Pemkot Harus Gugat Konsorsium (JO) PT Gala Megah Investment

author surabayapagi.com

- Pewarta

Minggu, 07 Mar 2021 22:11 WIB

Pemkot Harus Gugat Konsorsium (JO) PT Gala Megah Investment

i

Gedung Pasar Turi

 

Pendapat Pakar Hukum Surabaya, Pasca Direktur Utama PT Gala Bumi Perkasa Henry Jocosity Gunawan alias Cen Liang Meninggal. Selain itu, Pedagang Bisa Melakukan Gugatan Minta Ganti Rugi atas Kerugian Selama 10 tahun Tak Bisa Kelola Stan kepada JO Kongsi Cen Liang

Baca Juga: Pemkot Surabaya Rencana Tambah 2 Rumah Anak Prestasi

 

SURABAYAPAGI.COM, Surabaya – Nasib Pasar Turi Baru, yang pernah menjadi pusat grosir terbesar di Indonesia Timur, kini, di awal tahun 2021, sudah lebih dari 13 tahun tertidur dan tidak dikelola. Apalagi, sejak bos PT Gala Bumi Perkasa (GBP) Henry Jocosity Gunawan alias Cen Liang, meninggal dunia. Padahal, sejak awal dibangun dan dikerjasamakan dengan Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya sejak tahun 2008, dijanjikan bisa selesai pada 18-24 bulan. Bahkan, saat itu, Cen Liang juga membangun konsorsium dengan tiga korporasi bersama Totok Lusida dan Turino Djunaedy dengan bernama JO PT Gala Megah Investment. Mereka melakukan MoU dengan Pemkot Surabaya. Namun, kini, 13 tahun berlalu, Pasar Turi masih mangkrak. Pedagang terlunta-lunta dan merugi. Sedangkan, Wali Kota Surabaya yang baru, Eri Cahyadi, masih berjanji akan menuntaskan polemik Pasar Turi baru ini.

Pembangunan pasar Turi baru yang dilakukan oleh 3 korporasi yakni PT. Gala Bumi Perkasa (GBP), PT Central Asia Investment dan PT. Lucida Investment Sejahtera berbuntut panjang. Ketiga korporasi ini tergabung dalam joint operasional (JO) yang kemudian dikenal dengan Gala Megah Investment (GMI) dengan direkturnya adalah Henry J. Gunawan.

Gala Megah Investment kemudian melakukan MoU dengam pemkot Surabaya dalam melakukan pembangunan kembali pasar Turi. Kesepakatan tersebut menghasilkan MoU dengan nomor 180/1096/436.1.2/2010 yang dibuat pada 9 Maret 2010. Saat itu Bambang DH masih menjadi Wali Kota.

Masalah mulai terjadi ketika diperjalanan salah satu pihak yakni Cen Liang selaku pengembang melakukan wanprestasi atau melanggar perjanjian yang berujung pada gugatan pemkot Surabaya pada tahun 2017.

Namun, kini Cen Liang alias Henry, sudah meninggal, masih menyisakan permasalahan. Hal ini membuat pakar Hukum dari Universitas Bhayangkara, Joko Sumarsono, S.H, MH, memberikan saran kepada Pemerintah Kota Surabaya untuk menyelesaikan polemik Pasar Turi yang tak kunjung tuntas.

 

Gugat Konsorsium

Menurut Joko, seharusnya gugatan yang dilakukan oleh Pemkot Surabaya juga dilakukan pada konsorsium atau gabungan dari perusahaan tersebut yakni (JO) PT Gala Megah Investment (GMI).

"Secara perjanjian, mereka masih jadi satu konsorsium, ketika salah satu pihak melakukan wanprestasi, pihak yang merasa dirugikan ya seharusnya menggugat sesuai dengan MoU yang ada bukan hanya ke satu PT saja (PT GBP)," kata Joko Sumarsono melalui saluran telepon, Minggu (07/03/2021).

Meninggalnya Henry selaku direktur PT GBP, salah satu konsorsium PT GMI, bukan berarti membebaskan perusahaan tersebut dari jeratan hukum. Joko mengaku pada pasal 77 Undang-undang KUHP memang mengantur tentang kewenangan menuntut pidana akan dihapus apabila tertuduh meninggal dunia.

"Tapi ini kan yang digugat perusahaannya, konsorsiumnya. Bukan personnya. Jadi proses hukum tetap berlanjut. Nah, saya gak tau, tim hukum Pemkot berani apa belum untuk bertindak soal itu (gugatan),” tegas Joko.

"Tapi menurut saya sebaiknya segera Pemkot bertindak, karena kasihan para pedagang saat inin," ucapnya menambahkan.

Saat ditanyai apakah Pemkot melindungi para investor sehingga tidak berani untuk bertindak, ia mengaku tidak ingin berspekulasi lebih jauh. "Saya tidak ingin berspekulasi ya, mungkin kuasa hukumnya masih mempersiapkan materi gugatan sehingga tidak ditolak lagi," jelasnya

Sebagai informasi, pada Oktober 2018 lalu Pengadilan Negeri Surabaya memvonis hukuman penjara 2,6 tahun kepada Henry atas tindakannya yang terbukti bersalah melakukan penipuan terhadap 12 Pedagang pasar Turi saat proses jual beli stand.

