan ketentuan ‘dana komando’ tersebut.

 

Dana Komando Telah Dikembalikan

“Bila dihitung besarnya dana komando dalam rupiah termin pertama ada Rp 17 miliar,” kata Jaksa mengutip BAP Fachri.

Fachri kemudian menyebut dana komando tersebut telah dikembalikan Wisnu kepada Irfan Kurnia Saleh. Hal ini ia ketahui selama proses penyidikan di Polisi Militer (POM) TNI.

Baca Juga: Dalami Korupsi Pembangunan Gedung Pemkab, KPK Periksa Eks Ketua DPRD Lamongan

Dalam persidangan sebelumnya, Bintara urusan Bayar Markas Besar TNI AU, Sigit Suswanto mengatakan keberadaan ‘dana komando’ 4 persen merupakan hal yang sering dilakukan.

Sigit diketahui merupakan prajurit aktif TNI yang bertugas memegang kas di Mabes TNI AU. “Dalam (pengadaan heli) AW-101 tidak ada kekhususan 4 persen, jadi semuanya sudah rutinitas,” kata Sigit sebagaimana dikutip dari Antara, Senin (31/10/2022).

 

Rugikan Negara Rp 739 Miliar

Jaksa mendakwa perbuatan Irfan membuat negara merugi Rp 738,9 miliar. Selain itu, Jaksa juga menyebut kasus ini menyangkut sejumlah pejabat TNI AU, termasuk mantan Kepala Staf TNI AU (KSAU) Marsekal (Purn) Agus Supriatna.

Agus disebut mendapatkan jatah Rp 17.733.600.000 yang disebut sebagai dana komando atau cashback 4 persen dari  pembayaran termin pertama tersebut.

Selain mendakwa Irfan merugikan negara miliaran rupiah, Jaksa juga mendakwanya memperkaya diri sendiri sebesar Rp 183.207.870.911,13.

 

Memperkaya Mantan KSAU

Kemudian, memperkaya mantan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal (purnawirawan) Agus Supriatna sebesar Rp 17.733.600.000 atau Rp 17,7 miliar.

Kemudian, memperkaya korporasi yakni Agusta Westland sebesar 29.500.000 dollar Amerika Serikat atau Rp 391.616.035.000 dan  perusahaan Lejardo. Pte.Ltd sebesar 10.950.826,37 dollar Amerika Serikat atau senilai Rp 146.342.494.088,87. “Memperkaya orang lain yakni Agus Supriatna sebesar Rp 17.733.600.000,” ujar Arief.

Irfan didakwa dengan Pasal 2 ayat (1) subsider Pasal 3 Juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. n erk/jk/arm/cr2/rmc

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU