Home / Pemerintahan : ANALISA BERITA

Pemerintah Harus Tingkatkan Anggaran Penanggulangan TBC

author surabayapagi.com

- Pewarta

Senin, 13 Sep 2021 12:38 WIB

Pemerintah Harus Tingkatkan Anggaran Penanggulangan TBC

i

Anggota Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Putih Sari

SURABAYAPAGI, Surabaya - Anggaran penanggulangan tuberkulosis (TBC) harus ditingkatkan. Pasalnya, total dana yang tersedia saat ini baru 26 persen dari penetapan dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 67 Tahun 2021 tentang penanggulangan TBC.

Jadi masih ada gap 74 persen yang harus dibiayai negara.  Sumber penganggaran TBC berasal dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Namun, jumlah yang disediakan masih rendah dibandingkan sumbangan internasional.

Baca Juga: Pengamat Politik: Ganjar Hancur Lebur, Karena....

Anggaran penanggulangan TBC saat ini yang baru 26 persen itu pun 16 persennya bersumber dari pendanaan internasional. Setidaknya, ada beberapa alasan anggaran penanganan TBC masih rendah. Salah satunya, hampir seluruh sumber daya yang ada dioptimalkan menangani covid-19.

Saya pun meminta Kementerian Kesehatan (Kemenkes) membuat komitmen kuat merealisasikan target eliminasi TBC pada tahun 2030. Salah satunya melalui politik anggaran.

Baca Juga: Pemkab Pasuruan Ajak Masyarakat Waspada Bahaya TBC

Penyusunan anggaran penanggulangan TBC sesuai dengan Stranas yang dibuat sendiri oleh Kemenkes. Estimasi kegiatan dan standar biaya penanggulangan TBC sebesar Rp6-11 triliun. Hal itu merupakan Strategi Nasional (Stranas) Penanggulangan TBC 2020-2024 yang dikeluarkan Kementerian Keuangan.

Saya tegaskan rencana anggaran tersebut harus direalisasikan pemerintah. Pasalnya, Indonesia berada di peringkat kedua sebagai negara dengan kasus TBC terbanyak di dunia setelah India. 

Baca Juga: Kemenkes: Covid-19 di Indonesia Melonjak Total 6.223 Kasus, Didominasi Subvarian EG.5

Selain itu, TBC tak hanya berdampak pada aspek kesehatan. Tapi juga sosial maupun ekonomi.  Karena sebagian besar kasus TBC dialami oleh penduduk usia produktif dan lebih dari 50 persen penderita kehilangan pekerjaan akibat stigma dan diskriminasi di tempat kerja maupun di masyarakat.

(Dikatakan anggota komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Putih Sari melalui keterangan tertulis, Minggu, 12 September 2021.)

Editor : Mariana Setiawati

BERITA TERBARU