Vonis pidana yang dijatuhkan kepada Henry selaku Direktur Utama PT. GBP digadang-gadang bisa menjadi landasan bagi pemkot untuk melakukan gugatan. "Bisa, bisa. Bisa dijadikan sebagai dasar. Tapi juga dilihat perbuatan pidana apa yang dilakukan, tentang apa, misal penipuan atau apa. Jadi kita lihat kasusnya dulu," ucapnya

 

Baca Juga: Fenomena ‘War Takjil’ Ramadhan Jadi Berkah dan Peluang UMKM Tingkatkan Penjualan

Gugatan Ganti Rugi

Terpisah, pengacara para pedagang Pasar Turi yang juga akademisi dari Fakultas Hukum Unair, I Wayan Tatib Sulaksana menuturkan jika persoalan kasus Pasar Turi belum bisa dikatakan selesai. Pasalnya, nasib para pedagang di Pasar Turi Baru tersebut tak juga jelas. Persoalan hak para pedagang masih belum juga dapat terpenuhi, terlebih jika mengacu pada kematian bos dari PT Gala Bumi Perkasa yang semakin menbuat keadaan semakin runyam.

"Akibat dari perbuatan Cen Liang, pedagang yang ada di Pasar Turi menjadi menderita, mereka semua menjadi korban," ujar Wayan Tatib, berapi-api, saat dihubungi Surabaya Pagi, Minggu (7/3/2021).

Dari hasil tersebut, Wayan mengaku sudah mengupayakan menempuh jalur hukum yang mengakibatkan pihak Henry dipenjara. "Upaya hukum sudah saya pidanakan dia melakukan penggelapan. Sampai dia meninggal di Medaeng kan mas. Yang kami lakukan sekarang ialah gugatan ganti rugi, itu kan kalau pidananya sudah selesai tinggal perdatanya kami menggugat PT Gala Bumi Perkasa karena kami tidak bisa berdagang sejak 2015 sampai sekarang ini," paparnya.

 

Kesulitan Pendataan

Namun, ia menjelaskan jika saat ini proses gugatan masih belum diajukan ke pengadilan. Hal ini lantaran data dari pemilik toko stand yang selalu berubah.

"Kami kesulitan di pendataan, karena ketika kami tanya ada yang dijual, ada yang diwariskan," imbuhnya.

"Yang jelas, unsur perbuatan melanggar pidananya terbukti dengan Henry dihukum 2 tahun 6 bulan hingga ia mati di penjara," tambah Wayan.

Wayan menceritakan, Sabtu (6/3/2021) kemarin ratusan pedagang Pasar Turi sudah sempat meminta Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi membantu pedagang yang belum mendapat tempat berjualan sejak pasar itu terbakar belasan tahun silam.

Baca Juga: Pemkot Surabaya Segera Cairkan Gaji ke-13 Non ASN

Hal ini lantaran para pedagang mengalami musibah dengan terbakarnya Pasar Turi pada 2007 silam. Usai kebakaran itu, pedagang sudah dimintai bayaran untuk pembangunan stan baru. Masing-masing pedagang sudah membayar antara ratusan juta hingga miliaran rupiah. Namun hingga kini pedagang belum bisa masuk ke dalam Pasar Turi.

Untuk itu, Wayan berharap kepada Pemkot Surabaya dengan Wali Kota Surabaya yang baru agar benar-benar memperhatikan dan memperjuangkan nasib pedagang Pasar Turi. Ini juga disusul oleh permintaan warga pasar agar segera diselesaikan. Keputusan bijak dari Pemerintah Kota Surabaya akan sangat menentukan naisb pedagang nantinya. "Kita berharap pemkot bisa segera bertindak mas, ini kuncinya ada di pemkot. Ketika pemkot mau gerak ini akan bisa selesai," pungkasnya.

 

Bongkar Benang Kusut

Sementara itu, praktisi hukum senior, Oemar Ishananto SH, meminta untuk membongkar terlebih dahulu benang kusutnya. "Pemiliknya, pemborongnya, perjanjian antara pemilik pemborong, status para pedagangnya. Banyak masalah yang harus diteliti terlebih dahulu," ungkap Oemar.

"Tanah memang milik Pemda. Pembangunan pasti ada perjanjian antara Pemda dengan pemborong, pasti ada BOT atau perjanjian lain. Klausula waktu dan tahap Penyelesaian maupun sanksi," imbuhnya.

Advokat Oemar Ishananto juga setuju bila para pedagang melakukan gugatan untuk mendapat ganti rugi atas kerugian mereka selama 10 tahun ini. Gugatan kepada konsorsium dan Pemkot Surabaya.

"Pedagang yang menempati punya sejarah, punya dasar perjanjian dengan investor, dan lain-lainnya. Baiknya dibawa ke Pengadilan atau bisa juga alternatif penyelesaian sengketa di luar peradialan atau arbitrase. Ini penting agar persoalannya terangkat ke permukaan," jelasnya. sem/fm/cr2/rmc

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU